Andin 7

639 46 4
                                    

Aku tidak bisa memaksa seseorang untuk tetap tinggal. Tapi khusus dirimu, aku minta jangan pergi.

~Andrian Faizal Anggara~

***

Pukul 6 pagi kini Andri sudah siap untuk berangkat ke sekolahnya dengan membawa sebuah kotak yang ia pegang. Sebuah kotak berisi sesuatu yang akan ia berikan untuk seseorang sebagai pengakuan dan bukti kalau ia masih sayang pada gadis itu.

Andri menuruni anak tangganya menuju garasi, namun ada suara yang memanggil namanya hingga ia berhenti melangkah dan menoleh ke arah Agas yang tiba-tiba datang.

"Apaan?"

"Gak pamitan dulu lo?"

"Gua pamit." kata Andri dingin lalu ia kembali berjalan, dan lagi-lagi langkahnya terhenti.

"Woi!"

"Apalagi sih?"

"By the way, itu yang lo pegang apaan?"

"Ini? Bayi dugong."

"Gak usah bercanda deh."

"Dih? Siapa juga yang bercanda? Lagian pertanyaan lo gak bermutu banget. Udah tau ini kotak tapi lo masih nanya."

"Terus isinya apaan?"

"Tai kucing."

"Bakar aja mendingan! Gua tahu itu lo mau kasih orang, tapi kalo isinya tai orang juga gak bakal mau, pea!"

"Bodo! Kepo lo jadi orang. Udah ah gua mau berangkat."

"Tunggu!" Andri mendengus kesal karena dari tadi langkahnya dihentikan oleh Agas.

"Lo anak sekolahan bukan sih?"

"Gua anak emak bapak."

"Lo anak sekolah tapi penampilannya kayak berandalan gitu? Itu seragam kenapa dikeluarin? Terus dasi sama ikat pinggang lo kemana in? Mana rambut acak-acakan lagi kayak monyet, terus maksudnya apa lagi lo pakai tas nya di miring-miringin gitu? Kayak otak lu juga miring."

Andri kini sedang mengontrol emosinya karena pusing mendengar celotehan Agas. "Gak usah bacot, berisik!"

Andri menatap Agas tajam dan ia pergi meninggalkan Agas yang masih berdiri di sana dan menggelengkan kepala karena sikap adiknya yang sekarang ini.

'Punya adik gini amat sekarang.'

***

Ketika sudah sampai di parkiran sekolah, Andri menyetandarkan motornya, dan kotak yang ia bawa sekarang sudah di masukkan ke dalam tas agar tidak ada orang yang bertanya-tanya tentang kotak ini.

Ia berjalan melenggang menuju kelasnya dengan santai, padahal bel masuk kelas sudah berbunyi dari tadi. Setelah di depan pintu kelasnya, ia pun mengetuk pintu.

Tok Tok Tok!

Tak lama kemudian pintu terbuka dan munculah sosok yang menyeramkan. Dengan tubuh yang terlihat sangat tegas dan kumis yang melintang. Serta tatapannya yang tajam membuat siapa saja yang melihatnya langsung pada menunduk.

Kecuali dengan Andri yang kini terlihat biasa saja dan tidak ada tegang-tegangnya ketika berhadapan dengan guru killer, Pak Sampong alias pak sapi ompong.

"ANDRI!!"

"Ganteng." sahut Andri dengan santainya hingga membuat Pak Sampong menatapnya tajam.

"Sekarang sudah jam berapa ini hah?!!"

Andin [ˢᵉ૧ᵘᵉˡ ᴳⁱˡᵈᵃ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant