15 : Destiny

27.2K 4.9K 1.1K
                                    

          Sehun duduk di tepi ranjang sambil membuka kancing kemejanya satu per satu. Sembari menunggu Soha di kamar mandi, Sehun memeriksa handphone-nya untuk melihat beberapa pesan konyol dari Luke yang meminta maaf karena tidak bisa datang di hari pernikahannya.

Sehun membalasnya dengan emot jari tengah, lalu menjatuhkan tubuh telanjang dadanya di ranjang. Entah apa yang Soha lakukan di kamar mandi, gadis itu sudah dua jam tidak keluar-keluar.

Karena tidak tahan menunggu, Sehun memutuskan untuk mengetuk pintu. “Kau baik-baik saja?” tanya Sehun.

Jeda sejenak, sebelum suara dari knop pintu terdengar, disusul harum tubuh Soha yang meyeruak hingga membuat pikiran Sehun kemana-mana. Kini gadis itu berdiri di hadapan Sehun dengan bathrobe-nya yang tampak sexy.

“Aku sangat gugup,” ujar Soha terus terang.

Malam ini malam pertama mereka di Maldives, setelah kemarin pagi mereka menikah di Korea.

“Apa kau perlu waktu lagi? Aku tidak masalah jika kau mau menundanya untuk beberapa hari.”

“Tapi hari ini aku sedang masa subur. Dan juga … kalau kita melakukannya besok, kualitas spermamu akan menurun. Kita tidak bisa menyianyiakannya.”

Sehun mendesah. Ya, beberapa hari sebelum menikah, Sehun memang sangat menjaga kualitas spermanya untuk mendapatkan yang terbaik di malam pertama. Dia sangat bekerja keras untuk itu atas permintaan Soha.

“Tapi kita tidak bisa melakukannya jika kau ketakutan.”

Soha mengerang kesal, “Apa kau bisa melakukannya tanda menimbulkan darah? Sudah sakit, berdarah … Bukannya membuat anak, aku akan pingsan.”

“Aku tidak tahu, tapi jika kau rileks aku yakin tidak akan sakit.” Sehun mencengram bahu Soha, lalu menyuruh gadis itu menatapnya dalam-dalam. “Percaya padaku … jangan terfokus kepada darah. Aku janji akan membuatmu nyaman.”

“Apa kau pernah melakukannya dengan perawan?”

Sehun menggeleng, “Tapi aku yakin bisa melakukannya dengan baik.”

“Kau janji?”

Sehun tersenyum, sedikit lucu melihat Soha yang biasanya memasang wajah garang, kini terlihat cemas. “Iya, aku janji.”

“Kalau begitu kau mandi.”

“Hem, tunggu aku.”

Soha mengangguk, lalu berjalan ke arah ranjang untuk menenangkan pikirannya. Tidak butuh waktu lama bagi Sehun untuk mandi. Mungkin 15 menit, karena kini dia sudah keluar dengan rambut basah yang terlihat acak-acakkan. Sepertinya pria jarang menggunakkan sisir sambil keramas.

Degupan jantung Soha kini semakin keras, hingga wajahnya pucat. Sehun yang menyadari hal itu memanggil Soha, lalu menyuruhnya untuk membantu Sehun mengeringkan rambut agar Soha lebih rileks.

Untungnya gadis itu menurut, dia mengambil hairdryer lalu mengeringkan rambut Sehun dalam diam. Mereka tidak berbicara satu sama lain. Sehun hanya menatap wajah cantik Soha melalui kaca meja rias, lalu setelah rambutnya kering, Sehun menyuruh Soha untuk duduk di atas pahanya.

“Kita adalah pasangan suami-istri, ingat … kita tidak akan bisa mengasilkan apa-apa jika terus-terusan bersikap canggung seperti ini. Mantapkan hatimu, biarkan dia lepas untuk jatuh sementara kepadaku.” Sehun menarik pinggang Soha, lalu mendekapnya erat.

“Duduk seperti ini di pahaku, anggap aku adalah pria yang kau cintai … dan aku akan menganggapmu sebagai wanita yang aku cintai. Apa kau masih takut?”

Soha menggeleng, “Sudah sedikit lebih baik.”

Sehun tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya untuk mencium bibir Soha. Sehun melakukannya perlahan, dengan sengat lembut, agar Soha nyaman dalam cumbuannya. Gadis itu mengerang, napasnya terputus-putus saat Sehun mengecup bahu Soha, lalu turun untuk mencumbu seluruh tubuh Soha.

The Proposal Where stories live. Discover now