Chapter 12

8.1K 707 39
                                    

Setelah kejadian itu, Rizki tampak over protektif terhadapku. Kemanapun aku pergi dia akan ikut, bahkan dia akan bolos sekolah hanya untuk menemaniny. Aku menghela nafas saat melihat Rizki masih tertidur di kasurnya.

"Rizki bangun..." Ucapku sambil mengguncang tubuh Rizki.

Rizki hanya melenguh, enggan membuka matanya.

"Aku ingin pergi ke pasar" Ucapku bohong.

Seketika Rizki langsung menbuka matanya dalam satu hitungan dan berdiri dari kasur. Aku hanya terkekeh melihat kelakuan Rizki.

"Aku bohong" Ucapku kemudian.

Rizki menatapku tajam lalu kembali duduk di kasur untuk mengumpulkan nyawanya yang seakan terbang itu. Aku duduk disamping Rizki dan menyandar pada pundaknya.

"Sekarang hari senin, kau sebaiknya sekolah" Ucapku.

Rizki hanya mengangguk, tangannya terulur lalu mengusap rambutku. Aku memejamkan mata menikmati usapan Rizki.

Rizki beranjak dari kasur lalu masuk kedalam kamar mandi, sedangkan aku pergi ke dapur untuk membuat makanan.

Rizki datang saat makanan sudah tersaji di depan mata. Seragamnya melekat pada tubuhnya yang indah. Aku tersenyum. Sudah lama tidak melihat pemandangan ini.

Kami makan dalam diam, Rizki memang tidak suka berbicara saat makan. Kecuali memang penting. Setelah makan aku mengantar Rizki sampai gerbang, dia mengecup keningku sebelum akhirnya pamit dan berangkat menuju sekolah.

Seminggu aku keluar dari rumah sakit. Setelah memutuskan apa yang terbaik untukku, aku memilih untuk tinggal bersama Rizki. Kevin awalnya menolak keras, tapi dia juga ingin menghargai perasaanku dan akhirnya mengizinkanku dengan syarat dia akan sering berkunjung. Rizki tinggal bersama kedua orangtuanya, tetapi dia bilang selama dua tahun orangtuanya akan bulan madu ke luar negeri. Aku maupun Rizki sama-sama bingung, bagaimana bisa bulan madu selama dua tahun?

Aku juga berhenti sekolah, aku tidak mungkin pergi kesekolah dengan perut yang melendung. Tidur bersama Rizki membuatku sadar, selama ini aku memberikan mimpi buruk untuk Rizki. Selama aku tinggal disini, Rizki tidak pernah tidur tenang. Dia selalu menangis pada tengah malam sambil memeluk tubuhku.

Aku duduk disofa sambil menatap TV yang menyala. Sangat bosan rasanya menonton TV sendirian. Aku memejamkan mata sejenak lalu tertidur.
.
.
.
.
.
Aku terbangun saat merasakan ada pergerakan di sampingku. Aku mengerjapkan mata dan menatap Rizki yang tertidur di hadapanku. Aku mengguncang tubuh Rizki.

"Rizki...." Ucapku serak.

"Hmmm??" Guman Rizki

"Aku ingin Ice Cream Rizki" Rengekku.

Rizki membuka matanya lalu mengernyitkan halisnya.

"Ini tengah malam Dika" Ucap Rizki mengingatkan.

Aku menggeleng manja dan sengaja menarik narik piyama Rizki. Rasanya aku ingin sekali ice cream.

"Jangan bilang kamu ngidam?" Tanya Rizki horror. Aku hanya menaikkan halisku tidak mengerti.

Rizki menghela nafas lalu mengambil kunci mobilnya di meja nakas. "Ayo" ucapnya lalu berjalan keluar rumah.
.
.
.
.
Kami mengelilingi kota sudah lebih dari 1 jam, tapi keberadaan kedai ice cream tidak ditemukan juga. Awalnya Rizki menawarkanku untuk membeli di supermarket, tapi aku menolaknya. Aku ingin merasakan ice cream yang di buat bapak-bapak berjenggot.

Setelah pencarian lama kami, akhirnya kami menemukan hidayah. Kedai ice cream yang terbilang kecil masih buka walaupun terlihat sepi. Buru-buru aku membuka pintu walaupun mobil masih melesat pelan. Aku bersyukur aku tidak tersungkur dan mencium aspal. Tapi saat ini aku tidak peduli, aku ingin segera masuk.

Fake Boyfriend (BXB) (End)Where stories live. Discover now