Chapter 7 : Berulah Lagi

1K 73 9
                                    

Adit POV

Gue membuka tudung saji. "Pakdhe, hari ini kita sarapan pake apa? Kok belum ada makanan?"

"Hari ini pakdhe gak sempet masak, jadi kamu sarapan di sekolah aja ya. Nih kamu minum susu dulu." Ia menyodorkan segelas susu ke gue.

"Yah, masa minum susu doang sih. Kagak kenyang dong."

Perlu kalian tau, meski gue di sekolah anaknya cool tapi kalo udah di rumah sifat gue bakal berubah drastis. Gue bakalan jadi manja banget hehe.

"Udah, kamu mau minum atau gak? Kalo gak pakdhe panggilin Cooky nih."

Cooky itu nama kucing galak yang ada di sebelah. Seinget gue, waktu kecil, kaki gue pernah dicakar sama tuh kucing. Makanya, gue trauma sampe sekarang.

"Yaudah, yaudah, nih Adit minum." Akhirnya gue terpaksa minum susunya.

"Nah, gitu dong. Oh ya, motor kamu gimana udah bener?" Ia mengambil gelas susu yang kosong dari tangan gue.

Gue langsung make sepatu. "Udah kok, kemaren baru dibenerin di bengkel."

"Yaudah, Adit pamit dulu ya. Assalamualaikum." Gue pun segera berangkat ke sekolah.

Adit POV End

***

"Bu Dian, saya titip istri saya ya. Nanti sekitar jam 12 saya udah pulang kok," ucap seorang pria setengah baya.

"Udah, saya bakal jagain dia. Sana anterin Salma, nanti dia telat lagi."

"Bu, Salma berangkat dulu, ya? Doain Salma semoga lulus ikut seleksi nanti." Ibu hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Yaudah kami berangkat dulu ya. Assalamualaikum." Ia pun segera mengantar Salma ke sekolah.

Di kelas...

Kayla melirik jam. "Kok Salma belum dateng, ya? Padahal udah jam segini."

"Sabar aja dulu, paling di jalan macet," duga Naila.

Yang sedang diomongin pun sudah datang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Eh, nih anak panjang umur. Baru diomongin udah dateng," ucap Kayla sedikit meledek.

"Apaan sih? Kalian ngomongin apa hayoo?" sahut Salma sambil duduk di bangkunya.

Kebetulan mereka duduk berdekatan, jadi di sampingnya Salma ada Naila lalu di belakangnya ada Kayla.

"Enggak, bukan apa-apa kok."

"Eh, gimana persiapan kalian buat seleksi nanti?" tanya Salma.

"Insya Allah kita udah siap ya kan Kay?" tanya Naila. Kayla hanya membalas dengan anggukkan.

Tiba-tiba bel sudah berbunyi, obrolan mereka pun berakhir.

"Assalamualaikum, anak-anak."

"Waalaikumsalam, pak," jawab mereka bersama.

Pak Haris duduk di bangkunya. "Oke, sepertinya kalian semua semangat sekali ya hari ini. Oh ya, dari kelas ini apa ada yang mau ikut seleksi nanti?"

"Saya, pak." Ketiga orang tersebut mengacungkan tangan secara bersama.

"Benarkah? Bapak doakan semoga kalian bisa lulus di seleksi nanti."

"Amin," sahut ketiganya.

"Sekarang kalian buka buku paket halaman 123, kita lanjutkan yang kemaren."

Jadi si anak kampung itu bakalan ikut seleksi nanti. Cih, caper banget sih jadi orang. Batin Fanny malas.

Duh tuh cewek udah sholehah, baik, pinter lagi. Bikin gue makin penasaran aja sama tuh cewek. Batin Adit sambil senyum-senyum sendiri.

Aduh gue kok jadi takut ya sama si Adit, apa jangan-jangan dia kesambet? Daritadi senyam-senyum sendiri. Kayaknya gue mesti nelpon RSJ nih. Batin Daffa bergidik ngeri.

***

Kayla POV

Setelah bel istirahat berbunyi, gue sama Naila dan Salma segera menuju ke masjid. Lalu kami pergi ke kantin untuk menghilangkan rasa lapar kami.

"Kalian mau pesen apa? Biar aku pesenin," tawar Naila.

"Emm, gue pesen mie ayam sama es teh aja."

"Kalo aku, nasi goreng sama jus alpukat."

"Oke, kalian tunggu sebentar ya."

"Eh, maksud pak Haris yang tadi apa sih? Kan tadinya pangkat 2 kok bisa jadi setengah?"

"Jadi cara hitungnya tuh gini..." Omongan Salma terpotong karena ada keributan di tengah kantin.

Gue dan Salma menghampiri keributan itu.

"Woi! Kalo jalan pake mata dong! Gak punya mata kali ya, makanya bisa jalan seenaknya." ternyata si cewek ngeselin itu yang bikin keributan, siapa lagi kalo bukan Fanny.

"M-maaf, tapi kan yang nabrak itu kamu bukan aku."

"Gak usah ngeles deh, buktinya baju gue jadi kotor begini kan gara-gara lo!"

"Tapi kan, tadi kamu yang sengaja numpahin minumannya terus langsung nabrak aku."

"Eh, bisa gak sih lu gak buat keributan sehari aja? Kayaknya kalo gak bikin ribut gak enak gitu. Inget mbak, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan," sindir gue, seisi kantin ngetawain Fanny.

Akhirnya dia pergi dengan rasa malu. Kami pun kembali ke meja kami yang tadi.

"Sekali lagi makasih ya Kay, udah nolongin aku lagi. Tapi omongan kamu harus berubah," ucap Naila sambil mengaduk minumannya.

"Berubah? Maksudnya?" tanya gue sambil makan mie ayam gue.

"Maksud aku, omongan kamu yang pake kata-kata kasar terus beberapa sindiran kamu sama Fanny tadi."

"Emang, kalo dalam Islam ngomong kayak gitu gak boleh? Kan niat gue baik buat nolongin lu."

"Bukannya gak boleh, cuman kan kamu make hijab, apa kamu gak malu sama hijab yang kamu pake?"

"Yaudah, gue pikirin dulu. Karena berubah itu gak mudah."

"Gak apa-apa aku ngerti, kok. Yang penting kamu ada niat mau berubah."

"Hellooo, kalian ngobrol berdua aja aku gak diajak nih."

"Maaf, abisnya kamu asik makan daritadi."

"Hahaha, betul tuh. Salma si Ratu Makan Terbanyak." Gue tertawa terbahak-bahak. Bel masuk pun berbunyi.

"Yaudah, aku ke kelas duluan bye." Salma pergi meninggalkan kami.

"Kasian tau, nanti dia ngambek gimana?" Tanya Naila sambil membayar pesanan kami.

"Udahlah, paling ngambeknya bentar doang. Kayak gak tau Salma aja." Akhirnya gue sama Naila nyusul Salma balik ke kelas.

Kayla POV End

***

Orang yang mengkritikmu berarti ia peduli denganmu. Sementara mereka yang menutup-nutupi kesalahanmu, sesungguhnya mereka tidak peduli denganmu. - Ibnu Hazm

Sahabat Dunia Akhirat [SUDAH TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang