[19] Brave

1.4K 178 2
                                    

Stand up for myself and the whole mommas in da hood.

Kallista menuliskan kalimat itu di sebuah kertas ukuran A3 dan menempelkannya di dinding kamar tidurku. Katanya, untuk inspirasi dan pengingatku supaya enggak tahu-tahu mundur sebelum festival Hari Ibu terlaksana.

Gimme a break. Kalau seorang Manda mundur sebelum tugas terlaksana, matahari bisa terbit dari utara.

Sepulang dari acara Kallista, kuajak Jenna menemaniku tidur. Ia sempat kaget, namun akhirnya balik memelukku erat dan dengan senang hati menerima undanganku.

"I miss cuddling with you, Mom. You're always busy and seems so tired," ucap Jenna sambil memainkan rambutku, membentuk ikal-ikal dengan melilitkan pada jemari kurus tangannya.

"Me too, Darling. Selama aku enggak ada, gimana perasaanmu? Cerita dong," bujukku.

"Cerita apa, Mom. Nothing's special," cicit Jenna. Tiba-tiba ia sibuk merapikan rambut dan mukanya memerah. Oalah, kenapa ini gadisku salah tingkah?

"Ehm, ada apa sama Kak Fredy? You guys are dating now?" godaku tertawa kecil.

"Apaan sih, Mom!" Jenna refleks mencubit kecil lenganku. Makin kelihatan jelas ia salah tingkah!

"Kalau kalian emang pacaran, I don't mind. Tinggal aku sama Tante Kal aja bakal sering ceramah," tukasku cepat.

Mata cokelat Jenna membulat dari balik kacamata bingkai mata kucingnya.

"Seriously, Mom? You won't be mad at us?"

"Why should I?" tanyaku balik, mengangkat bahu.

"Wah, apa di rumah sakit Mom dicuci otak? Kenapa jadi hilang semua keresehannya ya?" gumam Jenna.

"Heh! Aku dengar itu, ya!" Aku pura-pura memasang muka merengut. Lalu kulemparkan bantal kecil ke wajah Jenna yang mulai panik, mengira aku marah betulan.

"Jangan panikan gitu, sih. Nanti kalo Kak Fredy mendadak cium kamu, jangan-jangan kamu mimisan terus pingsan," candaku tergelak panjang.

Tiba-tiba Jenna terdiam. Sangat diam dan sungguh mencurigakan.

"Jenna? Jennaaaaa? Jangan bilang kalau apa yang aku bilang udah jadi kenyataan?" tanyaku mulai cemas.

"Ummm, begini, Mom. Dua malam lalu ...." Jenna memuntir bagian bawah atasan piyamanya.

"Ya, dua malam lalu, ada apa?"

Jenna menggigit bibir. Ia ingin bicara, namun menahannya kuat-kuat.

"Nakeisha Jenna Soebrata, apa dua malam lalu kamu ciuman sama anak temanku yang juga tetangga kita?" Nada suaraku jadi lebih berat.

"Sorry, Mom. He kissed me on the cheek and I almost passed out in our front porch." Jenna berkata secepat kereta api lewat. Namun, aku bisa menangkap seluruh artinya.

Aku memaku pandangan ke bola mata Jenna yang jernih. Ia berkedip sekali. Oke, anakku berkata jujur barusan. Oh, shit! Aku tak bisa menahan tawaku yang langsung membahana ke seluruh kamar.

"Serius, Jenna? Kamu mau pingsan dicium di pipi? Oh, you're so effin' cute!" Aku mengacak-acak poni Jenna lalu mencubiti pipinya.

"Mom, aku malu tauuuuuk! Aku sampai enggak bisa tidur dan besoknya nyaris dihukum karena mau ketiduran di kelas. Setiap ketemu Kak Fredy, aku rasanya mau ngumpet di balik lemari, mobil, semak-semak, bahkan aku rela manjat pohon. Mana dia kok bisa-bisanya masih mau deketin aku, segitu aku menyedihkan soal pacaran dan sejenisnya!" repet Jenna sambil menjambaki rambutnya dan membenamkan muka ke bantal.

De Emaks Cadas (18+) [COMPLETED]Where stories live. Discover now