17. Jaket

2.8K 210 66
                                    

Neratha terbangun saat ada sesuatu yang mengganggunya, ia membuka matanya perlahan, merasakan sesuatu yang basah dan lengket dibawahnya. Ia merasa dihisap. Tepat dibawahnya, di bawah kepalanya, yaitu lehernya, ia melihat Denata tertidur. Matanya terpejam tapi bibirnya tidak, masih menempel di lehernya dan sedikit menghisap.

"Oh my! Den! Stop it!" Neratha menarik jarak dari Denata, ia terduduk, menyentuh lehernya, menyibakkan selimut lantas berlari kearah lemari pakaian yang ada cermin di pintunya.

"Sayaaang, kok disini sih?!" Neratha menyibakkan rambut panjangnya ke belakang piyama dan melihat bercak merah, yang dipanggil masih tertidur pulas.

"Sayaaaang, bangun." Neratha mendekat, mengguncang si pemilik tubuh yang sudah memiliki seluruh hatinya ini. 

"Mh? Udah jam 5 ya?"

"Belum, tapi kamu bikin tanda."

"Hah?" Denata mengucek matanya dengan punggung tangan kanannya. Ia terduduk sekarang.

"Ini! Kamu gak sadar ya? Jangan-jangan kamu ngigau?" Neratha menarik piyamanya hingga lehernya terekspos jelas, ada tanda merah di lehernya bekas hisapan.

"Hah?" Denata bengong, nyawanya belum terkumpul sepenuhnya dan ia kebingungan sekarang. 

"Aku gak bikin tuh?" sambungnya.

"Iiih tadi tuh posisi kamu tidurnya nempel ke leher aku, terus pas aku bangun kamu lagi ngisep ini!"Neratha mengusap kasar wajahnya.

"I am sorry. Aku gak tau." Denata manyun, ia menggelembungkan pipinya, dia tidak menyadari perbuatannya.

"Aku sih gak masalah mau kamu apain juga. Tapi-"

"Bener?!" wajah Denata berubah cerah, ia tersenyum lebar.

"Tapi besok kita harus rapat dan aku harus ketemu banyak orang termasuk guru!" Neratha terduduk lemas di kasurnya.

"Aku gantiin aja ya." 

"Gak bisa. Udah tugasku." Neratha masuk ke dalam selimutnya dan berbaring membelakangi Denata.

"Izin sakit aja, jadi kamu gak usah masuk kelas." Denata mendekat, mengusap lembut kepala kekasihnya.

"Sakit apaan? Sakit leher?!" Neratha berbalik menghadap kekasihnya sambil mengerutkan keningnya karena sebal.

"Hehehe. Ya maaf donk kan aku gak sadar, kalo aku sadar pasti aku hati-hati mainnya." Denata malah tertawa pelan, tidak merasa bersalah sama sekali.

"Ih! kamu tuh gak ngerasa salah ya?!"

"Aw! Yang jangan ah." Neratha mencubit perutnya.

"Ya enggaklah, kan aku gak sadar. Itu tuh artinya aku gak bisa lepas dari kamu sampe lagi tidur aja bisa gitu. Hehehe."

"Apaan!" Neratha berbalik membelakangi Denata.

"Yeh, malah marah. Kan aku gak sadar, maaf donk. Udah gak ngerasain, enak juga kalo aku sadar, kerasa."

"Apaan sih?!" Neratha menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Eh, jangan ditutupin donk. Kayak lemper kamu." Denata tertawa mengejek kekasihnya yang sedang marah itu.

"Tau ah!"

"Besok pake syal aja ya."

"Nanti dimarah guru." jawab Neratha dari balik selimut.

"Enggak. Aku tanggung jawab. Ya?" Denata mendekat, menyentuh pundak kekasihnya dari belakang.

"Yaudah."

Nuansa Rasa PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang