Chapter 26

5K 429 9
                                    

Dika POV

Aku melangkahkan kakiku memasuki sekolah dengan malas. Dengan Rizki yang telah lulus, kini aku harus memulai hidup baru tanpa Rizki. Disekolah.

Rencana Rizki untuk memasuki Universitas Indonesia terkabul begitu saja. Sesuai janjinya, dia bekerja paruh waktu di Perusahaan ayahnya. Aku tidak melarangnya, ini semua demi kebaikan hidup kami.

Tapi, kini aku sadar satu hal. Tanpa ada Rizki dan Kevin, aku bukan siapa-siapa.

Byurr!!

Aku merasakan basah disekujur tubuhku saat seember air melayang begitu saja ke atas kepalaku. Saat aku mencium baunya, aku tahu benar apa air itu. Air limbah dengan bau yang sangat busuk.

"Hei, kau masih belum jera juga setelah kami menjahilimu kemarin?" ucap seseorang.

Aku menatap orang itu malas. Ntah sejak kapan aku menjadi tidak peduli dengan pembullyan ini. Aku sudah dibully selama lebih dari seminggu. Semejak Rizki dan Kevin lulus, tidak ada yang dapat membantuku.

Tidak satupun.

Bahkan Farhan hanya dapat menatapku iba dibalik pagar lapangan. Aku tersenyum pada Farhan, mencoba membuatnya untuk tidak mencemaskan keadaanku.

"Kau punya mulut tidak?!" marah wanita itu menjambak rambutku.

Rasa sakit dirambutku tidak seberapa dengan penghinaan ini. Tapi aku harus menahannya. Demi Rizki. Dan demi anak kami. Karena jika Rizki tau, ia akan khawatir. Aku tidak mau merepotkannya.

Masalah sekecil ini, harus bisa aku hadapi.

Sendirian.

"M-Maaf, kak..." ucapku gugup sambil menatap wanita itu.

Masih tatapan malas.

"Ck! Kalau kau meminta maaf, perlihatkan rasa penyesalanmu!" teriak wanita itu sambil menjambak rambutku lebih kuat. Dapat ku rasakan beberapa helai rambut yang terputus.

"M-Maaf, kak. Aku mohon." ucapku mencoba membuat wajahku seakan memelas.

"Sialan! Ayo pergi!" seru wanita itu lalu mengajak teman-sebangsanya meninggalkan lapangan.

Aku mengusap wajahku dan berusaha untuk tidak mencium bau menyengat yang mulai menyatu dengan tubuhku. Semejak Rizki dan Kevin pergi, mereka-para fans Rizki seakan diberi kesempatan untuk menyiksaku. Aku mulai merasakan lingkungan ini bukan sekolah lagi.

Melainkan penjara.

"Dika!" suara seseorang menyadarkan lamunanku. Aku menatap Farhan yang menghampiriku.

"Ada apa?" tanyaku sambil terus memaksakan senyumanku.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Tidak apa-apa? Apa dengan tubuh seperti ini pantas dikatakan tidak apa-apa?

"Aku tidak apa-apa, Farhan. Aku harus mandi. Sebentar lagi jam pertama akan dimulai." Aku langsung melangkahkan kakiku pergi meninggalkan Farhan.

"Aku ikut!" dapat aku dengar jejak kaki Farhan yang berlari menyusulku.

Aku membuka pintu toilet lalu merongoh tas sekolahku untuk mengambil sabun beserta shampo. Pembully-an yang mereka lakukan membuatku sadar untuk terus menjaga diri.

Aku membuka shower dan mengguyur tubuhku yang sudah bebas dari pakaian. Aku sangat beruntung karena disekolahku ada toilet khusus untuk membersihkan tubuh. Klub olahraga yang sering memakainya.

"Dika..." suara Farhan membuatku tersentak.

"Apa?" tanyaku singkat.

"Kau yakin tidak akan memberitahu Rizki?" tanyanya.

Fake Boyfriend (BXB) (End)Where stories live. Discover now