[13] Fallin'

1.4K 186 8
                                    

Seumur hidupku aku tak pernah mau menyerah pada masalah. Seberat apapun kepalaku, sesakit apapun badanku, aku akan selalu mencoba untuk bangkit. Apa yang terjadi semalam, jujur saja, sempat membuatku berpikir ulang untuk membuka mata. Aku berat hati mengakui bahwa aku lelah, aku ingin beristirahat panjang, aku perlu tidur yang lama, hibernasi seperti seekor beruang dengan badan penuh gelambir lemak.

Sayangnya, tekadku terlalu keras dan kupingku terlalu tajam. Suara berat yang kunanti, membuat segala saraf penglihatanku untuk membuka kelopak mata.

"Manda? Manda?"

Secercah cahaya perlahan mengisi penglihatanku. Sebuah sosok yang semula tampak kabur menjadi kian jelas. Seraut kecemasan di balik ketampanan. Janu dengan wajah lelah, kemeja denim kusut, dan rambut acak-acakan balas menatapku sendu.

"How are you feeling?" tanyanya menggenggam erat tangan kananku yang bebas tanpa tusukan jarum infus.

"Baik," jawabku parau. Aku menelan ludah, mencoba membasahi kerongkongan yang terasa perih.

"Haus, Nu," ucapku pelan, menunjuk ke arah nakas. Janu dengan gesit mengambil gelas berisi air minum.

"Sebentar," ujar pria yang sungguh ingin kupeluk erat itu, berjalan menuju dispenser di ujung ruangan dan menambahkan air panas ke dalam gelas. Baru kusadari, aku kini sudah berada di kamar perawatan yang luas dengan aneka fasilitas.

Luas kamar ini kira-kira hampir sama seperti luas kamar hotel bintang tiga kelas superior

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luas kamar ini kira-kira hampir sama seperti luas kamar hotel bintang tiga kelas superior. Wallpaper dan furniture yang digunakan bernuansa cokelat kayu serta krem. Tempat tidurku ada di pojok ruangan dekat dengan jendela. Di tengah ruangan, ada meja pendek dan sofa, yang kutebak bisa beralih fungsi menjadi sofa bed. Televisi layar datar terpasang di dinding dan ada satu set meja serta kursi yang bsa digunakan untuk penungguku makan. Sementara di seberang ruangan dekat pintu masih ada dispenser tinggi, sebuah meja dan kursi lagi, serta wastafel besar. Samar-samar aroma lavender terhidu, tidak lagi bau antiseptik menyengat seperti di ruang gawat darurat semalam.

Kutebak, paling tidak ini kelas VIP, karena hanya ada aku sendiri dirawat di kamar ini. Siapa yang membayar ini semua? Apakah ada yang berinisiatif menguruskan asuransi dari kantorku untuk menalangi biaya perawatan? Itu saja aku yakin pasti aku harus membayar biaya tambahan alias ekses karena limit asuransiku jelas tidak untuk kamar perawatan semewah ini.

"Minum dulu."

Janu membantuku untuk duduk dan begitu ia memberikan gelas air minum, langsung kusambar dan kuteguk buru-buru. Akibatnya, aku sempat tersedak dan terbatuk-batuk. Telapak tangan Janu yang besar sontak mengelus-ngelus punggungku. Sayangnya, bukannya tenang, aku malah jadi semakin tegang. Masalahnya, aku tidak pakai bra dan pastilah Janu menyadari hal itu juga ketika mengelus punggungku yang tak ada tonjolan kaitan penutup dada itu sama sekali!

Worst time to be horny, Amanda!

"Kamu mau sarapan? Aku suapin, ya?"

Aku gelagapan melihat Janu tersenyum kecil dengan mata berkantungnya. Ya ampun, apa dia menyetir tengah malam dari Bandung ke sini demi aku? Cewek yang belum juga memberikan kepastian tentang hubungan apa yang kami jalani ini?

De Emaks Cadas (18+) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang