Part 12: Babak Final

11K 936 17
                                    


Hari ini adalah hari yang sangat besar untuk Brenda, gadis itu berjalan menyusuri lorong sekolah dengan masih memikirkan perkataan Stev kemarin. Bagaimana Stev bisa tahu, pikirnya terheran-heran. Sebenarnya Stev itu siapa, sih?!

"Brenda!" panggil seseorang membuat Brenda berbalik menatapnya. "Kamu kemarin kemana aja, sih? Aku cariin kok gak ketemu?!" tanya Resa, disini tidak hanya Resa tapi ada Megi dan Bia juga.

"Oh itu aku capek jadi langsung tidur di kamar, deh." Jawab Brenda bohong. Orang kemarin dia baru bisa tidur tengah malam karena mikirin perkataan Stev.

Resa membulatkan bibir, mengangguk percaya. "BTW kamu tau gak sih siapa yang menang babak semifinal kemarin?" kepo Resa lagi.

Brenda tersenyum bingung. "Emangnya kamu gak tau?" balas Brenda dengan nada bertanya dan digelengi Resa.

"Orang kemarin aja aku kalah. Trus kan identitas peserta yang menang disembunyikan bikin aku kepooo banget!" Resa memberengut, wajah gadis itu saat sebal sangat lucu bagi Brenda.

Bia ikut mengangguk. "Aku juga penasaran, pasti yang menang kemarin hebat banget." Sahut Bia dengan wajah yakin nya.

Hahaha .... Brenda berusaha keras menahan tawanya agar tidak meledak. Pasti lucu saat teman-teman nya tau kalau ia menjadi salah satu siswa yang lolos babak semifinal kemarin.

"Udah ayo cepat ke aula. Pertarungan nya bakal segera dimulai!" titah Megi yang sejak tadi diam.

Lalu mereka mulai berjalan. "Aaaa ... pasti kamu lolos kan kemarin, Gi. Pliss jawab yang jujur?" Resa sudah heboh sendiri menodong Megi.

Megi menggeleng. "Aku kalah." Jawabnya datar seperti biasa.

Namun Bia dan Resa nampak tidak percaya. "Pret pasti bohong!" ngeyel mereka dan Megi hanya menggendik malas. Toh mereka suka ngeyel, pikirnya pasrah.

Di aula.

Mereka duduk di barisan tengah. Aula ini sudah disulap sedemikian rupa sehingga menjadi arena pertarungan yang sangat menarik.

Tidak lama Pak Juna datang dan berdiri di tengah arena. "Baik anak-anak semua, kalian pasti sudah tau kan kalau hari ini adalah penentuan pemegang kekuatan terbesar di sekolah kita. Dan sudah ada 4 peserta yang lolos kemarin." Jelasnya memulai.

Beberapa desas desus soal siapa yang lolos mulai terdengar ramai. Mereka mulai menerka-nerka, dan yang jelas tidak ada yang menebak Brenda yang notabenya hanya setingkat magician, lagian justru aneh kalau ada yang menebak Brenda sebagai pemenangnya.

"Baiklah saya akan memanggil ke 4 siswa yang berhasil lolos kemarin." Lajutnya.

Dan aula ini mulai kembali heboh, semua siswa menunggu-nunggu dengan raut penasarannya.

"Pertama, Bulan Asselia silakan maju!" panggil Pak Juna lantang. Dan lihat semua orang langsung heboh, tapi Brenda yakin pasti bakal lebih heboh lagi jika namanya yang dipanggil nantinya.

Bulan berjalan maju ke depan dengan anggun. Berasa di catwalk dia, memang seorang Putri sejati.

"Kedua, Steven Fernandez!"

Dan semua langsung menatap kagum Stev. Bahkan Brenda juga tidak menyangka, ternyata si aneh itu bisa lolos juga, pikirnya. Yah ... makin terpesona kan dirinya.

"Ketiga, Julio Hardani!"

Julio melangkah maju, Brenda menatapnya intens karena jujur saja ini pertama kalinya Brenda mendengar nama orang itu.

"Eh Re, kamu tau gak sih Julio itu kelas apa, kok aku gak pernah denger namanya?" Brenda berbisik ke telinga Resa mencari informasi.

"Oh ... setauku dia itu kelas 2B, dia emang jarang yang tau sih karna pendiem banget. Aku aja sampai kaget dia bisa lolos." Jelas Resa dan Brenda hanya mengangguk paham.

Pasti dia bukan orang biasa, pikirnya.

"Dan yang terakhir—" Pak Juna menggantungkan ucapanya membuat seluruh siswa di aula itu menahan nafas. Sangat penasaran.

"Brenda Carolyn, silakan maju kedepan!" lanjutnya.

'Demi apa!!'

'Si lemah itu, Whatt?!'

'Mimpi kan aku?!!"

'Ini beneran Brenda si magician itu?'

'Gilak!'

'HAH?!'

Dan bingo! Brenda hampir mendengar suara histeris dan pekikan kaget dari semua orang. Bahkan Resa, Bia, dan Megi menatap Brenda antara terkejut bercampur kaget.

"Bren, kamu utang penjelasan!" tukas Bia.

Brenda hanya tersenyum tipis lalu berjalan mulai maju, dan seperti dugaan awalnya, Brenda membuat semua orang di aula heboh tidak karuan.

Brenda berjajar dengan Bulan, Stev, dan Julio di depan.

"Brenda dengan Julio dan Stev dengan Bulan!" perintah Pak Juna menginstruksikan.

Brenda melangkah mendekati Julio dan Bulan pun mendekati Stev.

"Baiklah Stev dan Bulan bisa bertarung duluan, dan Brenda dengan Julio silakan duduk di pinggir arena!" perintah Pak Juna lagi.

Brenda dan Julio mengangguk patuh, lalu melangkah duduk di tempat yang telah disediakan.

Brenda melihat ada 10 juri dengan Pak Juna sebagai wasit dan pembawa acaranya tadi.

Tiga diantaranya adalah guru pengendali termasuk Bu Sisi dan sisanya sepertinya guru yang didatangkan dari sekolah lain. Wow hebat, puji Brenda.

"Silakan mulai!" dan terdengar suara lonceng yang didentumkan menandakan pertarungan ini dimulai.

Brenda menatap pertarungan itu serius guna mengamati bagaimana serangan mereka.

Dan yang dilihatnya pertama adalah Bulan yang langsung menyerang Stev dengan api yang sangat besar. Stev langsung menghindar lalu mencoba memerangkap Bulan dengan elemen tanahnya, berhasil. Tapi setelahnya tanah itu langsung hancur berkeping-keping, ternyata Bulan menghancurkanya dengan api.

"Tanah dan api, menarik." Gumam Brenda makin tertarik untuk menonton.

Bulan terus menyerang Stev tanpa cela sampai akhirnya Stev tersungkur dan terdengar suara ledakan keras. Ternyata Bulan langsung menghujaninya dengan kobaran api yang sangat panas dan besar.

"AAAGH!" teriak Stev karena seluruh tubuhnya penuh kobaran api yang sangat besar.

Seluruh siswa berteriak histeris dan para juri pun akan segera menolong Stev, namun Bulan langsung menyerang Stev lagi kali ini dengan melemparkan nya jauh dan menabrak tembok sampai retak.

Stev sudah tidak berdaya meski tubuhnya sudah tidak terbakar tapi tulangnya berasa mau copot. Lelaki itu berusaha bangun dengan kepayahan tapi benar-benar sudah kehabisan tenaga.

Bulan berlari mendekati Stev lalu menendang dan terus menyerangnya membabi buta. Seperti kesetanan.

"Di gila, ternyata benar kata Bia!" syok Brenda menutup mulut, melihat keadaan Stev yang miris membuatnya begitu marah.

"CUKUP!" perintah Pak Juna tapi Bulan masih enggan menurutinya sehingga Pak Juna turun tangan menghentikan pertarungan yang tidak seimbang ini.

Dan Bulan pun akhirnya berhenti menyerang Stev, tim kesehatan pun langsung menggotong Stev untuk diobati. Brenda rasanya ingin mendekatinya jika tidak ingat kalau dirinya akan bertarung setelah ini.

"Pemenangnya Bulan Asselia!" ujar Pak Juna lantang yang langsung mendapat tepuk tangan riuh seluruh orang meski dalam hati mereka sangat takut dengan Bulan yang sangat kejam.

"Akhirnya aku menemukan mu." Kata seseorang di seberang pertandingan yang duduk diantara ribuan penonton.

***

TBC.

Sekolah Sihir [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang