twenty

2K 240 29
                                    

Rambutnya sedikit teracak-acak karena hembusan angin yang kencang, suara kendaraan terdengar sangat jelas di kupingnya. Malam ini cuaca di Kota cukup dingin. Seulgi berjalan menyusuri Kota Seoul ini dengan di baluti blazer cokelat yang ia beli saat itu bersama Sehun.

Seulgi tidak lagi pergi ke apartemen Krystal. Diam-diam ia telah mencari tiket untuk pergi ke Busan. Kenapa ke Busan? Seulgi ingat, ingat sangat jelas. Ibu-nya masih mempunyai adik perempuan di sana.

Sudah ada empat puluh lima menit Seulgi berjalan menyusuri Kota, sesekali melirik ke arah jalan untuk memastikan adanya taksi untuk dia ke bandara.

Seulgi memilih pergi karena Seulgi merasa ia seharusnya memang tidak datang ke kehidupan Sehun. Seulgi bukanlah titik kebahagiaan Sehun maupun Ibu-nya.

Seulgi adalah perusak. Seharusnya, jika Seulgi tidak ada, Sehun bisa dan mempunyai banyak kesempatan untuk kembali lagi kepada Hayoung. Dan jika Seulgi tidak ada, Ibu-nya tidak perlu memaksa Sehun kembali pada Hayoung.

Dan Jino, mungkin sudah saatnya Jino harus terbiasa dengan Hayoung karena Hayoung memanglah Ibu kandungnya, bukan Seulgi. Tidak hanya akan merindukan Sehun pasti Seulgi juga akan amat sangat merindukan Jino-nya.

Bukan, bukan Jino-nya. Tapi, Jino mereka. Mereka yang seharusnya sekarang, bahkan selamanya bahagia.

Di Busan sana, sang Bibi hanya tahu Seulgi yang masih mempunyai suami, tinggal bersama dengan suaminya, hidup bahagia dengan suaminya. Tapi nyatanya tidak.

Seulgi masih mempunyai buku hitam peninggalan Ibu-nya. Tidak, bukan peninggalan sang Ibu memang suka menulis alamat rumah keluarganya. Dan Seulgi berharap sang Bibi masih menetap di sana.

Tak lama, taksi melintas di hadapan Seulgi membuat Seulgi melambaikan tangan mengisyaratkan supaya taksi itu berhenti.

* * *

Sehun membuka pintu mobilnya dengan kasar, lalu menutup mobilnya dengan kasar juga. Jino sudah ada di gendongannya, palanya bersender di pundak Sehun. Sehun membawa Jino ke rumah Ibu-nya.

Disinilah Sehun sekarang, berdiri di rumah besar dan penuh dengan berjuta-juta kenangan.

Sehun memencet bel rumah Ibu-nya berkali-kali. Pikirannya kacau, ia akan pergi untuk membuat dirinya lebih tenang.

"Tuan Sehun?!" Pekik pembantu rumah tangga itu. "Nyonya Oh! Tuan Sehun datang!" Teriak pembantu rumah tangga itu.

Sehun melangkah masuk lalu menaruh Jino di sofa besar itu. Sehun duduk lalu menyenderkan palanya di sofa.

"Oh Sehun? Sudah lama kau tidak menginjakan kaki ke rumah ini. Ada apa?" Nyonya Oh menyusul Sehun kemudian duduk di hadapan Sehun.

Sehun menatap Ibu-nya, "Kau tahu? Kang Seulgi itu pergi, Bu." Ucap Sehun dengan penuh emosi.

Sehun benar-benar merasa sangat merasa kehilangan.

Nyonya Oh memicingkan mata kemudian tertawa puas.

"Oh ya?" Nyonya Oh masih tertawa. "Itu sangat bagus! Wanita yang tidak berguna itu memang pantas pergi. Hahaha."

"Tidak berguna ketika Seulgi telah merawat Jino bahkan sampai sebesar ini?" Ucap Sehun sinis, "Kau terlihat kasihan ketika sudah termakan omong kosong Hayoung." Lanjut Sehun.

"JAGA MULUT MU OH SEHUN! HAYOUNG ADALAH TITIK KEBAHAGIAAN MU BUKAN WANITA ITU." Nyonya Oh berdiri, kemudian menunjuk Sehun menggunakan jarinya.

"Dulu aku memang bahagia bersama Hayoung. Tapi sekarang sama sekali tidak!" Saut Sehun.

That Man [SEULHUN]Where stories live. Discover now