20. At the end that hurts so good

7.8K 793 206
                                    

SHIKAMARU menguap, berjalan demgan mata terpejam seraya menggenggam segelas air putih hangat. Berniat untuk ke lantai dua untuk tidur dengan nyaman pada salah satu kamar, tetapi niatnya hilang ketika dari arah pintu utama terdengar suara jeritan seorang gadis, samar-samar tetapi cukup jelas. Shikamaru membuka kedua matanya sangat lebar. Menguping memang bukan kebiasaannya, tapi seru juga.

"Mmh ya, di sana."

Apa itu Sasuke dan pacarnya? Kapan gadis gulali itu masuk kemari? Shikamaru menggeleng, kemudian berniat kembali turun ke bawah sebelum ia berpapasan dengan Deidara di bawah anak tangga. "Mau kemana kau?" tanya Shikamaru.

"Ke atas," jawab Deidara. "Kenapa?"

"Lebih baik kau di bawah jika tidak ingin mati konyol di tangan Sasuke."

"Harder!"

"Hah? Kenapa?"

Shikamaru tidak menjawab, melainkan membuat kode di antara jari tangannya yang dilipat pada Deidara. Sial, apa si pirang ini tidak mendengar suara silaturahmi kelamin di dalam sana?

"Oh, Sasuke sedang mantap mantap?"

***

Tenten mengernyit ketika Sakura muncul di balik pintu Cafetaria, "Kenapa kau berjalan seperti kuda?"

Sakura tersipu, ia menutupi pipinya dengan helaian anak rambut dan berdiri tegak seolah nyeri di kewanitaannya tidak pernah ada. Sialan Sasuke. Manusia itu menyetubuhinya seperti kudanil yang kesurupan. Diam sebentar kemudian tegang dan dihajar, seperti itu terus hingga suara ayam di depan pagar hosastion berkokok. "Pahaku sakit, terlalu banyak olahraga." ujar Sakura.

"Oh?" Tenten menyipit, kemudian memberi Sakura topi kerja dan celemek milik gadis itu untuk dikenakan. "Giliranmu jaga, aku ada urusan dan sudah izin pada Takeni untuk memintanya kerja full shift."

Ia mengangguk dan menerimanya. Tidak masalah, ia bisa bekerja tanpa banyak berjalan-jalan jika bersama Takeni, fokus di berdiri bagian kasir tanpa harus membersihkan meja-meja kotor. Sakura tersenyum canggung, "Enjoy your time, Ten."

Apa ia baru saja mendengar Sakura berbahasa sopan? Tenten mengernyit heran kemudian menjawab, "I do." Tenten tertawa, lalu bergegas menuju kantor belakang untuk mengambil barang-barang miliknya.

Ketika melangkah keluar Cafetaria, Neji berdiri di antara salah satu mobil area parkir. Menatap pada Tenten dengan pandangan yang tidak seharusnya berada di sana. Tenten terkesiap, merasa jantungnya merosot ke bawah dan berseluncur di area lambung. Ia mungkin salah, Neji bisa saja menunggu Sakura yang tengah bekerja hari ini, bukan menunggunya keluar. Neji telah berubah, bukan Neji yang ia kenal seperti dulu dan Tenten tidak akan pernah mengenalinya lagi.

Ia berjalan melewatinya, tetapi saat Neji membuka suara, Tenten tak bergerak. Matanya panas kemudian berair.

"Maaf." bisik Neji.

Dan Tenten pergi tanpa menoleh ke belakang.

***

Sakura berguling-guling samping, terlentang menghadap langit-langit kamar tersebut dengan senyum di wajahnya. "Ya, aku akan berkunjung ke sana sesekali, tenang saja. Aku bukan anak yang tidak tahu diri dengan tidak mengunjungimu, Sasori."

"Tumben," Sasori terkekeh seraya meletakkan penggarisnya ke tepi meja, tak lama menghela napas kecil. Ia meraih cangkir kopinya, memandangi foto mereka di dalam bingkai kecil yang terpajang di meja kerjanya. "Kau tahu, aku rindu melumuri baju kita dengan tanah basah."

MADNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang