47. Bodo Amat

1.2K 107 12
                                    

"Dia anaknya dua sekarang."

"Nah elu kapan?"

"Si A tambah gendut aja."

"Si B udah setahun nganggur."

"Si Z katanya lanjut S2 di luar negeri."

Aku fokus mendengarkan musik yang dimainkan band di panggung musik dan menyantap makanan di mejaku. Aku salah pilih meja, meja teman-teman Vania dulu isinya toxic semua.

Mana Renata? Tidak terlihat daritadi.

"Yang, kok bete? Mau pindah meja aja?"

Neratha berbisik di sebelahku.

"Iya. Masalahnya aku gak liat temen-temen kita yang IPS. Mana sih mereka?"

Aku daritadi mencari keberadaan teman-temanku di aula yang luas ini. Ruangan sebesar ini, orang-orang berjalan hilir mudik, meja yang cukup padat, susah mencari orang. Pesta pernikahan Vania mengusung tema table set wedding, satu meja berisi 10 orang dan makanannya diantar oleh pelayan.

"Itu banyak. Disitu ada, disana, diujung."

Neratha yang hari ini tampil cantik dengan dress putih selututnya dengan santai menunjuk-nunjuk kelompok tamu-tamu lainnya.

"Aku gak kenal."

Aku membenarkan pita dress biruku. Neratha lupa aku bukan extrovert seperti dirinya yang punya banyak kenalan dimana-mana.

"Ke anak-anak osis aja yuk?"

"Emang ada?"

Aku menyapu pandanganku ke lautan manusia ini, mencari anggota osis yang kukenal tapi nihil.

"Belum keliatan sih. Dimana ya? Renata mana sih?"

Dia juga terlihat bingung. Renata tak kunjung kelihatan, sedangkan Vania dan suaminya masih di depan sana.

"Eh, kalian sekantor ya sekarang?"

Tiba-tiba salah seorang di meja ini-yang kulupa namanya siapa-bertanya pada kami.

"Iya." Jawabku.

"Ih enak banget. Gak bosan berdua terus dari SMA, kuliah, kerja ketemu lagi?"

"Hahaha"

"Iya Den. Gak bosan sama Neratha terus?"

Temannya yang lain tertawa.

"Gak lah. Kok bosan sih? Aku beruntung banget malah Neratha selalu ada buat aku di saat aku lagi susah, ada masalah, lagi marah, pusing, cape, dan dia selalu bisa balikin mood aku. Satu orang teman udah lebih dari cukup, daripada ganti-ganti temen tapi pada fake semua?"

Aku tersenyum puas.

Mereka terdiam, menunjukkan raut-raut wajah tidak suka.

"Deeen."

Neratha menyenggol tanganku, wajahnya sedikit panik. Biarin aja, bodo amat.

"Ah, kami nyari temen yang lain dulu ya. Permisi."

Ia menarik tanganku, kami pergi. Entah kemana, terserah dia.

"Den, sarkas kamu gak bisa ditahan dulu apa?"

Kami masih berjalan, sepertinya ini taman belakang. Ada halaman rumput, kolam dan bunga-bunga.

"Bodo amat. Suru siapa ngomong semaunya."

"Ya tapi kan-"

"Sayang, orang-orang toxic kayak gitu harus dibikin diem sekali-sekali. Jawaban aku masuk akal kan? Gak ada yang salah kan? Bodo amat sama mereka."

Nuansa Rasa PadamuWhere stories live. Discover now