[5] Angel

1.7K 207 7
                                    

Selain Gwen Haryanto, makhluk hidup lain yang mendapat lampu sorot terbanyak di Sierra School -- terutama bagi para wanita -- adalah Rifaldo Janu Wijaya.

Adri satu kelas dengan putri tunggal Janu, Rena, waktu kelas dua sampai kelas empat. Jadi, kurang lebih aku tahu bagaimana hebohnya para mama kalau Janu sudah ikut menyahut di grup chat orang tua kelas.

Malah, para Mama biasanya membuat satu grup terpisah, tanpa guru dan Janu, demi bisa sibuk membicarakan dua orang itu. Aku pernah ikut grup sempalan itu waktu kelas dua dan memutuskan menjadi silent reader abadi. Mengerikan sekali para Mama haus belaian yang tak tahu waktu berfantasi tentang Janu.

Salah satu topik hangat yang sering menjadi bahan pembicaraan adalah tentang Janu yang tak pernah menikah lagi sepeninggal almarhum istrinya bertahun-tahun lalu. Kalau saja mereka tahu, ada kisah pilu di balik wajah Janu yang selalu ramah dan murah senyum.

Mendiang istri Janu, Prita, meninggal dunia waktu Renata berusia dua tahun. Ceritanya tragis. Janu terlambat menjemput Prita dari kantornya. Prita akhirnya nebeng salah satu teman kantor yang rumahnya searah. Di perjalanan, motor mereka diserempet oleh mobil yang dikendarai pelajar SMP, yang jelas ilegal mengemudi sendiri. Prita terpelanting dan mengalami pendarahan hebat. Nyawanya dan janin yang baru tiga bulan dikandungnya sama-sama tidak tertolong.

Lengkap banget ya ceritaku ini? Percaya atau tidak, Rena sendiri yang lancar bercerita kepadaku. Padahal waktu itu, Adri hanya bertanya tentang mengapa Rena tidak punya Mama. Adri yang duduk sebangku dengan Rena di kelas, bersikeras memintaku menunggu sampai Janu datang menjemput putrinya. Setengah jam lebih menunggu Janu, aku jadi tahu salah satu rahasia terbesar pria yang bikin siapa saja wanita normal yang melihatnya langsung ngiler tanpa henti.

Bayangkan sampai seorang gadis mungil dan wajah seperti malaikat berumur delapan tahun -- usia Rena waktu bercerita -- bisa hafal begitu rinci tentang kematian mamanya dan bercerita tanpa menangis. Wow banget! Janu berarti enggak mencoba bikin kenangan atau cerita yang dimanis-maniskan. Ia menuturkan apa adanya, menjadikan Rena anak yang realistis dan apa adanya. Aku berpikir, jangan-jangan Rena termasuk segelintir anak cewek yang sedari kecil sudah paham kalau unicorn, peri, dan putri tidur dalam kastil itu cuma khayalan.

Oke, bukannya aku kege-eran atau sok kenal akrab dengan keluarga Janu. Kedekatan Adri dan Rena itulah yang ikut menyeretku. Aku harus pintar-pintar menjaga jarak dan memasang poker face, supaya tidak diamuk oleh JaLu alias Janu Luvers, para fans garis keras duda hot itu.

Ketika kelas empat, Adri mulai menjauh dari Rena. Ia bilang, Rena yang minta. Gadis cilik itu sempat dirundung oleh beberapa anak cewek sekelasnya. Rupanya, Rena lebih apes daripada aku. Fans Adri lebih dulu merisak dan mengancam dirinya tak boleh dekat dengan Adri.

Ya ampun, bayangkan, anak lelakiku yang suka bertingkah absurd, ternyata digilai cewek di sekolahnya! Satu lagi gen Mike menurun sukses di dalam darahnya!

Sejak itu, aku pun ikut mematikan radar perhatianku terhadap Ren. Apalagi jelas tidak mungkin aku, yang waktu itu masih berstatus istri Mike, ikut ngiler membayangkan yang ena-ena tentang papanya.

Sebatas ingatanku, selama ini aku hanya bicara basa-basi dengan Janu. Aku biasa membalas senyumnya dengan seulas senyum normal. Tidak ada gestur menggoda, kata-kata menjurus, apalagi frontal melakukan kontak fisik.

Terus, mengapa hari ini ia jadi flirty seperti abege kecentilan di depanku?

"Biasanya kamu kelihatan cantik. Tapi, hari ini kamu cantik banget."

Aku, lagi-lagi, hanya memberi sebuah senyum "normal", alias lengkungan bibir formal demi kesopanan.

Ya ampun, tolong jangan sampai nyemburin es kopsus di mukanya! Kamu bukan dukun santet, Manda! Pakaianmu saja sudah bukan lagi setelan hitam-hitam!

De Emaks Cadas (18+) [COMPLETED]Where stories live. Discover now