Kim Seokjin

2.8K 414 36
                                    

Kim Seokjung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kim Seokjung

Nyari fotonya Seokjin yang imagenya agak garang gitu susah ya. Soalnya muka dia udah innocent setengah mati.
.
.
.

Dualism
.
.
.

Aku terbangun disebuah tempat yang begitu gelap. Tak ada apapun disini. Hanya hampa dan kosong.

Aku mulai melangkahkan kakiku untuk berjalan ke... aku tak tahu. Aku tak tahu harus kemama. Akupun tak tahu ini dimana. Namun aku terus melangkah, berharap akan kutemukan sesuatu dalam perjalananku nanti.

Kepalaku tak hentinya menengok ke kanan, ke kiri, belakang. Masih tak ada apapun, tak ada siapapun. Dimana ini sebenarnya?

Aku terus berjalan sampai sebentuk benda dari kejauhan menarik atensiku. Benda persegi panjang yang terlihat seperti sebuah pintu. Sebuah pintu yang berdiri tegak di ruang kosong ini. Karena tidak ada apapun disini, maka aku memutuskan untuk menuju pintu itu.

Aku terus mendekat pada pintu itu. Benar, tak ada apapun disisi kanan kirinya. Pintu apa ini sebenarnya? Dan siapa yang meletakkannya disini? Aku mencoba memutar kenopnya, dan itu berhasil. Pintu itu terbuka. Awalnya kupikir hanya akan menjumpai kehampaan seperti sebelumnya. Tapi ternyata aku memasuki sebuah ruangan. Ruangan yang juga terasa suram. Ada dua buah sofa dan sebuah meja di dalam sini, dan sebuah lampu gantung kecil yang sinarnya tak begitu terang yang entah tergantung pada apa, itu terlihat melayang karena tak ada langit-langit di atas sana. Benar-benar terlihat aneh.

Apakah ruangan ini milik seseorang?

"Ya, ini milikku." Sebuah suara mengagetkanku. Aku sedikit melompat ditempatku saking terkejutnya, karena tak ada siapapun disini sebelumnya. Dan suara itu terdengar seperti... suaraku? Namun terdengar lebih nyaring.

"Tentu saja terdengar sama. Karena kita adalah orang yang sama." Ucap orang itu lagi.

Aku merasakan seseorang melintas disampingku. Dan ketika ia terus berjalan membelakangiku, aku bisa melihat orang itu memiliki pundak yang sama lebarnya dengan milikku. Orang itu lalu duduk disalah satu sofa, dan menatapku. Penerangan disini memang sangat kurang, namun aku bisa melihat wajahnya, karena itu adalah wajahku.

"Apa kau Seokjung?" Tanyaku namun terdengar ragu.

"Kenapa masih bertanya? Apa kau akan terus berdiri disana?"

Nada bicaranya penuh arogansi, sesuatu yang tak pernah kugunakan sebelumnya.

"Tentu saja, karena kita memang berbeda."

Tunggu, kenapa sedari tadi dia menjawab... Oh, apa dia bisa mendengar pikiranku?

"Tentu saja, bodoh. Kau sedang berada di daerah teritoriku."

Ternyata benar.

Aku menghampirinya dan mendudukkan diriku disofa yang berseberangan dengan Seokjung. Dia duduk dengan tangan bersedekap didada dan satu kaki yang ditaruh diatas kaki satunya. Harus kuakui dia memiliki karisma.

Aku melihat Seokjung menyeringai. Sial, aku lupa dia bisa mendengar pikiranku.

"Apa tujuanmu kemari?" Tanyanya dingin dengan tatapan tajam yang terus terarah padaku.

"Seokjung-ah, aku mohon berhentilah." Aku tak mau berbasa basi. Aku sudah berhasil bertemu dengannya. Aku tak tahu kapan bisa melakukan ini lagi. "Kau tahu sudah berapa banyak masalah yang kau timbulkan padaku? Aku lelah jika harus membereskan setiap masalah yang tidak aku lakukan." Aku memohon.

"Seokjin."

Aku mengerjap. Suaranya terdengar mengintimidasi. Aku dapat melihatnya menatapku. Tatapan itu, dia tidak menyukainya.

"Bukankah karena ini hidupmu membosankan?"

"Apa?" Aku tak mengerti apa yang dimaksudnya.

"Kalau yang kau maksud masalah adalah para pria itu, bukankah kau seharusnya berterimakasih padaku? Setidaknya kau bisa bersenang-senang dengan salah satunya."

"Apa kau gila? Aku tidak menjalani hidupku dengan menjadi orang binal sepertimu!" Aku marah. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu? "Dan ini adalah tubuhku! Kau sudah menyalahgunakannya!"

"Tubuh kita Seokjin!" Geram Seokjung.

Seokjung berdiri dari duduknya. Ia terlihat lebih marah dari sebelumnya.

"Kenapa kau begitu egois, Seokjin? Tubuhmu? Bagaimana kalau ini sebenarnya adalah tubuhku?"

Apa?

"Kau menggunakannya hampir sehari penuh dan aku hanya bisa terbangun dimalam hari dihari tertentu. Pikirmu apa yang bisa kulakukan saat malam selain pergi ke tempat-tempat itu? Apa kau benar ingin memiliki tubuh ini sepenuhnya?"

Seokjung... dapat kulihat dua matanya memerah, dan ia sangat marah. Seperti itukah perasaannya selama ini? Apa benar aku begitu egois? Bagaimana jika yang dikatakannya benar? Bagaimana jika tubuh ini sebenarnya adalah miliknya?

Ahhh... bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Jika memang seperti itu, bukankah aku sudah begitu jahat pada Seokjung?
.
.
.
.
.
.
.
.
"Seokjin?"

"Kim Seokjin-ssi, kau bisa mendengarku?"

Haaahhh. Aku membuka mataku dengan paksa. Mulutku terbuka karena rasanya sesak sekali. Aku butuh udara. Ahhh.

"Minumlah." Dokter Jung memberiku segelas air dan aku langsung meminumnya sampai habis. Setelah itu ia mengambil kembali gelas itu.

Aku menangis. Seolah tak bisa kutahan dan tak peduli jika ada dua pria yang sedang memandangku.

Dokter Jung mendekatiku dan setelah itu memelukku. Ia juga mengusap punggungku dan aku jadi lebih tenang setelahnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku masih terisak, tapi aku tahu kalau aku harus menyampaikan apapun yang kulihat pada dokter Jung. Aku tak bisa jadi egois disaat seperti ini. Aku tidak mau.

"Kita bisa menundanya kalau kau belum siap mengungkapkannya, Seokjin." Ucap dokter Jung. Aku tahu dia kasihan padaku. Tapi aku hanya butuh waktu sebentar saja.

"Tidak. Aku akan menceritakan apa yang kulihat."

Dan akupun mengungkapkannya. Semuanya, termasuk perkataan Seokjung. Rasa sakitnya. Aku tahu ia juga tersiksa. Ia juga kebingungan.

Setelah ini, apakah dokter Jung juga akan beranggapan kalau aku ini egois? Apakah aku yang seharusnya mundur? Dan menghilang? Seokjung pasti tak akan mau membagi satu tubuhnya dengan orang lain.

"Seokjin, ini bukan salahmu. Kau... kalian yang paling tahu ini tubuh siapa. Tak ada orang yang pantas hidup seberat ini, Seokjin. Kalian tidak bisa terus seperti ini."

Apakah aku harus bersyukur? Aku tahu dokter Jung sedang mencoba menenangkanku. Aku melirik sekilas pada dokter Jeon, dan ia hanya mengangguk.

"Kalau kau bersedia, kita bisa lakukan ini lain kali, dan aku akan senang jika bisa membantumu lagi, Seokjin-ssi." Ucap dokter Jeon.

Bisakah? Lalu, apa yang harus kukatakan pada Seokjung nanti?

.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

3 oktober 2018

Dualism [ NAMJIN ] [ End ]Where stories live. Discover now