《14》Fakta baru

406 26 4
                                    

Athar hanya diam menatapi sepatu yang dikenakannya. Sedangkan neneknya tengah berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di depan dadanya.

"Mau jadi apa kamu? Hah?! Apa dengan bolos kemarin buat kamu bangga? Jawab!"

Gebrakkk

Athar meringis kecil mendegar gebrakan yang neneknya lakukan beberapa detik yang lalu. Kepalanya masih menunduk tak berani menatap wanita berkepala lima itu.

"Jawab atau nenek skors tiga hari?!"

Athar berdecak dan menjawab dengan lesu, "Athar cuman pengin rasain yang namanya bolos, Nek." Menatap kedua bola mata neneknya yang sedang melotot itu. Nyaris keluar dari tempatnya jika saja tak ada kaca penghalang.

"Apa rasanya? Apa buat kamu bahagia, bangga gitu? Iya?!"

Cukup, kuping Athar panas mendengarnya. Laki-laki itu bangkit dan melenggang keluar tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun lagi.

"Nenek skors kamu tiga hari!"

Sejenak laki-laki itu menghentikan langkahnya. Menoleh ke belakang dan menyahut lantang, "Terserah, Nek. Athar gak peduli!" Aishh, durhaka juga Athar.

"Dasar anak pungut! Eh, bukan-bukan. Nenek salah bicara,"

Athar terdiam sejenak. Anak pungut. Apa pendengarannya tidak terganggu? Jawab?! Melangkah mendekati neneknya dengan tatapan tanpa arti, itu respon Athar sedetik kemudian.

"A-apa tadi nenek bilang? Anak apa? Anak pungut?" tanya Athar meyakinkan pendegarannya tidak salah. Nada suaranya terdengar parau.

Wanita itu menggeleng cepat seraya memegang kedua bahu cucunya. Diam tak bersuara seraya menahan isak tangisnya. Kini air mata itu meluncur bebas membasahi kedua pipinya yang dilapisi bedak.

"Tolong jawab, Nek! Bilang ke Athar kalau aku yang salah dengar! Gak mungkin kan, Nek? Iya kan?!" tanya Athar menggebu-gebu. Mengguncang-guncang tubuh neneknya dengan kencang. Sudah tak kuat membendung sendiri air mata bajanya, laki-laki itu menangis.

Wanita separuh baya yang dipanggil nenek itu memejamkan matanya. Beberapa detik kemudian kembali menatap cucunya dengan sendu. Mengajak laki-laki itu untuk sedikit lebih tenang dengan menyuruhnya duduk.

"Maafin nenek, Athar. Nenek gak bermaksud lukain hati kamu,"

Athar bangkit dari duduknya, berjalan keluar dengan kedua tangan yang sibuk mengusap air matanya. Ini benar-benar fakta baru yang menyakitkan. Anak pungut.

Saat melewati ruang BK, Athar menghentikan langkahnya. Mengintip dari jendela, di dalam terdapat Sybilla, Rachel dan Rendy yang sudah dipastikan karena masalah bolos kemarin.

Setelah melihat pacarnya, satu temannya dan satu sahabatnya berbalik, Athar segera melanjutkan langkahnya sedikit lebih cepat. Berjalan lurus menuju taman belakang, ya dirinya ingin bolos pelajaran fisika hari ini.

Laki-laki itu menjatuhkan bokongnya ke bangku panjang di samping tanaman-tanaman. Kembali memikirkan fakta baru itu. Anak pungut. Mengacak rambutnya sendiri dengan kesal.

Tiba-tiba saja seseorang duduk di sampingnya. Athar refleks menoleh dan mendapati Luna yang tengah tersenyum ke arahnya. Untuk saat ini Athar tak mau diganggu siapa pun.

Alhasil laki-laki itu berucap dengan datar, "Pergi, gue mohon." Tak menoleh sedikit pun ke arah Luna.

"Aku tau kamu lagi sedih. Coba cerita siapa tau aku bisa bantu," Luna mengucapkan kalimat tawaran jasa curhat itu dengan tulus. Lalu tersenyum kedua kalinya yang tak ditanggapi oleh Athar.

Athar [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang