26 - Penafsiran

141 30 1
                                    

Sudah setengah jam Seunghee menatap laptopnya yang menampilkan deretan-deretan file 'terlarang' itu, namun tak melakukan apapun. Padahal hari ini ia sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Hatinya mendadak gamang, seolah ada dua kubu yang berperang di dalamnya. Satu menyuruhnya mendengarkan Ilhoon; memahami kekasihnya lewat lagu-lagu itu, satu yang lain menyuruhnya untuk tetap mendengarkan Hyunsik; tidak mendengarkan seluruh lagu itu dan menghapusnya.

Demi kebaikan bersama, mana yang harus kulakukan?

Ia menatap ponselnya yang akhir-akhir ini sungguh sepi itu. Temannya tidak banyak, juga tidak sering mengobrol lewat aplikasi chatting. Seperti Ilhoon, lelaki itu bukan tipikal orang yang senang menghabiskan waktunya dengan chat bertele-tele – ya tentu saja, orang itu super sibuk.

Bagaimana dengan Hyunsik? Jangan tanya. Lelaki itu sepertinya lupa bahwa ia sedang memiliki kekasih.

Gadis itu menelan ludahnya dalam-dalam. Benar kata Ilhoon, tidak baik berlama-lama dalam situasi seperti ini.

Ia tidak mau masalah yang sebenarnya sepele ini dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian berarti. Masih banyak masalah lain yang harus ia hadapi sebagai seorang mahasiswa. Studinya masih panjang, ia tidak boleh lemah oleh hal-hal picisan.

Akhirnya Seunghee mengambil keputusan. Ditemani secangkir kopi, seutas earphone yang terhubung ke laptopnya, sebuah notes kosong dan bolpoin, ia akan melakukan 'observasi' tentang sang kekasih yang rumit itu. Masih ada waktu beberapa jam sebelum kelas siangnya nanti, setidaknya hari ini ia bisa menuliskan lirik lagunya dan memikirkannya lagi nanti.

***

"Joo, ajari aku pakai make up."

Ucapan Seungmi yang duduk di sampingnya itu seketika membuat Namjoo membelalakan mata bulatnya dan menoleh tak percaya. Ia menaruh telapak tangannya diatas kening Seungmi.

Seungmi menyingkirkan tangan sahabatnya itu. "Aish, kenapa?"

"Kukira kau sedang demam," bisik Namjoo polos. Lalu tiba-tiba mulutnya yang sedang membulat berubah menjadi seringai. "ceritakan padaku. Minjae sudah mengajakmu kencan?"

"Haaah, kau ini. Selalu saja itu yang dibahas, tidak ada kemajuan. Aku dan Minjae berteman saja, tidak lebih. Ini acara lain."

Keduanya terus berbisik-bisik di sela kelas kuliah umum hari ini. mereka duduk di kursi belakang, jadi tidak perlu khawatir diperhatikan sang profesor yang sedang presentasi di depan ratusan siswa di aula itu.

"Apa?!" pekik Namjoo, membuat beberapa mahasiswa melirik heran ke arahnya. Gadis itu nyengir dan memelankan suaranya. "dengan.. Hyunsik Sunbae?"

"Bukan kencan. Nanti kujelaskan sehabis kelas." Seungmi tersenyum lebar.

Durasi dua jam kuliah umum itu akhirnya usai juga. Puluhan mahasiswa berhamburan menuju pintu keluar aula karena ingin segera mengisi perutnya yang keroncongan di jam makan siang. Namun dua gadis itu masih betah duduk di tempatnya. Seungmi menceritakan pertemuannya dengan Hyunsik beberapa hari lalu dengan antusias.

Namjoo mengernyitkan dahi, membaca raut wajah Seungmi yang terlampau bahagia untuk bertemu seorang senior.

"Ini bukan cinta lama bersemi kembali, kan?" tanyanya dengan nada penuh curiga.

Seungmi menelan ludah. "Sudah kubilang, bukan."

"Yakin?" selidik Namjoo lagi. Seungmi menghela napas panjang.

"Baiklah, aku memang masih menyukainya, meski tinggal seujung kuku, ya, sedikit sekali," ia menjentikkan dua jarinya. Mencoba meyakinkan temannya dan – sejujurnya – meyakinkan dirinya sendiri.

B[L]ACKSTREETWhere stories live. Discover now