06 Hujan deras malam ini

99 40 10
                                    

Aku tahu bahwa ketika tuhan mengambil apa yang aku sayangi, tuhan akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih indah dari sebelumnya.

***

Hujan deras malam ini membawa hawa dingin yang menusuk sampai ke relung. Langit itu gelap, bukan hanya langit itu saja yang gelap, melainkan juga hidup cowok itu yang terduduk termenung dibalkon kamarnya yang gelap tanpa penerangan.

Ia menghembuskan nafasnya kasar seraya mengepulkan asap rokoknya. Sudah berapa batang rokok yang ia habiskan hari ini untuk menghilangkan rasa suntuknya. "Semua nggak adil sama gue" ujarnya disela sela kegiatan merokoknya.

Brakk

Ia menendang meja kecil didekatnya untuk menyalurkan semua amarahnya. Hingga suara berat dari arah belakang membuatnya semakin menegang "Galang, jangan bertindak bodoh"

"Kenapa tidak, anda saja dapat bertindak bodoh kenapa saya tidak? Bahkan anda lebih bodoh dibanding saya" jawabnya dingin.

"Jaga ucapan kamu Galang" laki-laki yang berdiri dibelakang Galang adalah ayah kandung Galang sendiri. Jangan salahkan Galang jika ia enggan melihat ayahnya itu, jangan salahkan Galang jika ia bersikap dingin kepada ayahnya, salahkan takdir yang membawa Galang dalam posisi tersulitnya.

"Kenapa saya harus menjaga ucapan saya, untuk orang yang telah membuat hidup saya hancur?" balasnya, lalu ia menoleh menghadap kepada ayahnya itu "dan sayangnya orang itu adalah anda, ayah kandung saya sendiri, bahkan anda tak pantas untuk saya sebut seorang ayah"

Giring geram dengan anaknya laki-lakinya itu "jaga mulut kamu Galang, saya bisa jelasin semua, itu tidak seperti yang kamu kira Galang"

Galang memicingkan matanya, ia tersenyum meremehkan "nyatanya semua itu hanya blushit"

Plak

Giring menampar anaknya itu. Galang hanya diam sambil memegangi pipinya yang terasa panas akhibat tamparan dari ayahya "tampar pah tampar Galang lagi. Kenapa anda tak menbunuh saya saja hah?" Giring hanya diam membisu menyaksikan anaknya yang memberontak. Ia menyesal telah menampar Galang.

"Papah jahat saya harap saya tak akan menjumpai lagi sosok seperti anda, anda yang membuat saya kehilang dunia
saya, anda yang bikin mama meninggalin Galang, anda yang bikin Sagara lebih memilih hidup di luar negeri dibanding disini bersama keluarganya " ucapnya dengan suara beratnya.

"Keluarga? Apa ini yang namanya keluarga? Nyatanya hidup ini tak ada yang namanya keluarga"

Lalu Galang melangkah meninggalkan tempat tersebut dengan membanting pintu pembatas kamarnya dan balkon dengan keras, meninggalkan Giring yang diam mematung mendengar kalimat dari anaknya itu.

"Aden mau kemana? Luar ujan nanti aden kehujanan bisa sakit" suara itu menghentikan langkah Galang ketika ia akan membuka pintu utama yang berdiri kokoh dirumah mewahnya.

Galang menoleh mendapati pembantu rumah tangganya, tetapi ia sudah menganggap sebagai ibunya sendiri "bi Anjar harus yakin sama Galang bahwa Galang akan baik-baik saja" ucapan Galang terkesan lebih panjang, tetapi tetap saja dingin, wajahnya yang sekeras batu mencetak jelas bahwa dia sesosok yang dingin dalam segala hal.

"Jagain rumah, Galang pamit" tak lupa ia mencium tangan pembantunya itu lalu ia keluar rumah mengambil motor kesayangannya untuk membelah jalanan ibu kota yang diguyur oleh hujan deras.

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang