10. A Problem

14.1K 1.4K 153
                                    

Mulmed; Pretty Girl — Maggie Lindemann

***

SAKURA menghela napas ketika dirasa dua bola mata gelap milik pemuda itu masih senantiasa memelototinya di seberang sana, seolah ia adalah benda yang mudah hilang dan butuh pengawasan ekstra. Sasuke bahkan mengajukan diri secara sukarela untuk menunggu Sakura di cafe hingga shift kerjanya habis hari ini, meskipun Neji sudah lama keluar dari mejanya dan pulang.

Pantatnya panas, Sakura yakin Sasuke tengah melihat dirinya di bagian sana.

"Pacarmu benar-benar perhatian bukan?" bisik Tenten bercanda seraya menyikut Sakura, kemudian tak lama tertawa keras ketika melihat raut wajah gadis itu mulai memerah karena malu.

"Dia si bajingan sinting, seharusnya security menyeretnya keluar. Lagi pula, dia tidak memesan apa pun sejak dia duduk di sana." balas Sakura diakhiri helaan napas panjang, memilih untuk mengambil nampan kosong untuk membawa pesanan meja lain.

"Tapi yang kulihat, kau menyukai keberadaannya," Tenten mengambil alih nampan yang Sakura bawa ke dalam pelukannya, kemudian memberi kode pada si merah muda untuk pergi. "Bagianmu sudah selesai, Vanessa akan ke depan untuk pergantian shift. Jangan buat dia menunggu."

Sakura memutar kedua bola matanya, tiba-tiba saja merasa malu jika harus berhadapan dengan Sasuke lagi. "You're really suck."

"I did it, Baby."

Suara tawa Tenten yang semakin keras hanya membuat Sakura semakin memerah dan matang. Akhirnya ia melepas turun topi cafe dari kepalanya, kemudian berjalan keluar menuju ke arah Sasuke yang masih setia dengan tatapan maut, seakan mengajak Sakura untuk bertanding siapa yang dapat lebih lama memandang tanpa berkedip.

Dasar manusia kurang kerjaan.

"Aku sudah memintamu pulang untuk yang kesekian kalinya," ucap Sakura ketika ia sampai di sana, melipat kedua tangannya di bawah dada diiringi beberapa kali gelengan kepala. "Aku sudah selesai, dan akan kembali ke kampus sekarang."

Sasuke mengernyit, "Kenapa kau ke sana?"

"Kenapa kau bertanya kenapa? Aku ada jadwal."

Raut wajah Sasuke berubah menjadi awan mendung. "Ada pilihan untuk membolos, Babe." ucapnya, nyaris terdengar seperti sedang merajuk pada Sakura. Merayu agar gadis itu berbelok dari tujuannya saat ini. "Aku tidak bisa bersamamu jika di sana."

"Aku tidak memintamu untuk membolos bukan? Jika kau tidak kabur di jam pelajaran, kita masih bisa bersama meskipun aku tengah berada di dalam kelas." ucapan Sakura membuat masing-masing sudut bibir pemuda itu turun melengkung ke bawah, dan itu terlihat lucu. Oh, apakah Sasuke benar-benar tengah merajuk?

Sasuke berdiri dari kursinya, meraih jaket yang ia sampirkan di sandaran kursi kemudian menghela napas ringan. "Okay."

"Okay?" tanya Sakura mengulangi, membiarkan Sasuke memasangkan jaket tersebut di sekeliling tubuhnya.

"Aku akan mengantarmu ke sana, kemudian menjemputmu saat kau selesai. Jam berapa kau keluar kelas?"

"Err ... sekitar jam lima."

Sasuke mengangguk, "Jam lima."

***

Karin mencicit seraya mengucapkan beberapa sumpah serapah dalam hati karena kehadiran Sasori yang tiba-tiba ke asrama mereka. Ditambah lagi, adik dari si pria merah sedang tidak berada di sini. Apa yang akan Karin ucapkan jika Sasori kembali bertanya? Berkata bahwa Sakura saat ini memilih tinggal bersama seorang pemuda nakal? Sasori akan segera memenggal kepalanya hidup-hidup.

MADNESSWhere stories live. Discover now