9. Oh no!

15.2K 1.5K 250
                                    

P.s: aku nulis sambil dengerin Fire — BTS, ga nyambung emang kwkwk.

***

SETELAH berdiam diri selama hampir setengah jam di hadapan lemari pendingin, Sasuke akhirnya menyerah diiringi helaan napas panjang. Otaknya pintar, tetapi sayang itu tidak satu paket dengan keahlian memasak. Netranya berpindah tempat antara isi lemari pendingin miliknya yang kosong dan satu mangkuk yang nyaris berdebu karena tidak pernah ia gunakan.

Sasuke terbiasa memesan makanan cepat saji sejak hidup seorang diri, dan sekarang ia bahkan tidak tahu caranya memasak bubur untuk Sakura.

Terlebih saat ini sudah menjelang pagi, Sasuke sama sekali belum tidur meski hanya beberapa menit, tetapi itu tidak masalah. Ia bahkan bisa bertahan selama dua hari tanpa tidur jika dalam keadaan genting. Namun saat ini, kepalanya seakan mau pecah. Sasuke benar-benar menyesal tidak pernah mendengarkan ucapan Ibunya saat ia masih menetap di sana, bahwa makanan cepat saji tidak selamanya bisa menjadi jalan pintas.

Sasuke menghela napas, meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja bar kemudian menghubungi seseorang.

Well, semoga Ibunya tidak mengutuk Sasuke karena telah menyamar menjadi dirinya beberapa waktu lalu.

Sambungan telepon terhubung, sontak membuat Sasuke menahan napas dan terkekeh canggung. "Hello Mom."

"Hai sayang. Kupikir di luar tidak sedang hujan lebat, keajaiban apa yang membuatmu menghubungi Ibu hm?"

Suara Mikoto di seberang sana terdengar lelah, atau karena Sasuke yang menghubungi sang ibu disaat matahari bahkan belum menaiki cakrawala. "Kau salah Mom, di luar hujan lebat. Kau bisa melihatnya keluar sekarang juga."

Mikoto tertawa garing, "Ya ya ya, terserah kau saja, dasar anak nakal. Ibu harap kau tidak membuat masalah di kampus hingga Ibu harus datang ke sana. Oh, tidak lagi."

"Sebenarnya tidak, tenang saja Mom. Aku menjadi anak berbakti selama hampir dua jam di pelajaran Wilton."

"Sasuke, kupikir tidak ada dosen yang bernama Wilton di WSU."

"Oh, mungkin namanya Weston? Wingston? Anton? Apa dia ganti nama?" ucap Sasuke masa bodoh. "Omong-omong Mom, tidak penting nama pria itu di sini. Aku ingin membuat bubur, tapi sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya membuat beras itu menjadi lunak dan enak."

"Kau akan memasak?" Suara tawa Mikoto pecah di seberang sana, seolah mendengar bahwa putranya akan melakukan konser buka celana di depan umum. "Dengan siapa kau di apartemen?"

"Boneka cantik," jawab Sasuke, turut tertawa ketika Mikoto kembali tertawa ringan di seberang sana. "Jadi ... bagaimana caranya?"

"Kau pergi ke minimarket dua puluh empat jam dan catat bahan-bahan yang Ibu sebutkan, karena Ibu tahu saat ini sama sekali tidak ada persediaan bahan makanan dalam lemarimu."

***

Sakura mengkerut, merasa terganggu karena sesuatu yang menyorot tepat di depan wajahnya, kemudian memilih untuk berguling membelakangi cahaya matahari yang menyelinap di antara gorden kamar. Ia menghirup harum familiar yang memasuki indra penciumannya, kemudian dengan perlahan meraba dataran ranjang lembut yang sangat kontras dengan ranjang di asrama. Seharusnya sedikit kasar dan berbulu, tidak lembut sehalus sutra seperti yang saat ini ia sentuh.

MADNESSWhere stories live. Discover now