[17] When You're Gone

1.3K 183 4
                                    

Pagi ini, infusku sudah dibuka. Tidak ada lagi lengan yang terikat dan tertusuk selang. Aku merasa bebas. Melingkarkan kedua tanganku pada tubuh yang kokoh balas mendekapku erat. It feels so nice to be loved like this.

Suasana romantis yang kemudian berubah menjadi canggung begitu ada sepasang tangan yang bergerak ke bawah dan meremas bokongku gemas.

"Mike!" pekikku, lalu mencubit lengannya kuat-kuat. Mantan suamiku itu mengaduh keras dan nyengir lebar menyaksikan wajahku berubah bertekuk cemberut.

"Kamu jadi enggak asyik digodain deh, Sayang," celetuknya kemudian merangkul bahuku. Aku menurut saja sewaktu ia menuntunku duduk di sofa bersebelahan. Kuperhatikan, hari ini Mike berpenampilan lebih rapi. Kemeja kotak-kotak lengan panjang warna biru dan abu-abu tua yang tersetrika rapi, celana denim hitam yang tidak bolong-bolong, dan sneakers Converse hitam yang bersih tanpa noda. He prepared quite well this morning.

"Tolong ya, Pak. Tangannya dijaga. Kita udah enggak sah lagi buat nakal-nakalan begitu," cetusku gemas, menyentil hidung mancungnya. Mike tertawa lebar, menunjukkan dekik di pipi yang dulu sempat bikin aku tergila-gila karena senyum karismatiknya.

"Okay, anything for My Queen today," balasnya, mencium tanganku seperti cowok-cowok Abad Pertengahan yang mau mengajak gadis bangsawan pujaannya untuk berdansa.

"Kamu kesambet apa, jadi enggak galak kaya macan betina? Biasanya kan kaya udah mau cabik-cabik aku aja bawaannya?" tanya Mike, memasang muka serius lengkap dengan kening berkerut. Misteri besar abad ini mungkin itu pikirannya melihat perubahan sikapku yang super drastis ini.

"Kesambet jin infus delapan labu," jawabku asal, memonyongkan bibir. Mike terkikik geli. Ia merapatkan tubuh ke arahku. Tangan kanannya merangkul pinggangku erat, sementara tangan kirinya mengelus-elus puncak kepalaku. Posisi standar kalau kami sedang berbicara mesra, just like the old days. Aku rasa Mike mati-matian menahan diri untuk tidak melakukan gerakan lebih intim dan provokatif daripada ini. Ia tahu tindakan seperti itu sama saja bunuh diri dan efektif melenyapkan kesempatan emas ini dalam sekejap.

He knows exactly how to make me feel comfortable.

Katakan aku gila, sebut aku bodoh. Sekeras apapun aku berusaha membenci Mike, aku tak dapat memungkiri, ada daya tarik yang membuatku tetap bertahan berbelas tahun berumah tangga dengan pria serampangan dan urakan ini. I thought it was lust, but maybe there was a slight affection that kept me keep on going.

"Mike, aku udah pernah tanya ini sebenernya. Tapi, aku enggak pernah dapet jawaban yang menurutkku benar-benar jujur. This time, please come clean with me," kataku membuka pembicaraan.

Mike menghela napas berat. "Aku bisa tebak pertanyaan kamu. Soal kenapa aku selingkuh?" lanjut Mike, disambut gumamanku mengiyakan.

"Janji kamu enggak bakal ngamuk? Kejujuranku bakal lebih pahit dari espresso, lo!"

"You can keep my word. Tapi, kamu juga jangan baper ya kalau nanti komentarku tajem seperti biasa," balasku terkekeh.

"As I said before. Anything for My Queen today." Mike mencuri sebuah kecupan kilat di keningku. Sekejap ada aliran listrik menyetrum tubuhku. Tapi, aku diamkan saja dan coba menikmati sensasinya.

"Aku sambil tiduran, ya. Biar enggak pusing juga sih."

Aku mengubah posisi dan merebahkan kepala di pangkuan Mike. Tak lupa kugerai rambutku, supaya ikat rambutku ta mengganggu. Rasanya lebih nyaman begini sambil mendengarkan nanti ia bercerita. Kuambil sebuah bantal kecil dan kuletakkan mengalasi kepalaku.

Sekarang, mata kami bisa saling beradu pandang. Aku bisa melihat jelas ekspresinya ketika bercerita. Sudah lama aku tidak bersantai dan berbincang seperti ini. Selama ini pembicaraanku dan Mike lebih banyak bertensi tinggi. Ternyata, mengatur suasana penting juga untuk memahami konteks isi pembicaraan dari sisi berbeda.

De Emaks Cadas (18+) [COMPLETED]Where stories live. Discover now