Part 27: Semuanya Akan Dimulai

9.7K 789 13
                                    

"Stev!" Brenda mendongak dan terkejut saat mengetahui ternyata yang ditabraknya adalah Stev.

Stev mengulurkan tangannya untuk membantu Brenda berdiri dan Brenda menerima uluran tangan itu lalu berdiri sambil membersihkan roknya yang kotor.

"Kamu nggak papa, Bren?" tanya Stev.

Brenda tersenyum kaku, "nggak papa kok." Jawab Brenda pelan, untung yang nabrak Stev kalau bukan Stev pasti sudah Brenda cincang.

"Ya udah kalau gitu, aku duluan ya." Pamit Brenda, sebenarnya sih dia ingin berlama-lama dengan Stev tapi entah kenapa sepertinya dia harus mulai menjauh sekarang.

"Tunggu!" cegah Stev sambil mencekal tangan Brenda membuat Brenda reflek menoleh.

'Astaga jantungku!' batin Brenda jumpalitan.

"I-iya, kenapa?" tanya Brenda sedikit gugup.

"Bisa ngomong sebentar, nggak?" Stev menatap lurus Brenda.

Brenda berfikir sejenak lalu mengangguk, "bisa." Jawabnya. Stev tersenyum sangat-sangat tipis seperti biasa. Membuat siapa pun tidak akan bisa melihat senyuman yang sangat langka itu.

"Ayo kita cari tempat dulu." Ajaknya. Entah sadar atau tidak tapi Stev menggandeng tangan Brenda, membuat wajah Brenda rasanya ingin terbakar seketika.

Di halaman belakang seperti biasa tempat favorite mereka, entah siapa yang mulai dahulu tapi Stev dan Brenda memang sangat menyukai tempat ini dan anehnya tempat ini selalu sepi dari siswa lainnya. Stev mengajak Brenda duduk disalah satu kursi yang ada di sana.

"Mau ngomong apa, Stev?" Brenda memiringkan kepalanya menatap wajah Stev yang masih memandang lurus ke depan, memang benar Stev itu sangat tampan bahkan dari samping pun tetap tampan. Mata sipit dan tajam, hidung yang bangir, dan rahang tegasnya. Jelas saja Stev sangat populer di Akademegicial orang wajahnya tampan begini.

"Kamu kemarin sudah bertemu dengan Tuan Jorse, ya?" Brenda mengernyit namun tak ayal dia juga mengangguk kecil.

"Iya sudah, kenapa emangnya?" tanya Brenda balik.

Stev masih menatap ke depan membuat Brenda dongkol, kenapa nggak natap Brenda aja coba kan biar so sweet gitu.

"Jadi kamu sudah tahu kalau Tuan adalah Ayah kandung kamu, kan?"

Tubuh Brenda menegang seketika dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Bagaimana Stev bisa tahu?! Bahkan teman-teman Brenda pun tidak Brenda beri tahu soal ini.

Stev memiring kan wajahnya menatap wajah pias Brenda lalu tersenyum, bukan senyum manis maupun senyum tipis. Namun senyum yang sangat misterius

SEBENARNYA STEV ITU SIAPA?!

Brenda meneguk ludahnya susah payah. "S-sebenarnya kamu itu siapa?" lontaran kalimat reflek itu membuat Stev terkekeh sendiri. Dia tidak gila kan?

Setelah mulai tenang Stev kali ini menatap Brenda jumawa lalu menggeleng kecil. "Tenang aja Bren, Aku itu masih penyihir kok bukan monster." Ucapnya ngelantur.

Brenda melongo, yang aneh itu Brenda apa Stev ya aslinya?

"Ck! Aku serius Stev!" kesal Brenda.

"Ya lagian Kamu tanyanya gitu banget." Balas Stev.

"Gimana aku gak curiga sama kamu kalau semua rahasia aku itu kamu tahu semuanya." Tekan Brenda di akhir kalimatnya.

Brenda melirik Stev saat mendengar helaan napas panjang darinya. "Memang benar kalau aku cukup mencurigakan, sih." Gumamnya sendiri.

LAHH...

"Makanya hari ini aku akan menjelaskan semuanya sama kamu." Stev menyugar rambut hitamnya ke belakang seperti gerakan slow motion dimata Brenda.
Ck! Fokus dong Bren.

Brenda berbinar antusias saat mendengar ucapan Stev itu. Akhirnya perasaan keponya terjawab.

"Aku sebenarnya adalah anggota Sartro–"

"APA?!!!" Brenda menjerit seketika.

Stev memandang Brenda kesal. "Dengerin dulu!" titahnya.

Brenda meringis lalu mengangguk. "Maaf ... lanjutin." Seloroh Brenda meringis.

Stev menghembuskan napas cepat, sepertinya dirinya kesal karena ulah Brenda tadi.

"Tuan Jorse menyuruhku menjaga kamu selama di Akademegicial ini, jadi jelas saja aku tahu rahasiamu." Jelasnya kemudian, meskipun jujur di awal-awal bertemu Brenda ia sungguh tidak tau identitas Brenda karena belum diberi foto Brenda.

Brenda shock seketika. Berapa banyak rahasia lagi yang harus dia terima coba?! Semuanya selalu berakhir mengejutkan bagi Brenda.

"Sebenarnya tugas anggota Sartro itu apa?" ceplos Brenda akhirnya. Karena sejujurnya dia juga penasaran dengan tugas anggota ini yang rumornya adalah anggota rahasia Mr. Jorse. Bahkan Brenda yang anaknya saja tidak tahu apa-apa, ingatkan Brenda jika dia baru jadi anaknya satu hari.

Stev mengetuk jarinya di dagunya sok berpikir. "Hm ... tugasnya ya cuma berjaga-jaga saja. Tidak terlalu penting." Jawab Stev yang lebih terdengar seperti menggantung.

Brenda memicingkan matanya, mana mungkin!!

"Bohong banget!" sahut Brenda tidak percaya.

Stev melirik Brenda lalu berdiri, jangan bilang kalau dia mau ninggalin Brenda kayak waktu itu lagi.

"Kalo masih penasaran tanya saja pada Tuan, karena dia yang lebih berhak menjelaskannya. Aku duluan." Lalu Stev menghilang begitu saja.

Lagi, lagi, dan lagi. Stev sialan!!

:::::::::::::::::::

"Drew."

Andrew menengok ke arah Mr. Jorse lalu membungkuk. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya sopan.

Mr. Jorse menyesap kopi nya lalu menajamkan pandangannya. "Latih anggotaku dengan baik dalam waktu dekat ini." Perintahnya.

Andrew mengernyit heran. "Kalau saya boleh tau untuk apa, Tuan?" bingung Andrew dengan suara penasaran.

Diletakkannya cangkir kopi di atas meja lalu Mr. Jorse melirik tajam Andrew membuat Andrew langsung menunduk seketika. "M-maaf Tuan." Ujarnya karna telah lancang bertanya.

"Pergi!"

Satu kata mampu membuat siapapun serasa bergidik seketika. "B-baik Tuan, saya permisi." Pamitnya.

Setelah kepergian Andrew, Mr. Jorse tersenyum kecil sambil mengetuk meja depannya. "Kebahagiaanmu akan segera hancur," gumam Mr. Jorse.

"Adikku." Lanjutnya lalu senyum itu berubah menjadi seringaian.

***

TBC.

Sekolah Sihir [complete]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora