《4》Bentakan

797 46 3
                                    

Athar mempercepat langkahnya saat menyusuri koridor bawah. Untuk saat ini ia tak mau mendengar ceramah panjang lebar sang ketua yayasan alias neneknya sendiri.

"Athar..."

Athar menghela nafas kasar, selalu saja ketahuan. Suara lembut neneknya membuat laki-laki itu menoleh dan memasang ekspresi datarnya. Berjalan menghampiri dan mendahului memasuki ruang ketua yayasan.

Neneknya hanya bisa geleng-geleng kepala dan mengikuti dari belakang. Athar, cucu kesayangannya. Setidaknya ada neneknya yang sayang dan perhatian padanya. Membuat Athar cukup bersyukur.

"Athar udah sarapan?"

Athar mengangguk seraya menjatuhkan bokongnya di kursi jabatan tertinggi sekolah. Menyalakan AC tanpa meminta izin terlebih dahulu. Menikmati angin buatan yang sepoi-sepoi sambil memejamkan matanya. Bukannya norak, hanya saja ini sudah kebiasaannya.

"Athar udah ngerjain PR?"

Athar menggeleng sebagai jawaban. Terlampau jujur. Memang ada PR fisika yang belum ia kerjakan. Dengan catatan bukannya malas, tapi benar-benar tidak mengerti.

Wanita berkepala lima itu bangkit dan menghampiri Athar. Bersiap menjewer dengan sadis telinga cucunya. Tidak ada kapoknya memang. Athar meringis kesakitan seraya membuka kelopak matanya.

"Udah, Nek. Athar emang gak bisa ngerjainnnya," bela Athar seraya mengusap-usap telinga kanannya yang panas. Saat ini mungkin sudah berubah menjadi kemerahan.

Ucapan Athar sukses membuat sang nenek menghentikan perbuatan sadisnya. Berpikir sejenak entah apa yang dipikirkan, Athar tidak tahu dan tidak mau tahu.

Beberapa detik kemudian Athar sedikit terkejut karena neneknya menyentikkan jari tepat di hadapan wajahnya. Senyum neneknya mengembang.

"Cucu nenek harus bimbel fisika, gak ada penolakan!"

Athar membesarkan bola matanya. Ini gila! Di sekolah saja sudah muak dengan pelajaran itu apalagi ditambah bimbel di luar. Bisa-bisa meledak otaknya.

Baru Athar ingin mengangkat suaranya tidak terima, bel sialan itu berbunyi dengan nyaring memekakan telinga.

Kringgg

Alhasil membuat Athar mengumpat kasar dan beranjak. Cekalan tangan neneknya berhasil membuat laki-laki itu berhenti sejenak seraya menunggu kata apalagi yang akan terlontar.

"Nenek mau yang terbaik buat kamu,"

Nenek Athar menatap Athar sendu. Lalu yang ditatap hanya berpura-pura tak melihat, padahal jauh di lubuk hatinya ia sangat sayang pada neneknya itu.
"Athar, pamit," lirih laki-laki itu lalu melepaskan secara paksa tangan neneknya yang masih menempel di punggung tangannya.

Athar tak tahu pasti mengapa dirinya sendiri selalu bersikap seperti tadi pada neneknya. Padahal neneknya sosok yang baik. Atau mungkin ini karena...ah sudahlah Athar tak mau mengingat kepingan kenangan itu.

"Athar..."

Athar menoleh ke sumber suara dan berpikir sejenak mengingat bukan pertama kalinya melihat perempuan berkuncir kuda yang kini sedang menghampirinya. Ya, tidak salah lagi dia adalah Rachel, perempuan yang  membuat mood Rendy berubah drasis.

"Apaan?" tanya Athar.

"Liat Ren..." cukup, sangat sulit menyebutkan nama itu. Athar tahu nama apa yang akan disebut lantas menjawab dengan gelengan kepala.

Rachel mendesah pelan, menyandarkan dirinya pada tembok yang tepat berada di sampingnya. Terlihat ekspresi perempuan itu berbubah drastis.

Athar hanya mengedikan bahunya cuek, lalu kembali berjalan. Tapi segera dicekal keras oleh perempuan itu membuatnya mendengus kesal.

Athar [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now