[11] I Will Survive

1.3K 186 1
                                    


"Kenape lo, Say? Abis digodain abang-abang mesum apa dicolek genderuwo? Muka kacau begitu."

Komentar absurd Kallista yang tengah berdiri di dekat pintu masuk tak kugubris. Langsung saja kudatangi Mario yang sedang meracik kopi di station-nya, melewati Kallista yang alisnya naik sebelah.

"Yo, kasih aku kopi yang kenceng. Terserah mau diisi rum, wiski, anmer, atau solar juga enggak apa-apa!"

Suaraku yang lumayan lantang membuat segerombolan cowok yang duduk di meja dekat station Mario langsung cekikikan. Aku memelotot ke arah mereka, mengirimkan aura serupa Suzanna. Langsung cowok-cowok itu mengalihkan pandangan.

"Anjir, aing sieun. Eta Tante jigana kurang sajen melati," ucap salah satu cowok dengan logat Sunda kental.

"Heh, budak bedegul! Cicing siah!" Kubalas dengan bahasa Sunda yang tak kalah kasar.

Untung saja, Mario dan Kallista buru-buru mengungsikanku ke ruangan private di bagian belakang Marble. Begitu aku berhasil didudukkan di sofa, Mario langsung menyodorkan sebotol air mineral dingin kepada Kallista. Hampir saja Kallista mengguyurnya ke atas kepalaku. Syukurlah lengan kurus Lily berhasil menahannya sambil mendelik.

"Man, makanya kalo lewat jalan gelap-gelap, lo baca Ayat Kursi. Bukannya ngapalin daftar belanjaan," celetuk Mario terkekeh.

"Udah, Yo, lo ada Bailey's atau Irish Coffee enggak? Biar Manda rada jinak. Biasanya dikasih alkohol sedikit, bisa kelenger lah modelan Si Banteng Betina begini. Kalo lo perlu beli di Irlandia sekalian, enggak masalah kita tunggu," ujar Kallista, mengirim isyarat dengan mata supaya Mario pergi.

 Kalo lo perlu beli di Irlandia sekalian, enggak masalah kita tunggu," ujar Kallista, mengirim isyarat dengan mata supaya Mario pergi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Adik lelaki Janu itu sontak paham dan meninggalkan kami bertiga. Belinda sudah tak ada di ruangan. Mungkin ia harus mengurusi makan malam Rena dan menemaninya tidur, berhubung Papanya sedang dinas ke Bandung. Ah, Janu, seandainya kamu ada di sini.

Tiba-tiba, entah angin apa yang berbisik di telingaku, air mata mulai mengalir di pipiku. I lost my composure instantly.

Bahuku berguncang-guncang. Jumpsuit ratusan ribu dari Kallista sekarang basah oleh air mataku. Napasku mulai sesak, seperti ada batu besar menghimpit dadaku. Perutku seperti diaduk-aduk oleh blender tukang jus dan mulutku memuntahkan segala kekesalan yang memuncak.

De Emaks Cadas (18+) [COMPLETED]Where stories live. Discover now