0화 | Prolog

5K 353 13
                                    

Jilin, China.

"Huh.." terdengar helaan nafas berat dari seorang lelaki mungil dengan surai kecoklatan yang terlihat sedang duduk didepan pintu.

Manik matanya memandangi kumpulan awan tebal seperti bulu domba yang tengah melintas diatas rumah kecilnya, sebuah rumah yang hanya bermaterialkan kayu tua yang dimana beberapa pilar rumahnya sudah rapuh dimakan oleh rayap.

Pandangan lelaki itu beralih menatap beberapa lembar dokumen dan sebuah passport ditangannya. Dokumen itu bertuliskan diterimanya Huang Renjun --nama lelaki mungil tersebut-- disalah satu universitas terbaik di Korea Selatan.

"Huh.." lelaki tersebut menghembuskan nafasnya lagi, hatinya terasa berat meninggalkan rumah dan satu-satunya orang tua yang masih tersisa didunia ini, yaitu ibunya.

"Uhuk uhuk" seorang wanita paruh baya terdengar sedang batuk dari dalam kamarnya. Renjun, lelaki itu segera bangkit dari duduknya dan bergerak menuju kamar sang ibu.

Krekk

Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sosok sang ibu yang terbaring lemas diatas kasur gelar karena penyakit Leukemia yang dideritanya kurang lebih 1 setengah tahun.

"Ibu, apakah ibu sudah minum obat?" tanya Renjun cemas melihat wajah sang ibu yang semakin hari semakin pucat.

Nyonya Huang hanya mengangguk lemah, bibir keringnya membuatnya susah untuk berkata-kata. Renjun mengambil selimut tebal dari dalam lemari lalu menutupkannya ketubuh sang ibu.

"Bu, sepertinya aku mengurungkan niatan ku untuk kuliah di Korea Selatan" ujar Renjun dengan mimik wajah murung.

Nyonya Huang mengerutkan keningnya, mulutnya terbuka sedikit hingga satu pertanyaan sederhana keluar dari mulutnya, "Kenapa?".

"Aku tidak tega meninggalkan ibu sendirian dirumah tua ini" jawab Renjun sekenanya.

"Pergilah, tuntut lah ilmu mu setinggi mungkin dan jadilah anak yang sukses dikemudian hari yang bisa membuat ibu mu ini bangga kepada mu" balas Nyonya Huang, "Lagian ibu tidak sendirian disini, masih ada paman dan bibi mu yang bisa merawat ibu disini" imbuhnya.

Renjun hanya diam, merenungi setiap perkataan yang keluar dari mulut sang ibu.

Tin.. tin..

Suara klakson mobil pick up terdengar dari depan rumah Renjun disertai dengan suara pria yang turun dari dalam mobil.

"Pergilah" perintah sang ibu sekali lagi.

Tok tok tok

"Kak, dimana Renjun?" tanya pria tadi ketika dirinya memasuki rumah Renjun tanpa salam.

"Eoh.. disini dikamar, masuklah" jawab Nyonya Huang dengan sedikit meninggikan volume suaranya.

"Renjun, gimana? Sudah berkemas?" tanya pria itu dari ambang pintu kamar Ibu Renjun.

"Eum, sudah paman" Renjun beranjak dari tempatnya, mengambil koper dan dokumen-dokumen penting lainnya. "Ibu, aku berangkat dulu" pamit Renjun seraya mengecup kening ibunya, matanya mulai berkaca-kaca, berat meninggalkan satu-satunya orang tua yang ia miliki.

"Ayo Renjun, nanti kamu ketinggalan pesawat lho" dengan berat hati Renjun berdiri dan hendak keluar dari kamar sang ibu. "Sudah tidak ada yang ketinggalan lagi? Dokumen? Passport? Visa D-2?" tanya paman Renjun sambil mengabsen satu persatu barang bawaan Renjun agar tidak ada yang tertinggal.

"Sudah semua paman" jawab Renjun, dirinya berbalik badan, melambaikan tangan kepada sang ibu.

"Hati-hati dijalan anak ku, semoga kau selamat sampai tujuan" Nyonya Huang membalas lambaian tangan Renjun dengan lemah. Renjun hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku berangkat dulu ya kak. Oh ya, Meimei akan datang sebentar lagi untuk menjaga kakak" pamit paman Huang yang hanya dibalas dengan anggukan dari Nyonya Huang.

Paman Huang dan Renjun berjalan menuju mobil pick up yang terparkir didepan rumah Renjun. Mobil itu tampak kotor, terlihat dari beberapa lumpur yang menempel dibawah mobil, sepertinya Paman Huang baru pulang dari sawah.
Paman Huang menyalakan mesin mobilnya dan berkendara menuju bandara dengan kecepatan standard.

Sesampainya dibandara, semua orang menatap aneh kedua orang itu, namun tak dihiraukan oleh mereka, Renjun tak pernah merasa malu meskipun dirinya menaiki mobil tua yang baru digunakan mengelilingi sawah.

"Masuklah, hati-hati dijalan ya Renjun"

"Aku berangkat dulu ya paman" Renjun mengulurkan tangan, mengajak sang paman berjabat tangan sebelum dirinya meninggalkan kampung halamannya.

Sang paman merogoh saku celananya mencari sesuatu didalam sana, "Mana ya sapu tangan ku?" tanya paman Huang kepada dirinya sendiri.

"Buat apa paman?" tanya Renjun bingung, tangannya masih terulur didepan paman Huang.

"Tangan ku kotor, mana mungkin aku berjabat tangan dengan calon sarjana"

Renjun tersenyum tipis, tangannya langsung meraih tangan pria didepannya itu, memaksa pria tadi segera berjabat tangan dengannya. "Tidak perlu berlebihan seperti itu paman haha"

Sang paman tersenyum malu, tangan kirinya menepuk pundak kanan Renjun, "Jadilah anak yang sukses, buatlah bangga ibu mu dan paman bibi mu disini" pesan Paman Huang sebelum melepaskan Renjun pergi.

Renjun menganggukkan kepalanya mengerti, "Tentu paman".

"Anak pintar. Sekarang masuklah"

Renjun berjalan masuk memasuki ruang check in, sang paman melambaikan tangan sebelum Renjun benar-benar pergi meninggalkan kampung halamannya.

To Be Continue

.

.

Hi readers 😁 saya ucapkan selamat datang dan terima kasih telah mengunjungi FF pertama saya.
Nantikan kisah selanjutnya yang pastinya akan semakin menarik untuk dibaca 😁

Jangan lupa vote, comment, dan follow akun ini ya supaya akun ini semakin berkembang kedepannya. 😁

Forbidden Love [Mark x Renjun]Where stories live. Discover now