2

4.6K 131 0
                                    


-Satu hari sebelum Pernikahan-

Terlihat Ana sedang sibuk mengecek semua keperluan pernikahan pada daftar catatan di buku kecilnya. Ana duduk di ruang tamu, sedang beberapa orang dari tempat persewaan dekorasi pernikahan terlihat sibuk memasang dan menghiasi semua ruangan untuk acara pernikahan besok pagi. Malam ini akan menjadi malam yang sangat melelahkan bagi Ana. Untung ada Lily dan Mang Tarjo yang selalu siap membantunya.

"Non... Semua dekornya sudah terpasang. Silahkan Non lihat dulu, siapa tau ada yang kurang Non," kata mang Tarjo kepada Ana.

"Iya Mang." Kemudian Ana pun berdiri dan mulai mengecek semua dekorasinya. Dekorasinya terlihat sederhana tapi sangat indah untuk dilihat. Semua bernuansa putih sesuai dengan permintaan Nenek Sophia.

"Iya sudah cukup. Ini terlihat indah sekali," kata Ana pada salah satu pegawai dekorasi tersebut.

"Jadi semuanya sudah oke ya mbak? Jadi saya sudah bisa pulang sekarang?" tanya pegawai itu kepada Ana.

"Iya Pak, silahkan! Semuanya sudah selesai."

"Kalau ada yang kurang segera kabari saya ya mbak! Biar bisa segera di benahi."

"Iya baik Pak. Terimakasih."

Kemudian semua pegawai dekorasi itu pun pergi meninggalkan rumah tersebut. Sedang Ana kembali duduk di ruang tamu.

"Non sebaiknya segera istirahat, biar besok pagi bisa segar badannya!" kata Lily kepada Ana.

"Iya sebentar lagi. Bagaimana Nenek sudah tidur?"

"Iya sudah Non."

"O ya kateringnya bagaimana?"

"Sudah saya telpon. Sudah beres Non."

"Baguslah, terimakasih ya. Kau sangat membantuku Li. Entah bagaimana jadinya kalau tidak ada kamu dan mang Tarjo."

"Sudah tugas kami Non."

Ana kemudian menyenderkan badan dan kepalanya pada kursi sofa dan menghela nafas panjang.

"Aku tidak menyangka kalau besok adalah hari pernikahanku," Wajah Ana terlihat tidak senang ketika mengatakan hal itu.

"Maaf Non, bukannya saya mau bermaksud lancang tapi sepertinya Non Ana tidak senang dengan pernikahan ini?"

"Aku tidak tau. Aku hanya melakukan semua ini untuk memenuhi keinginan Nenek."

"Ehm..." Lili hanya mengangguk dan tidak menjawab.

"Kalau menurutmu apa pernikahan seperti yang aku lakukan ini bisa bahagia?"

"Ehm... gimana ya Non. Ya kalau menurut saya, semua pernikahan itu tergantung yang menjalani. Yang penting hidup berkeluarga itu harus ikhlas. Seneng susah pokoknya harus dihadapi Non. Mungkin awalnya dijodohkan tapi dengan berlangsungnya waktu bisa saja kan cinta itu tumbuh dengan sendirinya."

"Tapi bagaimana kalau orang yang menikah denganmu sebenarnya tidak pernah ingin menikah sama sekali dalam hidupnya?"

"Kalau menurut saya ya Non. Namanya batu itu kan keras kalau di tetesi air terus bisa lubang juga. Jadi sekeras apapun hati orang kalau kita dengan ikhlas dan telaten menghadapinya pasti bisa luluh kok Non. Lagian tidak semua pernikahan yang awalnya berlandaskan cinta itu bisa bertahan. Semua juga tergantung ego masing-masing orang."

"Kamu sendiri bagaimana dengan suamimu?"

"Ya sama aja Non. Pokoknya kalau saya sama suami itu cuma satu kuncinya ngak usah aneh-aneh. Udah itu saja! Apapun yang saya kerjakan diluar harus ingat kalau saya sudah punya suami! Begitu juga sebaliknya."

"Ya masalahnya kalau kalian memang sudah mengenal sebelum menikah. Kalau seperti aku ini bagaimana?"

"Ya kalau menurut saya, semua hal itu solusinya adalah komunikasi. Semua hal itu bisa dibicarakan kok Non. Pokoknya jangan sampai Non enggan membicarakan setiap masalah. Non maunya gimana dalam pernikahan ya Non omongin ke pasangan Non. Lagian mau udah mengenal atau belum sebelumnya, pada intinya itu sudah suami Non. Jadi Non berhak untuk didengar suami Non. "

Ana hanya bisa terdiam dan menghela nafas panjang. Semua apa yang dikatakan Lili merasuk pada otak Ana dan memang benar semua apa yang dikatakan Lili. Tapi untuk melakukannya tidak akan semudah itu.

"Ya sudahlah Li. Terimakasih untuk nasehatnya. Sebaiknya sekarang kita istirahat."

"Baik Non. Saya akan mengecek semua pintu dulu. Apa sudah ditutup Mang Tarjo apa belum."

"Ya." Kemudian Ana pun beranjak dari sofa dan segera masuk menuju kamarnya.

Ketika di dalam kamar Ana melihat gaun putih yang digantung dengan rapi di depan pintu lemarinya dengan panjang yang hampir menyapu lantai. Gaun itu terlihat sederhana tapi tetap terlihat elegan. Ana menyentuh gaun itu dan mengedarkan pandangannya dari atas sampai kebawah melihat gaun itu.

Kemudian Ana duduk di pinggiran tempat tidurnya dan menghela nafas. Dia memikirkan apa yang akan terjadi besok. Sekilas dia mengingat wajah Daniel yang akan menjadi suaminya. Apa yang akan terjadi dengan dirinya dan Daniel setelah pernikahan ini. Tiba-tiba Ana teringat dengan perjanjian yang pernah dibicarakan Daniel. Kemudian Ana merebahkan badannya di atas tempat tidurnya sambil memikirkan kira-kira apa yang akan dituliskan Daniel dalam perjanjian itu? Ana sendiri sebenarnya tidak tertarik sama sekali untuk menulis perjanjian untuk Daniel. Karena bagaimanapun ini pernikahan, kita tidak bisa membatasi hubungan pernikahan itu seharusnya. Biarkan semuanya mengalir seperti yang seharusnya. Tapi bagaimana pun itu hanya pemikirannya. Dia tidak bisa memaksa Daniel melakukan seperti yang dia inginkan. Mungkin dengan berlangsungnya waktu ada jalan untuk dia dan Daniel saling mengenal hingga hubungan mereka menjadi lebih dekat. Ana berusaha berfikir positif meskipun masih ada keraguan di dalam pikirannya juga. Ana kemudian berusaha untuk mengosongkan pikirannya dari pikiran-pikiran negativ dan mulai mencoba menutup matanya untuk tidur. 

Anastasia Lee ( One Heart  One Love  One Destiny )Where stories live. Discover now