Part 18: Mr Jorse

10.6K 806 3
                                    


Yang di mulmet Mr Jorse...

VOTE.

***

"Ada apa ini?!" ulang Raja Asse entah kepada siapa.

Ratu Lia langsung berlari memeluk suaminya itu.

"Siapa yang melakukan kekacauan ini, sayang?" tanya Asse sambil mengusap punggung istrinya lembut.

"Dia!!" sambar Bulan memekik menunjuk Brenda. "Ini semua ulahnya!" lanjutnya dengan kesetanan.

Brenda hanya diam dengan wajah flat nya, dasar nenek lampir. Batinya kesal.

Asse menoleh tajam kearah Brenda, "apa kamu penyebab semua kekacauan ini?" tanya Asse mengintimidasi Brenda.

Brenda menghela napas pelan. "Yang Mulia Raja Asse yang terhormat, saya tidak akan melakukan semua ini jika bukan karena Putri Anda." Jelas Brenda sengaja menekan akhir kalimat.

Asse mengernyit bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Bulan menyuruh para warlock itu menyerang saya setelah saya mengobatinya." Tutur Brenda, "apakah itu sopan?" sindirnya sarkas.

"KAMU!" geram Bulan menggertakkan gigi.

Asse langsung menatap Bulan meminta klarifikasi. "Benar itu, Bulan?" tanyanya.

Bulan menunduk lesu. "Iya, tapi aku melakukan itu karena dia duluan yang telah menyakitiku Ayah!" elak Bulan masih tak mau mengalah.

Raja Asse menghela nafas pelan, di satu sisi dia sangat ingin menyalahkan Brenda, namun disisi lain Putrinya juga bersalah jadi dia akan mengambil jalan tengah.

"Baiklah kita akhiri semua ini." Kata Raja Asse tegas.

Brenda membatin kesal, tadi aja dirinya yang disalahkan giliran ketahuan Putrinya yang salah dia mau mengakhiri semua ini begitu saja. CIH! dasar Raja yang tidak adil, geram Brenda dalam hati.

"Baiklah kalau begitu, saya pamit pergi." Pamit Brenda membuat semua atensi di ruangan itu kembali terarah padanya.

"Tunggu!" tahan Raja Asse membuat Brenda berhenti dan menoleh. Gadis itu mengernyitkan keningnya bingung.

"Ya, kenapa?" Brenda memandang datar.

"Sembuhkan semua warlock yang telah pingsan di ruangan ini, karena aku tahu bahwa kamu menggunakan api abadi dan hanya kamu yang bisa menyembuhkannya." Cetus Raja Asse to the point.

Apa-apaan tuh, minta tolong ya boleh aja tapi nggak harus dengan begini juga dong!

Seharusnya Raja Asse mengatakan 'tolong'. Kesal Brenda dalam hati, apakah semua bangsawan tidak punya sopan santun seperti itu?

Brenda yang kesal pun tidak menjawab perkataan Raja Asse dan memilih langsung menyembuhkan semua makhluk di ruangan itu dengan cara yang sama seperti Bulan tadi, setelahnya dia langsung pergi dari istana itu, biar saja dia tidak sopan karena dia sudah sangat kesal.

Dasar kaum bangsawan yang tidak punya etika! geramnya.

::::::::::::::

Brenda menatap langit-langit kamarnya dengan sorot lelah. Aaah! Apakah tidak bisa dirinya damai barang sehari saja?

Pikirannya melalang buana pada kejadian lalu yang telah dialaminya. Kenapa masalah datang sebelum masalah lainya selesai sih, kan jadi menumpuk-numpuk seperti ini.

Shit!! Gak bisa apa masalahnya kelar satu-satu. Brenda menghembuskan napas pelan. Dia mulai beranjak menuju lemarinya lalu membukanya, kelihatannya memang lemari biasa tapi siapa sangka ternyata di bawahnya ada papan yang menjadi tempat rahasia. Sekolah Akademegicial ini benar-benar tidak wajar buat orang biasa.

Brenda memandangi foto yang dia ambil tadi. Foto satu-satunya dia bersama keluarganya. Brenda tersenyum kecut menatap nanar foto ini. Foto ini diambil saat Brenda berumur 7 tahun, disaat anak lain diumur segitu mendapat kasih sayang dan cinta dari orang tua nya lain hal dengan Brenda. Dia bahkan tidak pernah merasakan yang namanya ...... kasih sayang.

Meskipun orang tua nya waktu itu sudah menjelaskan alasan mereka tidak menyayangi dirinya. Namun ini hanya perasaanya saja atau mereka memang ..... berbohong.

Entahlah. Buktinya sekarang sikap mereka gak berubah padanya meskipun identitasnya sudah terungkap.

Tok tok tok.

Brenda terkesiap kaget, ia langsung berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Eh ... Megi?"

Megi mendongak menatap lurus Brenda.

"Tumben kesini?" Brenda mengernyit heran.

"Aku boleh masuk?" bukanya menjawab Megi malah balik tanya.

Brenda awalnya lumayan kaget namun setelahnya langsung tersenyum dan mengangguk antusias. "Boleh-boleh, ayo!" ajaknya sambil mengamit tangan Megi masuk.

Mereka duduk di sofa panjang yang memang disediakan untuk santai.

"Kenapa Gi, tumbenan kamu datang kesini?" Brenda agak merasa aneh.

" ... "

"Gi!" panggil Brenda karena Megi tidak menyahut daritadi.

"Kamu tahu pemimpin Akademegicial, kan?" Megi menatap meja di depannya, kenapa Brenda merasakan keganjalan di hatinya.

Brenda awalnya mengernyit namun tak ayal dia mengangguk juga. "Iya tau kok. Em ... Mr. Jorse, kan?" jawabnya agak ragu.

Megi mengangguk kecil. "Iya."

"Trus?" karna sejujurnya Brenda kurang paham alur pembicaraan ini.

"Dia mau datang kesini." Megi memberi penjelasan dengan singkat.

Brenda sedikit kaget. "Loh beneran?!!!" serunya senang, karna bisa dibilang Mr. Jorse itu idola semua siswa Akademegicial dan dia juga jarang datang kesini. Jadi kalau dia kesini berarti itu kesempatan langka. Harus dimanfaatkan pokoknya!

"Iya." Balas megi. "Dan dia nanti juga mau nemuin kamu secara pribadi." Lanjutnya.

Brenda melotot tidak percaya. "HAH! ngapain, Gi?" syoknya.

Megi tersenyum tipis namun sedetik kemudian dia langsung menormalkan ekspresinya seperti biasa. Datar.

"Kan kamu yang menang pertarungan tahunan itu Bren. Jadi dia mau nemuin kamu." Megi menyorot Brenda dalam.

Brenda mengernyitkan dahi nya. "Oh .. seriusan?" gumam Brenda masih kurang percaya.

Megi mengangguk mengiyakan.

"Trus kamu tau darimana, Gi?" heran Brenda, karena seharusnya jika urusan begini yang memberitahunya kan Bu Sisi. Wali kelas nya.

Megi menggaruk punggung tangan nya cepat. "Aku tadi disuruh Bu Sisi buat beritahu kamu." Jawabnya.

Brenda hanya ber oh ria. Dasar Bu Sisi itu, sebenernya punya dendam kesumat apa deh sama dirinya sampai urusan begini aja nyuruh orang. Huh!

***

TBC.

Sekolah Sihir [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang