7

4.2K 176 1
                                    


"Daniel, aku ingin bicara."

Daniel melepaskan kacamata bacanya lalu memandang ke arah Ana.

"Tentang?"

"...." Ana tampak ragu untuk mulai berbicara.

"Tentang kemarin malam..."

"Apa yang ingin kau bicarakan? Cepat katakan!! aku tidak mempunyai banyak waktu," kata Daniel dengan dingin.

"E... aku hanya ingin tau kemana kau pergi semalam?"

Daniel terlihat menghela nafas sebelum menjawab.

"Itu bukan urusanmu! kau tau itu," kata Daniel dengan muka datar.

"Tentu aku tau itu. Tapi seharusnya kau tidak meninggalkan aku seperti kemarin malam tanpa memberikan kabar. Aku menunggumu."

"Aku sudah bilang jangan ikut. Tapi kau tetap saja dengan pendirianmu. Dan sekarang kau ingin menyalahkanku?"

"Kenapa kau selalu berusaha menyudutkan aku? Aku hanya bertanya baik-baik padamu. Kenapa kemarin kamu pergi tanpa mengabari aku? Apa kau pergi dengan Jennifer?" tanya Ana dengan suara mulai meninggi karena kesal.

Sorot mata Daniel terlihat marah sekali, apalagi ketika Ana mulai menyebut nama Jennifer.

"Jangan mulai pertengkaran denganku Ana. Apapun yang aku lakukan bukan urusanmu!! Ingat itu baik-baik!!"

Braaaakkkk....

Terdengar Daniel membanting pintu kamarnya dan kemudian pergi meninggalkan Ana sendirian di dalam kamar.

Ana berusaha menahan segala emosi di hatinya. Seperti dugaan Ana sebelumnya, Daniel tidak akan memberikan penjelasan apa-apa terlebih jika harus minta maaf kepadanya. Daniel bukan tipe orang seperti itu. Sepertinya hati Daniel itu terbuat dari batu. Dia tidak hanya egois tapi juga arogan. Tidak seperti Tony. Tiba-tiba terbesit di hati dan pikiran Ana membandingkan dua sosok pria ini yaitu Daniel dan Tony. Meskipun belum lama mengenal Tony dia bisa merasakan kalau Tony bisa bersikap lebih lembut dari pada Daniel. Andai saja Daniel memiliki sifat yang lembut tentu saja Daniel akan bersikap lebih manusiawi kepadanya, batin Ana. Ana bukan secara sengaja ingin membandingkan pribadi Daniel dan Tony tapi setidaknya dia ingin Daniel bersikap lebih menghargai dirinya. Bagaimanapun juga Ana adalah seorang wanita, dia tidak mungkin mau terus menerus diperlakukan keras oleh Daniel.

Ana selalu berusaha memendam kekecewaan akan semua sikap Daniel padanya.

Pernikahan Ana dan Daniel baru hitungan hari tapi sudah cukup membuat Ana tidak betah untuk menjalaninya.Tapi bagaimanapun semua sudah terlanjur. Pernikahan ini sudah terjadi. Meski hatinya terasa sakit, tidak mungkin Ana bisa mengulang waktu dan membatalkan pernikahan ini.

Kemudian Ana teringat dengan sosok Neneknya yang tinggal di desa, ingin rasanya dirinya segera pulang dan tidak pernah kembali lagi ke rumah ini. Tapi Ana tau kalau sampai dirinya melakukan hal itu, sama saja dia membuat Neneknya bersedih. Dan hal itu mungkin saja akan bisa mempengaruhi kesehatan Neneknya.

Setiap hari Ana selalu saling berkirim pesan dengan Neneknya. Dan setiap kali itu juga Ana harus berpura-pura kepada Neneknya bahwa perkawinannya baik-baik saja. Ana tidak pernah tega membuat Neneknya bersedih memikirkanya, karena hanya Nenek Sophia satu-satunya keluarga yang dia punya dan tentu saja Nenek Sophia sangat berharga untuk Ana. Mata Ana sudah mulai terlihat sembab karena peluh air mata yang terus saja keluar dari matanya. Sebenarnya Ana ingin menahan air matanya tapi ternyata dirinya tidak kuasa untuk itu. Kerinduannya pada sosok Neneknya dan semua hal di kampung halamannya membuat air mata Ana semakin deras.

Anastasia Lee ( One Heart  One Love  One Destiny )Where stories live. Discover now