-Negeri Impian-

269 33 4
                                    

Gubrak!!!

Jantungku berdegup kencang. Duniaku seolah terhenti di ujung rel kereta. Sedari tadi rupanya aku sedang dalam lamunan kecilku sampai-sampai aku tak mendengar perintah dari pak Hermawan (guru galak setengah sadar). Aku benci ini. Dia menghancurkan impianku. Mimpiku berakhir berantakan. Kesal. 

SIFA'S POV

Perkenalkan, cewek yang sedang melamun tadi. Dia adalah Safa kembaranku. Katanya dia punya cita-cita mengalahkan cita-cita anak seorang pengusaha. Dia lebih dulu lahir kedunia 5 menit sebelum aku. Sepertinya lamunannya tadi membuat dia tidak mendengar perintah dari pak Hermawan. Mau tidak mau dia harus menerima hukuman dari pak Hermawan. Selamat menikmati, Kembarannya aku.

SAFA'S POV

"Jikalau anda tidak suka dengan mata pelajaran saya, dengan senang hati saya persilahkan anda keluaar! daripada anda termenung di sana." Pak Hermawan bertindak tegas pada muridnya yang menyeleweng terhadapnya. Di sudut meja ia mempersilahkanku keluar sembari menunjuk-nunjuk diriku dengan mata membelalak.

"Santai sajalah pak! Nanti kolestrolnya kambuh lagi yang susah keluarga Bapak juga, bukan?"
Kataku dengan santainya meninggalkan kelas.

Semua menertawaiku + menghinaku. Baiklah, aku akan terima karena memang aku salah. Tapi ini pertama kalinya aku dapat teguran dari guru. Hal yang tak pernah aku alami seumur hidup. Ucapanku tadi akan dinilai oleh murid lain bahwa aku adalah murid yang tak tahu sopan santun. Semua ini karena rasa ketakutan menyelimuti diriku. Why? Aku melakukan ini. Bodoh.

"Dasar anak kujar". Sahut pak Hermawan dengan suara berbisik sambil menggelengkan kepala.

Kelasku kembali menjadi hening setelah aku selesai keluar dari kelas. Jika keributan tetap berlanjut mungkin saja ada satu di antara mereka yang akan mengikuti jejakku . XI. IPS. 1

Aku menengok ke arah setiap sudut ruang kelas. Namun, semua kosong. Semua siswa/siswi sedang belajar di dalam kelasnya masing-masing. Tersisa aku yang di sini berdiam diri duduk di kursi koridor sambil melipat kedua tanganku. Sepercik air berjatuhan dari wajahku akibat merasa tegang setelah menghadapi pak Hermawan. Takut.

AUTHOR'S POV

Hermawan, S.pd, M.pd. Pak Hermawan adalah guru matematika kelas XI. IPS. 1. Dia tidak galak seumpama dia marah dengan Safa. Dia guru yang rupawan. Cerdik dalam mengajar dan tanpa kacamata. Karena cerdik, tentu ia merasa tersinggung ketika ada murid yang tidak memperhatikannya ketika ia sedang berbicara.

............

Kehidupan ini tak selalu ada di posisi aman sebab kita hidup selalu saja ada yang suka dan tidak suka bahkan membenci. Antara tidak suka dan benci terdapat suatu perbedaan. Tak suka sering kali terjadi pada perbedaan yang masih dapat diterima. Namun, kebencian sering kali menolak kenyataan. Membuat hidup terkadang berjalan secara dramatis.

"Pengumuman, pengumuman! Ada berita hot ni gaes ter-update deh pokoknya" Tiga kali kalimat itu dilontarkan Clara dengan suara genitnya.

SAFA N SIFA POV

Kami baru saja tiba di sekolah. Sepagi ini Clara sudah membuat heboh sekolah. Perlahan-lahan siswa mendekat ke area papan pengumuman. Foto kami terpampang jelas di sana. Ternyata Clara si wanita licik berhasil mengambil gambar kami ketika kemarin sore memulung di lapangan Tanah Abang. Berbagai hinaan kami terima. Tak lantas membuat kami pasrah. Kami mempergoki dalang dari peristiwa ini.

"Apa maksudmu? Aku tidak pernah mengganggu hidup kamu kok!"

SIFA'S POV

Area ini semakin saja dipenuhi dengan murid SMA Pelita. Bukannya aku malu dengan apa yang aku kerjakan selama ini ataupun berniat untuk menyembunyikannya, hanya saja ada hal yang menurutku tidak perlu diketahui oleh siapapun. Menurutku ini adalah masalah pilihan saja dan Clara tidak berhak untuk menjadikan kehidupanku sebagai alat kesenangannya dan aku berhak untuk marah. Aku mendorong Clara dengan amarah yang tak dapat dibendung lagi. Kacau.

"Kalian yang gak sadar! Gue ingetin ya kalian itu gak pantas sekolah di sini. Kalian cuma parasit di sekolah ini!"

SAFA'S POV

Clara mengutarakan kebenciannya kepada kami di hadapan seluruh murid SMA Pelita yang sempat menyaksikan kami. Tak hanya itu ia menunjuk-nunjuk ke arahku tepat di depan mataku. Sorakan di tengah pertengkaran kami seakan-akan menjadi pendukung setia Clara. Membuat otakku semakin mendidih saja. Maka dengan sangat sengaja aku menarik rambut Clara. Terjadi adu rambut di antara kami. Aku tidak akan pernah rela jika Clara pemenang perkelahian ini. Jika dia menang maka harga diriku semakin saja terinjak-injak (benakku). 

Huf, kok gue yg ketakutan yh😕

🔜

Negeri Impian Where stories live. Discover now