Chapter 1

8.6K 501 56
                                    

"Anakku..."

Peluh keringat membanjiri wajahnya, detak jantungnya sudah tak teratur, dan bertempo sangat cepat. Namun, matanya masih menutup dengan sempurna, dan sesekali menggerakkan bola matanya dalam keadaan masih memejam.

"Mami--papi."

Nafasnya semakin memburu dan kepalanya menggeliat tak karuan. Sepertinya mimpinya kali ini benar-benar buruk.

"Tidak Robert, ampun ini sakit. Ampun."

Kepalanya menggeleng kuat dalam tidurnya, semakin lama nafasnya semakin memburuh dan bola mata itu bergerak gelisah dalam pejamannya. Dalam hitungan detik mata yang semula terpejam, kini terbuka lebar dan memperlihatkan indahnya mata hijau zamrud yang dimilikinya.

Wanita itu langsung beranjak dari tidurnya dan duduk dengan memeluk kedua kakinya. Kepalanya terus saja menggeleng, sampai rambut coklatnya menutupi wajah cantik yang dimilikinya.

"Tidak, anakku sudah hilang. Ayah, ibu ajak aku pergi." ricauan itu terdengar lirih.

"Mami, papi."

"Ajak aku..." setetes air mata jatuh membasahi pipi pucatnya. Bahunya bergetar, dan isakan tangis terdengar begitu memilukan.

Lama isakan tangis itu terdengar, sampai suara pintu terbuka membuatnya menoleh dan tersenyum tipis.

"Mimpi buruk lagi sayang?" tanya wanita baya itu, setelah duduk di atas ranjang. Dikamar Rexia tidak ada cahaya, sebab Rexia selalu membuat ruangan kamarnya menjadi gelap. Tanpa ingin menghidupkan lampu.

Yang ditanyai hanya mengangguk tanpa berniat menjawab. Wanita baya itu--Fawnia  hanya diam tak ingin mengucapkan apapun lagi. Karena ia tahu, Rexia tidak akan merespon ucapannya.

Ya, Rexia. Wanita cantik berkebangsaan Jerman, yang sekarang hidup di Santorini bersama wanita baya yang tak lain adalah Fawnia--mantan pembantu keluarga Rexia di Jerman.

Sudah satu tahun lamanya Rexia dan Fawnia menetap di Santorini, tanpa berniat kembali ke Jerman. Bagi Fawnia, membawa Rexia tinggal disini merupakan keputusan yang sangat tepat. Dari pada membiarkan Rexia tetap tinggal di Jerman dengan kesedihan yang melanda disetiap harinya.

Setelah kematian orang tua Rexia, keguguran yang dialami Rexia, gangguan jiwa yang dimiliki Rexia, serta perceraian Rexia dengan Robert semakin membuat ganguan jiwa Rexia terguncang. Hal itu membuat Fawnia tak tega, karena Fawnia adalah orang merawat Rexia dari Rexia masih bayi, disaat Berta--ibu Rexia sibuk dengan pekerjaannya. Maklum, disaat Rexia kecil, Rexia harus hidup susah bersama sang ibu, tanpa adanya seorang ayah. Fawnia--wanita itu bekerja tanpa meminta bayaran kepada Berta. Tetapi, setelah Berta kembali dengan Johan mantan suaminya--ayah kandung Rexia, barulah Berta memberi gaji kepada Fawnia.

Dan selama satu tahun ini, keadaan Rexia tidak berubah. Mungkin hanya lingkungan sekitarnya yang berubah, namun bukan kehidupan pribadinya. Rexia masih sama, seperti saat pertama kali menginjakkan kaki di kota Santorini. Jiwanya masih terguncang, dan itu membuat Rexia dijuluki wanita gila oleh para tetangga sekitar.  Namun, Fawnia tidak menganggap Rexia gila, baginya jiwa Rexia hanya terganggu dan Rexia bukanlah wanita gila.

"Mom, besok ajak aku keluar, aku ingin berkeliling Santorini." ucapan Rexia sontak membuat Fawnia menoleh dan tersenyum manis.

"Iya sayang. Besok pagi kita berkeliling Santorini." jawab Fawnia. Tapi, jawaban Fawnia tak mendapat respon dari Rexia. Bahkan mendapatkan senyuman saja tidak. Tapi, Fawnia tak masalah, karena ia tahu bagaimana Rexia selama ini. Apalagi setelah apa yang telah terjadi di kehidupan Rexia.

"Mommy kembali ke kamar dulu ya?" Rexia mengangguk tanpa menatap Fawnia.

Ya, Rexia sudah terbiasa memanggil Fawnia dengan sebutan mommy. Sedangkan untuk ibu kandungnya sendiri, Rexia memanggilnya dengan sebutan mami.

Sebelum keluar dari kamar Rexia, Fawnia mendekat dan mencium kening Rexia dengan sayang. Anak mantan majikannya ini sangat berarti dalam hidup Fawnia. Karena Fawnia yang sudah di vonis tidak dapat memiliki anak, membuat Fawnia tak kunjung menikah sampai usianya yang sudah berkepala empat. Lebih muda sepuluh tahun dari usia ibu kandung Rexia.

Fawnia berjalan keluar dan menutup pintunya, ia menyandarkan punggungnya dipintu kamar Rexia. Air matanya yang sudah ia tahan mati-matian sedari tadi mengalir cukup deras. Hatinya sesak jika setiap kali melihat Rexia terdiam setelah mendapatkan mimpi buruk seperti tadi.

Robert.

Satu nama pria yang paling Fawnia benci dalam hidupnya. Karena Robert lah orang yang berperan penting dalam hancurnya hidup dan mental Rexia. Jika saja, waktu itu Robert tidak memarahi Rexia karena keguguran, dan tidak memukuli Rexia. Mungkin saja, keadaan mental Rexia tidak akan separah ini.

"Mommy rindu dengan keceriaan mu sayang. Mommy harap, ada seseorang yang dapat membuatmu seperti Rexia yang dulu mommy kenal. Bukan Rexia yang pendiam dan yang mentalnya terganggu." ucap Fawnia penuh harap.

"Mommy selalu meminta sayang, agar dua orang yang telah menghancurkan mu, mendapatkan karma nya."

"Robert dan Alexis akan mendapatkan karma karena apa yang sudah ia lakukan kepadamu sayang." Fawnia menutup mulutnya dengan tangan, kala isakan yang keluar dari mulutnya terdengar lebih keras.

Jika mengingat nama Robert dan Alexis, membuat sepercik rasa benci yang dimilikinya mencuat. Karena bagi Fawnia, kedua orang itu yang sudah menghancurkan Rexia. Namun, Fawnia bersyukur, karena selama setahun ini, Rexia terbebas dari Robert dan Alexis.

"Mommy mendoakan kebahagian mu sayang. Mommy harap, kehidupanmu segera berubah."

•°•°•°•°•°•°•
.
.
.
.
TBC!!!
.
.
.
.
Wait for the update!!!



Crazy Wife || [Aderxio Series#2]Where stories live. Discover now