NI JŪ NI

3.8K 641 133
                                    


                "Nataya kemana, Bun? Ini kok nge-WA Cuma bilang 'duluan Pap'?"

"Ke Haneda. Pulang duluan katanya"

"Lho? Gak izin Papap?"

"Anaknya tadi buru-buru, pas dia mau izin sama Papap yaudah Bunda bilang nanti aja via telepon. Papap nya juga tidurnya terlalu nyenyak.."

"Sama siapa ke bandara?"

"Sama Thia, Bima, Noemi, Jef-Jev juga. Kalya dan Sheza aja yang gak ikut karena tidur"

"Oh.. Kenapa Nata buru-buru pulang?"

"Lagi ngejar cewek"

"Oh si Anna?"

"Namanya bukan Anna, Pap"

"Ya itu si cantik yang waktu itu ke rumah kan? Papap maunya panggil dia Anna kan si bungsu Pedro"

"Iyalah kumaha Papap we" (Iyalah gimana Papap aja)

"Hahaha Papap telepon Nata ah. Mau kasih dukungan moral" celetuk pria paruh baya itu sambil mengambil HP nya yang terletak di nakas samping tempat tidur.

"Heuh dasar bapa-bapa, atuh Nata nya juga udah di pesawat gimana di telepon!" gerutu Bunda pelan.

Mungkin Bunda lupa kalau sekarang kita bisa pakai wifi di pesawat.

****

Sesampainya Nataya di airport, yang tersisa hanyalah tiket kelas ekonomi dengan destinasi Jakarta. Semua destinasi Bandung harus melakukan transit hampir seharian dan Nataya tidak mau membuang waktu. Ia menghela napas, niatnya untuk bisa segera sampai di Bandung rupanya sulit. Ia tetap harus mengendarai mobil milik Kalya dari Jakarta ke Bandung. Tapi mau bagaimana lagi, pada akhirnya pria ini tetap membeli tiket penerbangan Tokyo-Jakarta yang berharga 7 juta rupiah itu.

Tidak ada yang bisa Nataya lakukan selama di pesawat. Rasanya tidur dan makan pun ia enggan. Ia ingin pesawat ini cepat sampai bagaimanapun caranya.

"Ya, Halo Pap?"

"Sudah di pesawat?"

"Udah hehe Nata lupa gak izin langsung ke Papap tadi, Maaf-"

"Gak apa-apa. Hati-hati ya. Jadi laki-laki jangan mudah menyerah! Kejar terus!"

"Hah? Maksudnya?"

"Ya kamu pikir-pikir lah Nat maksud Papap. Salam ya buat yang di Bandung"

"Hah? Siapa?"

"Ya siapa lagi kalau bukan yang kamu tuju sekarang?", telepon via Whatsapp itu ditutup sebelah pihak.

Nataya hanya termenung setelah telepon itu dimatikan.

****

Nataya.

Gue cuma bisa melamun selama di pesawat. Kenapa orang-orang selalu mikir macam-macam sih? Emang salah kalau gue langsung pergi ke Bandung sekarang? Emang mereka gak kepikiran tentang Embun apa? Gimana kalau cewek itu beneran jadian sama Angga? Terus gimana kalau mereka aneh-aneh di tanggal jadiannya? Gue cuma mau mastiin kalau Embun ada dirumah. Itu aja. Titik.

Selama sekitar tujuh jam ini gue bimbang antara ngehubungin Embun atau enggak. Harusnya gue nanya dulu sama Kalya apa jawaban Embun. Tapi tetep aja! Gue harus mastiin sendiri gimana Embun sekarang dan baru gue bisa tenang.

Space in AlaskaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt