7. Mayday!

15.6K 1.5K 145
                                    

***

HIDUPNYA kini benar-benar berubah seperti kandang ayam, berantakan, tak beraturan dan terlalu ambigu. Sakura pernah patah hati, dan itu terjadi dengan sangat hebat. Meski ia masih remaja dan terbilang masih sangat naif, tetapi ia mengerti bagaimana rasanya seolah hancur berkeping-keping. Sakura tak berselera untuk melakukan apa pun, kehidupan di sekitarnya berubah suram, sama sekali tak menyenangkan.

Sakura terkadang malu mengingat hal tersebut.

Dan saat ini, hanya karena seorang lelaki yang datang kurang dari satu minggu dalam ruang lingkupnya, Sakura nyaris merasakan hal itu lagi. Memalukan, sama sekali bukan gayanya untuk merasa patah hati pada Sasuke Uchiha, si berandalan yang sangat professional dalam bidang penghasilan air mata para gadis. Sasuke akan menjadi kaya raya jika itu adalah sejenis usaha.

Berapa banyak gadis yang menangis untuknya? Puluhan? Ratusan? Atau ribuan? Jika air mata mereka adalah uang, itu mungkin bisa disumbangkan pada panti asuhan.

Karin mendekat ke arahnya dengan segelas anggur yang entah gadis itu dapat dari mana, Sakura tidak tahu ke mana Karin semalam, dan terlalu lelah untuk bertanya. "Kau tahu Sakura, mendekati Sasuke adalah hal yang salah."

"Aku tidak mendekatinya," Sakura menggigit bibir saat jawaban yang bertolak belakang meledak dalam kepalanya. "Dia yang mendekatiku."

"Dan kau tidak menolaknya." Melihat respon Sakura yang memilih untuk bungkam membuat Karin menghela napas dengan sabar, gadis itu sadar diri bahwa yang Karin katakan itu memang benar. Karin menyandarkan punggungnya pada dinding seraya meresapi anggur dalam gelas, kemudian kembali melanjutkan "Kau berpacaran dengan Sasuke?"

"Apa? Tentu saja tidak!" jawab Sakura, yang gadis merah itu respon hanya dengan tarikan salah satu alis.

"Of course not. Tapi aku tentu sangat tahu tentang dirimu. Kau tertarik padanya, dan berhenti menjadi gadis munafik di hadapanku."

Jawaban yang sedikit sinis dari Karin membuat Sakura mendongak, melihat temannya kini menatap Sakura seolah ia adalah benda murah. Sakura mendecap, merasa terhina. "Kau bukan Ibuku. Urus urusanmu sendiri dan jangan menatapku seolah aku adalah anak lima tahun yang baru saja belajar berhitung!"

Karin membuka mulutnya tak percaya, "Aku peduli padamu, sialan!"

"Shut fucking up," Sakura bangkit kemudian menyambar mantel hangatnya yang tergantung di sandaran kursi, mengenakannya dan membuka kenop pintu asrama sedikit lebih kasar. Kedua pipinya memerah karena amarah, ketika ia menoleh ke tempat di mana Karin berada, perasaannya tiba-tiba saja berubah menjadi awan mendung. "Kau tahu aku benci diperlakukan seperti ini."

Pintu terbuka lalu tertutup tepat di depan wajahnya. Karin menutup mata, mengambil napas kemudian mengembuskannya ke udara untuk menekan turun emosinya yang nyaris memuncak. Sakura hanya sedang kalut dan bingung, maka gadis itu akan meledak tanpa sebab seperti saat ini.

Karin mendengus kasar, kemudian bergumam samar di balik pintu yang tertutup. "Persetan!"

***

Sakura tahu bahwa apa yang ia lakukan adalah salah, berteriak dan menyentak Karin seperti itu bukanlah jalan keluar seperti yang ia inginkan. Sakura mengerang, menendang botol kaleng yang berada di kakinya sembarang arah, kemudian memilih beristirahat di antara kursi kayu trotoar.

Sekarang, apa yang akan ia lakukan? Melakukan konser bunuh diri pada salah satu gedung tertinggi yang ada di Seattle mungkin menarik, atau tidak sama sekali.

Seseorang duduk di sampingnya, menghela napas dan menaruh botol kaleng yang sebelumnya Sakura tendang sekuat tenaga entah ke mana. "Benda ini mengenai punggungku, dan itu rasanya sakit sekali."

MADNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang