14

4.8K 202 7
                                    

"Ana... Ana... Ana," Teriak Daniel memanggil Ana di dalam kamar sambil terus mencari Ana di seluruh sudut ruangan di dalam kamar itu. Dan tentu saja tidak ada jawaban dari Ana sama sekali.
Kemudian Daniel yang sangat kebingungan dan juga terlihat jengkel, berusaha mencari Ana kembali ke lantai bawah.
Daniel terlihat terus mencari Ana di sekitar taman belakang dan juga bahkan Daniel mengitari seluruh rumahnya, tapi belum juga menemukan Ana.
Pak Andi (driver di rumah Daniel) yang melihat Daniel terlihat kebingungan, memberanikan diri untuk bertanya kepada Daniel.
"Maaf Tuan Daniel ada yang bisa saya bantu?"
"O ya, pak Andi melihat Ana tidak?"
"Oh Nyonya Ana? Tadi saya liat naik mobil bersama Tuan Tony," jawab Pak Andi dengan jujur.
"Hah?? Dengan Tony?"
"Iya Tuan, betul."
"Sial!! Kemana Tony membawa Ana?"
"Saya kurang tau Tuan. Mereka berdua naik mobil terus langsung pergi saja. Kalau tidak salah ke arah kanan tadi perginya Tuan..."
"Kurang ajar!!! kata Daniel dengan penuh emosi. Sepertinya Daniel benar-benar marah besar kali ini. Pesta ini benar-benar berakhir diluar dugannya.
"Pak, aku minta kunci mobil sekarang!"
"Oh... iya Tuan," kata pak Andi sambil mengambil kunci dari saku celananya dengan cepat.
"Ini Tuan," kata Pak Andi sambil memberikan kunci mobil yang sudah dipegangnya kepada Daniel.
Daniel kemudian segera mengambil kunci mobil dari tangan pak Andi dan segera berlari masuk ke dalam mobil.
Daniel menyalakan mobil dengan terburu-buru dan kemudian segera melajukan mobilnya menuju ke jalanan. Daniel mengemudikan mobil seperti orang gila yang benar-benar kehilangan arah. Dia menyusuri jalanan sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Pikiran Daniel benar-benar sangat kacau saat ini.
Daniel mencoba menghubungi ponsel Ana terus menerus, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Kemudian Daniel juga mencoba untuk menghubungi ponsel Tony. Daniel berharap Tony akan segera mengangkat telpon darinya. Tapi ternyata hal yang sama terjadi. Tony juga tidak mengangkat telponnya.
"Sial!! Kemana mereka pergi?" kata Daniel dengan geram sambil memukul stir mobilnya dengan kuat. Daniel benar-benar di buat sangat marah dengan situasi ini. Tapi tidak ada yang bisa Ia lakukan saat ini. Dan situasi ini benar-benar membuat Daniel menjadi frustasi.

****

Di sepanjang perjalanan, Ana terlihat terus meneteskan air matanya. Sedang Tony yang duduk di kursi pengemudi terlihat hanya bisa diam tanpa bisa berkata apa-apa. Tony tidak ingin mengganggu Ana, dan membiarkan Ana meluapkan emosinya lewat tangisannya.
Terkadang membiarkan seseorang menangis ketika sedang menghadapi suatu masalah adalah obat yang mujarab untuk sedikit mengurangi segala beban di dalam hatinya.
Tony terus saja menancap gas nya tanpa tau arah harus kemana?
Sampai pada akhirnya tanpa sadar, mobil Tony telah melewati daerah pinggiran pantai. Tony yang melihat hal itu langsung memperlambat laju mobilnya dan kemudian memarkir mobilnya pada pinggiran jalan.
"Dimana kita?" tanya Ana dengan mata yang terlihat masih basah dan sembab.
"Kita ada di pinggiran pantai. Lebih baik kita berhenti di sini dulu."
"Ya," jawab Ana sambil melihat ke arah jendela yang berada di sampingnya.
Tony kemudian membuka sedikit jendela mobilnya agar udara laut bisa masuk ke dalam mobilnya.
Suara deru ombak terdengar dengan jelas karena suasana di pinggir pantai itu sangat sepi.
Terlihat Ana hanya diam dan melamun sambil melihat lambaian daun dari pohon yang tertiup angin.
Ana berusaha menenangkan diri agar tidak terus menangis. Meskipun hal itu hampir mustahil untuk dilakukan. Apalagi ketika dirinya harus mengingat perubahan sikap manis Daniel kepada dirinya sebelum peristiwa dengan Jennifer terjadi. Sunguh sangat membuat hati Ana semakin sakit. Kenapa Daniel harus bersikap manis padanya? Apa Daniel hanya ingin mempermainkan dirinya? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul dalam pikiran Ana.
"Ana?"
"Ya?" Ana melihat ke arah Tony yang memanggilnya.
"Apa kau sudah merasa lebih baik?"
"Maaf Tony. Maafkan aku karena membawamu dalam masalahku."
"Tidak! Aku yang menginginkannya sendiri. Jadi kau tidak perlu sungkan!"
"Terimakasih," kata Ana lirih.
"Aku akan selalu ada ketika kau membutuhkan ku," jawab Tony sambil melihat lekat-lekat wajah Ana. Kemudian tangan Tony memegang pipi Ana dan ibu jarinya mengelus lembut pipi Ana.
"Terimakasih. Kau selalu bersikap baik kepadaku meskipun aku tidak bisa membalasnya," jawab Ana sambil melihat mata Tony.
"Sudahlah! Ini bukan tentang aku Ana. Tapi tentang kamu. Apa yang sebenarnya terjadi denganmu dan pernikahanmu? Kalau kau tidak keberatan biarkan aku mendengar ceritamu. Mungkin aku bisa membantumu," jawab Tony dengan pandangan yang sangat tulus kepada Ana.
"Aku tidak tau harus memulai dari mana?"
"Mungkin kau bisa memulainya dari kau mengenal Daniel!"
"Ehm... Aku mengenal Daniel karena aku dijodohkan dengannya."
"Dijodohkan? Serius?" Tony terlihat sangat terkejut karena pernyataan Ana tersebut.
"Ya," jawab Ana sambil mengangguk.
"Bagaimana kalian bisa dijodohkan? Dan kenapa kalian bersedia? Rasanya tidak mungkin ada perjodohan di jaman seperti ini. Apalagi seorang Daniel, rasanya aneh?"
"Nenek ku dan Oma Diana adalah sahabat..."
Belum selesai Ana menjelaskan. Tiba-tiba Tony memotong perkataan Ana,"Oh... ya... tentu saja, Oma Diana. Sepertinya ceritamu mulai masuk akal. Oma Diana selalu bisa melakukan dan menentukan apa saja untuk semua keluarga Stewart."
"Tapi sebenarnya ini ide Nenekku juga. Nenekku sudah tua dan Ia takut kalau aku nanti hidup sendiri jika terjadi sesuatu dengan dirinya."
"Sendiri? Orang tuamu?"
"Mereka sudah meninggal semenjak aku kecil karena kecelakaan."
"Oh maaf. Aku tidak tau."
"Ya, tidak apa-apa."
"Semuanya sudah terjadi. Dan sebenarnya aku sudah tidak mempermasalahkan perjodohanku. Tapi hanya terlalu sulit untuk bisa menghadapi Daniel. Dulu dia menjauhiku, sampai akhirnya aku pikir dia telah berubah. Dan ternyata aku salah. Sepertinya dia hanya ingin mempermainkan ku," raut muka sedih terpancar jelas pada wajah Ana.
"Apa kau mencintai Daniel?"
"Cinta? Aku tidak tau tentang hal itu. Hanya saja hubungan Daniel dan Jennifer..."
"Ehm... apa kau mengira mereka ada hubungan?"
"Aku tidak tau. Tapi foto yang tadi diperlihatkan Jennifer membuatku sangat marah dan juga sedih."
Tony terlihat menghela nafas panjang.
"Ana... apa foto itu membuatmu cemburu?"
"Cemburu? aku tidak mengerti. Tapi seharusnya wajar bukan, apa yang aku rasakan? Bagaimana aku bisa tidak marah kalau aku melihat foto mereka berdua sedang berciuman? Semua istri pasti merasakan hal yang sama saat mereka berada diposisiku."
"Istri sesungguhnya Ana. Meski kau istri Daniel tapi kalau kau tidak mempunyai perasaan terhadap Daniel, maka kau tidak akan semarah dan sesedih ini. Kau mencintai Daniel. Itu yang kau rasakan padanya sekarang!"
"Apa kau yakin dengan hal itu?" tanya Ana dengan ragu, karena Ana bahkan tidak bisa memahami perasaannya sendiri sekarang.
"Ya. Kau sangat mencintainya. Itu kenapa kau bisa merasa tersakiti seperti ini."
Ana menghela nafas mendengar penjelasan Tony. Sebenarnya hampir mustahil jika perasaan cinta bisa hadir dalam hatinya. Selama ini Ana bahkan tidak pernah mengerti dengan namanya jatuh cinta. Apalagi untuk seorang seperti Daniel. Ana terlihat termenung sementara waktu sambil mencerna kata-kata Tony.
"Jadi menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
"Perjuangkan apa yang harus menjadi milikmu!"
"Tapi aku merasa sangat membencinya saat ini," jawab Ana lirih.
Tony tiba-tiba tertawa karena mendengar ucapan Ana. Dan hal itu membuat Ana menjadi bingung dan sedikit jengkel.
"Kenapa kau tertawa. Memang ada yang lucu?" tanya Ana dengan sedikit ketus.
"Maaf... maaf... Aku tidak bermaksud menertawakan masalahmu. Sungguh! Hanya saja kalau kau tau, aku sangat bahagia mendengarmu mengatakan membenci Daniel."
"Maksudmu?"
"Ana... jujur saja! Kau tau kalau aku sangat menyukaimu. Dan tentu saja aku senang, jika kau membenci satu-satunya saingan terberatku."
"Maksudmu kau senang kalau aku membenci Daniel, sehingga ada kemungkinan aku bisa menyukaimu?"
"Yup!" jawab Tony dengan mantap sambil menganggukkan kepalanya.
"Oh jadi kau menginginkan aku berpisah dengan Daniel? begitu?"
"Ya mungkin."
"Kau ternyata sama menyebalkannya dengan Daniel," jawab Ana dengan muka sewot.
Tony pun kembali tertawa karena melihat tingkah Ana yang mulai terlihat jengkel dengannya.
"Ayolah Ana, jangan terlalu serius. Aku hanya bercanda. Tentu saja aku sangat menyukaimu. Tapi aku sadar kalau aku tidak bisa berada diantara kalian. Aku melihatmu sangat bahagia bersama Daniel waktu pesta tadi."
"Kau melihat aku?"
"Ya, tentu saja aku melihatmu. Aku sadar dari caramu memandang Daniel. Kau sangat bahagia berada disampingnya. Aku tidak akan bisa menggantikan posisi Daniel. Karena aku bukan dia," jawab Tony dengan serius.
"Tapi meski itu benar, aku rasa tetap saja aku tidak ada artinya di hadapan Daniel."
"Kenapa kau tidak cari tau?"
"Tony?"
"Ya," Tony melihat ke arah Ana.
"Bagaimana kau bisa mengatakan semua ini? Maksudku, kau mengatakan menyukaiku. Tapi kau dengan santai menanggapi semua masalahku dengan bijak. Bagaimana kau bisa melakukannya?"
"Tidak semudah itu Ana. Aku juga merasakan cemburu dan juga sakit hati. Kau pikir mudah melihat Daniel di dekatmu dan menciummu? Itu sangat berat. Sama seperti yang kau rasakan saat ini. Yang kulakukan hanya terus berusaha berfikir sehat. Aku sadar dari awal kau tidak bisa ku miliki. Yang kulakukan sekarang, hanya berusaha untuk melakukan yang aku bisa untuk menjaga orang yang kucintai. Kau mengerti?" Kata Tony sambil mengelus kepala Ana sambil tersenyum.
Tony hanya berusaha memberikan yang terbaik, yang bisa Ia lakukan untuk Ana. Wanita yang Ia puja dan juga Ia cintai. Meski berat, tapi melihat Ana bahagia bersama Daniel lebih penting daripada harus memperebutkan cinta Ana dan membuat semuanya menjadi berantakan. Tony sangat sadar hati Ana hanya untuk Daniel.
"Kau sangat baik. Terimakasih sudah membantuku. Maaf aku tidak bisa membalasnya."
"Aku tidak berharap balasan apapun. Hanya berjanjilah utuk bahagia Ana!"
"Ya. Tentu saja. Itu juga harapanku," kata Ana sambil tersenyum.
Tony pun tersenyum lega melihat Ana bisa tersenyum kembali. Senyuman manis yang akan selalu Ia rindukan.
"Bagaimana kalau kita pulang sekarang?" tanya Tony kepada Ana.
"Ehm..."
"Ayolah Ana. Tidak akan menyelesaikan masalah kalau kau pergi dari rumah. Aku yakin Daniel akan sangat marah. Kau ingat? Terakhir kali kita pulang bersama?"
"Ya. Daniel sangat marah sekali."
"Lebih baik kita segera pulang sekarang! Kau harus bisa menyelesaikan masalah kalian bersama-sama!"
"Ya. Kau benar. Baiklah kita pulang sekarang!"
"Oke," jawab Tony singkat.
Tony segera menutup kaca jendelanya dan kemudian segera menyalakan mesin mobilnya. Kemudian Tony terlihat melajukan mobilnya dengan cepat di jalanan.

Anastasia Lee ( One Heart  One Love  One Destiny )Where stories live. Discover now