Part 07: Rahasia Besar

11.6K 980 18
                                    

Brenda berada di ruang pengendali angin sekarang, dirinya sendirian karena semua anak sudah pada balik ke kamar masing-masing.

Ya gimana gak balik, orang sekarang aja jam 23.47 PM, dan pastinya mereka semua sudah pada molor.

Sistem di sekolah ini tidak pernah tutup, buka 24 jam. Jadi semua siswa bebas menggunakan ruangan nya kapan pun.

"Haahhahh...." suara napas Brenda yang tersengal-sengal terdengar menggema di ruangan itu, dengan dada naik turun dan keringat bercucuran Brenda terlihat sangat kelelahan.

Brenda daritadi terus melatih kekuatan nya tanpa berhenti, yang dipikirkan dirinya saat ini hanya satu, yaitu dirinya harus kuat atau setidaknya seimbang dengan semua teman-temanya.

Memang Brenda setiap hari akan berlatih sampai setidak nya jam 2 malam, makanya dirinya sekarang jauh lebih kuat dibanding dahulu, meski jika dibanding Resa, Bia apalagi Megi dirinya tidak ada apa-apanya.

Wush....

Brenda menahan bangku agar tetap terbang dengan tangan kanan, lalu setelah cukup yakin tangan kiri nya dia gunakan untuk menerbangkan bangku lagi.

Wush....

Dan berhasil. Brenda tersenyum senang, memang benar kata orang usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Lihat Brenda sekarang, meski hanya sekelas magician tapi dirinya sudah bisa menggunakan kekuatan sekelas wizard.

Brenda lalu mencoba menurunkan bangku bangku itu dengan hati-hati.

Tak.

Dan berhasil! Brenda tersenyum sumringah melihat perkembangan dirinya sendiri itu.

Karena sudah merasa kehabisan tenaga, gadis itu memilih lesehan di lantai. Ya gimana gak capek ia sudah memforsir kekuatannya selama berjam-jam tanpa berhenti.

Namun hal yang tidak terduga membuat Brenda seketika terkesiap kaget.

"IBU AYAH!!" pekiknya syok.

Brenda berdiri, berlari menghampiri orang tua nya yang entah bagaimana bisa berada di depan nya itu, pasti teleport. Batin Brenda.

"Iya Bren, kita disini." Ucap Amira, lbu Brenda. Wanita paruh baya dengan wajah kalem khas keibuan.

"Kenapa kalian ada disini?" tanya Brenda masih tidak percaya.

"Ada hal yang ingin kita sampaikan padamu, Brenda." Jawab Bagas, Ayah Brenda. Lelaki jangkung dengan tubuh tinggi besar, terkesan menakutkan bagi siapapun yang baru pertama kali bertemu dengannya.

Brenda mengernyit bingung. "Apa, Yah?" tanyanya, sepertinya ini pertama kalinya orang tuanya mendatanginya sejak dirinya bersekolah di Akademegicial.

"Sebelum itu kami mau minta maaf, pasti kamu merasa selama ini kami tidak memerhatikanmu, kan?" ujar Amira dengan wajah menyendu.

Brenda terbelalak, mengangguk dengan wajah sedih, "apa kalian mau bilang kalau aku bukan anak kandung kalian. Begitu?" Brenda berasumsi meskipun sebenarnya sangat takut kalau tebakan nya justru benar.

Amira dan Bagas menggeleng kompak. "Tentu tidak!" seru mereka kompak.

Bagas menghembuskan napas berat. "Jelaskan sekarang, Mir!" perintah Bagas.

Amira mengangguk lalu beralih menatap Brenda. "Memang selama ini kami kurang memerhatikanmu, tapi kamu memang anak kandung kami, ada alasan kenapa kami melakukanya, Bren." Jelas Amira.

Brenda mengangkat alisnya. "Apa?" tanyanya tidak sabaran.

"Karna kami harus menyembunyikan identitasmu, jika kami terlalu menyayangimu dan melindungimu pasti akan ada yang curiga, dan Ibu takut mereka akan mencelakaimu." Tambahnya lagi.

"Memangnya kenapa kalau ada yang tau tentang identitasku Bu, toh sekarang semua orang sudah tau. Lagian identitasku cuma sekelas magician, siapa yang mau repot-repot mencelakaiku, sih?" heran Brenda terdengar kesal dengan penjelasan tak masuk akal Ibunya.

Amira nampak menghela napas panjang, "itu bohong, sayang." Brenda terkejut.

"Hah?! Apanya yang bohong?" bingung Brenda mulai merasa ada yang tidak beres.

"Kamu bukan sekelas magician, tapi sekelas...." Amira nampak berat mengatakanya.

Bagas yang melihatnya pun langsung maju mendekati Amira. "Kamu sekelas sage, Bren." Lanjut Bagas.

Brenda terbengong-bengong loading.

Apa tadi katanya? SAGE?!

Sa?

Ge?

Apakah Brenda tidak salah dengar. "Tidak, kamu tidak salah dengar. Kamu memang sekelas sage." Ucap Bagas seolah tau isi pikiran Brenda.

Oke!

Apakah sekarang Brenda harus menari untuk merayakan informasi ini atau sebaliknya, menangis tersedu-sedu.

Brenda masih dalam keadaan syok berat, namun mencoba bersuara, "b-bagaimana itu mungkin Yah, bahkan kekuatanku sangat rendah dan tanda ... iya! Aku tidak punya tanda lingkaran di leherku seperti Bulan!" Brenda sudah histeris, jika ini hanya candaan maka tidak lucu sama sekali.

Bagas menggeleng. "Tidak Bren, Bulan bukan sekelas sage tapi hanya enchanter, dan soal tanda itu punya Bulan palsu. Yang asli itu punyamu." Jawaban Bagas menambah kepusingan di kepalanya. Sebenarnya apa-apaan ini semua?!

"Aku tidak merasa punya tanda itu, Yah!" sela Brenda menepis. Dirinya masih belum bisa menerima kenyataan yang bahkan belum pernah di bayangkanya sekalipun.

"Tanda itu ada di kepalamu, tertutup rambut. Jadi wajar saja jika kamu belum pernah melihatnya karna memang tidak terjangkau jika kamu melihatnya sendiri." Bagas menatap ujung rambut kecoklatanya.

Brenda memijit pangkal hidungnya, mengangguk karena merasa penuturan Ayahnya itu masuk akal, namun ada satu hal yang masih menjadi pertanyaanya.

"Kenapa identitasku harus disembunyikan?" tanya Brenda akhirnya.

"Seperti yang dikatakan lbumu tadi Bren, kami sengaja memalsukan identitasmu karna kekuatanmu belum sepenuhnya, jika ada yang tau mereka pasti akan mengincarmu untuk dibunuh seperti yang terjadi pada Xalli." Bagas menatap manik Brenda lekat.

"Xalli?" ulang Brenda membeo.

Bagas mengangguk kecil. "Xalli, dia adalah sage satu-satunya sepanjang sejarah yang tercatat itu, dia mati dibunuh Kakaknya sendiri karna takut tahta rajanya direbut Adiknya sendiri." Jelasnya.

"Memang sage bisa dibunuh tapi sangat sulit butuh puluhan bahkan ratusan enchanter untuk itu. Tapi Kakaknya bisa membunuhnya seorang diri karna Xalli masih berumur 15 tahun, dan kekuatanya belum sepenuhnya." Imbuhnya mengakhiri ucapanya itu.

"Lalu kenapa kalian mengatakan ini padaku sekarang?" Bingung Brenda. Kepalanya masih agak lola untuk mencerna kenyataan yang ada.

"Itu karna umurmu sudah genap 17 tahun, dan itu tepat saat ini tanggal 12, jam 00:00 malam." Bagas tersenyum tipis, pria berumur 45 tahun ini masih tampak menyembunyikan sesuatu di mata Brenda. Entahlah tapi Brenda merasa masih ada rahasia yang di tutup-tutupi.

Brenda menoleh melihat jam dinding dan benar sekarang jam 00:15, pasti sudah lewat 15 menit sejak orang tuanya menjelaskan tadi, dan bagaimana Brenda bisa lupa jika sekarang tanggal ulang tahunya sendiri. Huft ... pasti ini karna dirinya yang terlalu fokus latihan selama ini.

Brenda menatap orang tuanya bergantian. "Lalu apa yang harus kulakukan setelah ini?" ia menyorot orang tuanya serius.

Amira dan Bagas saling bertatapan lalu mengatakan hal apa saja yang harus Brenda lakukan selanjutnya.

***

TBC.

Sekolah Sihir [complete]Where stories live. Discover now