sixteen

2.4K 258 25
                                    

Sudah hampir seminggu berlalu, di mana Sehun dan Seulgi hampir kelepasan di kantor Sehun kalau bukan Jino yang meyadarinya dengan cara memanggil keduanya.

Seulgi sendiri tidak habis pikir. Bagaimana bila mereka kelepasan? Dengan 'berhubungan' bersama Sehun di dalam ruangannya? Tidak lucu jika dengan ke datangan karyawannya yang tiba-tiba.

Jika mereka benar melakukannya saat itu, itu adalah kesalahan terbesar dari seribu satu kesalahan Seulgi yang lainnya. Yang benar saja, mereka 'berhubungan' tanpa ikatan apapun.

Walaupun di sela-sela ciumannya kemarin Sehun berkata jika ia menyukai Seulgi, Ya, dia hanya berkata ia menyukai Seulgi. Tidak meminta Seulgi untuk menjadi kekasihnya, ataupun yang lainnya.

Jadi, sudah seminggu berlalu dan sampai sekarang mereka masih menjalani kehidupan seperti biasanya, jika setiap pagi ingin pergi ke kantor Sehun hanya mencium Jino tapi sekarang kening Seulgi juga di cium olehnya. Dengan status Seulgi yang bukan siapa-siapanya.

Seringkali Seulgi ingin bertanya. Sebenarnya sekarang, siapa dia? Kenapa kemarin Sehun berkata menyukainya tanpa meminta Seulgi untuk menjadi kekasihnya?

Oh Sehun gila! Sudah membuat Seulgi memikirkannya setengah mati seperti ini.

"Hei," Sehun menghampiri Seulgi yang sedang melamun di meja makan sambil menopang wajahnya. "Kenapa melamun? Ini bahkan masih sangat pagi." Ujar Sehun.

Seulgi menoleh, mendapatkan Sehun yang masih memakai kaos putih polosnya dan celana pendek yang biasa Sehun buat untuk bersantai, "Kau belum juga membersihkan badan? Apa kau tidak pergi ke kantor?" Tanya Seulgi.

"Oh, si cantik yang pelupa!" Sehun mengacak rambut Seulgi, "Ini bahkan hari minggu, sayang!" Lanjut Sehun.

Seulgi kembali mengingat, ya, sekarang hari minggu.

"Ingin berjalan-jalan?" Tanya Sehun. Tidak ada jawaban dari Seulgi, perempuan itu menyibukkan dirinya untuk segera memasak, "Aku ingin mengirim donasi, donasi di tempat panti asuhan Jino dulu." Sehun memeluk pinggang Seulgi dari belakang dan mengecup singkat pundak Seulgi yang sedikit terbuka. Wajahnya ia taruh di pundak Seulgi.

Seulgi tegang. Napasnya tiba-tiba berhenti. Detak jantungnya pun juga. Seulgi sudah seperti ingin mati. Ini benar-benar gila. Tapi, Seulgi tidak menolaknya. Dia membiarkan Sehun seperti ini. Ini terlalu sangat nyaman. Berat, berat rasanya jika harus melepas pelukan Sehun.

"Ke panti asuhan? Di mana Jino kau taruh saat itu? Hm?" Ucap Seulgi, berusaha setenang mungkin.

"Ya," Sehun mengangguk.

Seulgi membalikkan tubuhnya supaya berhadapan dengan Sehun. Dia langsung menaruh ke dua lengannya di leher Sehun.

"Baik. Tapi aku harus membuat sarapan terlebih dahulu." Ucap Seulgi. Tangannya masih melingkar di leher Sehun.

Sudah pukul sepuluh pagi. Sehun menjalankan niatnya untuk mendonasikan panti asuhan di mana dulu Jino tinggal di sana.

"Whoaaaa, Jino sangat tampan." Seru Sehun begitu keluar kamar melihat Jino yang sudah rapih dengan pakaiannya.

"Terimakasih, Papa!" Ucap Seulgi yang di ikuti dengan Jino, "Telimakasih, Papa!"

"Ayo, kita ke parkiran!" Ucap Sehun lagi. Dia berjalan lebih dulu dengan di ikuti Seulgi dan Jino dari belakang.

That Man [SEULHUN]Where stories live. Discover now