Mak Comblang - 2

315 8 0
                                    

Tasha : Pulang jam berapa? Jemput gue donk

Tasha mengirim chat ke Ethan, sahabat yang sudah seperti kakaknya sejak kecil, bahkan bisa dibilang partner in crime, kadang juga seperti TTM, teman tapi mesra.

Ethan : Ok, jam 5 ya

Tasha : Okaaay....

*****

"Sorry lama, tadi gue mampir dulu beli kopi, ngantuk banget, tuh hot choco buat lo, sama sandwich di paperbag di belakang"

"Gpp... Thanks ya, tau aja lo kalo gue laper" kataku sambil duduk di sebelahnya lalu memasang seatbelt.

Seperti biasa sepanjang perjalanan aku dan Ethan saling bertukar cerita tentang ini itu sambil mendengarkan radio yang sering kali Ethan keluhkan karena kebanyakan ngobrol ketimbang memutar lagu-lagu. Tak jarang kita pun ikut menyanyikan lagu yang sedang diputar. Sampai akhirnya suara nada dering dari ponselku membuat Ethan melirik ke arahku lalu mematikan radio.

"Siapa?" Tanya Ethan melihatku tampak ragu untuk menjawabnya.

"Temen."

"Kok diem, angkat aja"

"Hhhm.. Tapi lo jangan bersuara ya! Ssstt" Pintaku.

Ethan mengangguk meskipun sambil menekuk wajahnya cemberut.

"Ya halo"

"Hai, udah pulang?"

"Hai, iya nih baru sampe parkiran, ada apa?" kataku sambil memberikan isyarat pada Ethan untuk berhenti di depan lobi apartemenku. Namun Ethan sepertinya sedang membelot, dia membablaskan mobilnya menuju parkiran.

Sambil terus meladeni obrolan di telepon, aku berniat untuk langsung turun dari mobil begitu Ethan menghentikan mobilnya di parkiran, tapi rupanya Ethan kali ini bisa membaca pikiranku. Lepas dari kemudi, tangannya sengaja menahan lenganku. Aku tidak bisa kabur. Malahan Ethan penasaran dan memaksa ikut menempelkan telingannya di sisi belakang ponselku.

Ethan, ngapain sih kamu,, iiih, rutukku dalam hati.

Aku ingin segera mengakhiri percakapan, namun tampaknya Dion masih ingin mengobrol denganku, sementara Ethan juga tidak mengijinkanku untuk berhenti, dia menikmati sekali merangkulkan lengan kirinya di bahuku sambil terus mencondongkan kepalanya supaya telinga kirinya menempel di sisi kanan telingaku, hanya terpisahkan oleh ponsel.

Terpaksa aku berbohong pada Dion bahwa aku kebelet dan harus segera ke toilet, sebab Ethan semakin mengeretkan tubuhnya, bahkan tangan kanannya mendarat nyaman di atas paha kananku, tangannya memang diam saja tapi tetap saja aku merasa terancam bahaya jika terus-terusan begini, akupun sudah tidak bisa berkonsentrasi menjawab obrolan Dion, dan akhirnya percakapan bisa diakhiri.

Aku segera melepaskan diri dari lengan Ethan yang kekar dan berat, "Iih ngapain sih lo resek banget, kepo deh" aku memindahkan tangan kanannya menjauh dari pahaku.

"Itu tadi siapa?!" Tanyanya jutek dengan wajah yang masih berjarak sangat dekat dengan wajahku.

Hhmmh aku menghela nafas, "Dion"

"Kenal di mana? Cowok yang waktu itu ketemu di cafe yang biasa kita nongkrong? Waktu itu gue gak sengaja lihat lo, pengen negor tapi males"

"Iya cowok itu, dia temennya Ervin, dia yang ngenalin ke gue. Lo inget Ervin kan, asdos di kampus gue yang waktu itu--- "

"Owh... Iya gue inget, Ervin yang sempet ngira gue pacar lo dan langsung putar balik gak jadi pedekate sama lo kan, yang beraninya cuma diam-diam suka sama lo" jawab Ethan.

Ihh kenapa sih Ethan tiba-tiba cerewet gini.

"Iya, kenapa, lo gak suka?"

"Dari omongannya, itu si Dion kayaknya lebih parah dari mantan suami lo"

"Masa....? Kok lo bisa tau? Dari omongan yang mana? Gak usah bawa-bawa mantan suami gue kenapa sih, kan gue harus move on"

"Yaa pokoknya kayak gitulah, lo musti ati-ati sama cowok gombal kayak dia"

"Lo juga suka gombal, gue harus ati-ati juga donk sama lo"

"Kalo gue kan bedaa..."

"Beda apanyaaa, lo sering gombalin gue, untung aja guenya gak mempan digombalin"

"Yaah terserah lo deh, pokoknya gue sih ngingetin aja supaya lo ati-ati sama dia, gue cuman gak mau lo sakit hati lagi--"

"Oowwhh Ethaaan, lo care banget sih sama gue.. tenang aja, kali ini gue yakin dia cowok baik-baik, gak mungkin lah Ervin ngenalin gue sama cowok yang gak bener. Yaudah ya, gue masuk dulu, udah malem, gih sana lo pulang ntar lo dicariin sama bini lo. Thanks ya udah nganterin gue pulang."

"Iya, yaudah, gue balik ya, bye"

"Bye..." kataku sambil membalas tangan Ethan yang terulur memelukku.

*****

Aku masih gak bisa memejamkan mata. Asli, aku kepikiran sama kata-kata Ethan.

Ah masa iya sih Dion bukan cowok baik-baik?

Kayaknya itu cuma akal-akalannya si Ethan aja deh, biar aku gak buru-buru nikah lagi, biar aku tetep bebas dan punya banyak waktu buat dia, tapi kan aku juga gak pengen sendiri terus. Sudah cukup aku melewati dua tahun terakhir dalam kesendirian, sejak aku menggugat cerai Adrian, mantan suamiku yang jelas-jelas ketahuan selingkuh dengan sekertarisnya. Mengingat kembali hal ini, tiba-tiba rasa sesak yang menyakitkan di dada kembali terasa. Sakit.

Dan aku pun gak bisa terus-terusan menghabiskan waktuku dengan Ethan. Betapa pun dekatnya aku dengan dia, tidak mungkin akan bersatu, meskipun masih ada sedikit rasa yang tertinggal dari kisah di masa lalu kita berdua. Itu hanya masa lalu.

Ya itu hanya masa lalu, ketika.... aku dan Ethan mulai menyadari ada rasa selain sebagai sahabat, selain sebagai kakak yang selalu melindungiku sejak kecil.

Ethan 6 tahun lebih tua dariku. Kami tinggal bertetangga. Dia menjadi anak tunggal ketika adik perempuan satu-satunya yang seumuran denganku meninggal dunia karena sakit di usianya yang ke 9. Ethan selalu menjaga aku dan adiknya, selalu menjadi pelindung kami berdua, dan sejak kepergian adiknya saat itu dia selalu melindungiku dan selalu panik jika aku sakit.

Seiring usia kami beranjak remaja menuju dewasa, ada perasaan lain, yang ketika itu belum sepenuhnya kita sadari artinya.

Dan ketika akhirnya aku mulai masuk bangku kuliah sementara Ethan mulai bekerja membantu usaha orang tuanya, kami baru menyadari perasaan itu, namun di saat itu pula dia tidak punya pilihan untuk menuruti permintaan orang tuanya, karena masalah hutang budi terkait dengan usaha orang tuanya, Ethan menikah dengan seorang wanita. Aku hanya bisa turut bersuka cita sebagai seorang adik yang melihat kakaknya menikah. Ada rasa sakit, tapi kutepis, kuanggap itu hanya rasa sedih karena kehilangan sosok pelindung, yang sejak saat itu harus melindungi wanita lain.

Dan tak lama, setelah lulus kuliah aku pun menikah dengan Andrian, yang akhirnya pun kandas dengan perceraian.

Cepat atau lambat, aku harus menemukan pria lain yang dapat menyita pikiran dan perasaanku selain Ethan, karena meskipun aku tahu Ethan hanya menikahkan tubuhnya bukan hatinya dengan wanita yang kini menjadi istrinya, aku tidak ingin semakin merusak rumah tangganya, cukup rumah tanggaku saja yang rusak, jangan sampai aku juga menjadi perusak rumah tangga orang.

Apapun yang terjadi, perasaan itu tidak boleh datang lagi.

Aku yakin Dion pasti cowok baik-baik.

CERPENWhere stories live. Discover now