-Negeri Impian-

120 16 0
                                    


"Ada apa ini? Kok putri-putri ayah kelihatan kebingungan. Ayo! Sini cerita sama ayah." Ayah duduk di tengah-tengah kami.

Safa : "Ayah, Apakah impian adalah pilihan?"

Ayah : " Oh, iya. Tentu. Kalian harus bermimpi sangat tinggi. Karena impian kalian adalah penentu masa depan kalian".

Sifa : "Kalau impian itu tidak memungkinkan, gimana ayah?"

Ayah : "Kalian salah. Tidak ada impian yang mustahil. Yang mustahil itu adalah keinginan yang tidak sejalan dengan impian".

Safa : "Lalu, apakah Safa dan Sifa harus berhenti sekolah dalam kondisi ini, ayah?"

Ayah : "Kalian berkata apa, nak. Kalian harus sukses. Kalian tidak boleh bercita-cita seperti ayah. Ingat itu nak!"

Ayah sedih dengan lontaran pertanyaan kami dan berusaha meyakinkan kami agar tetap semangat bersekolah. Sedikit jawaban dari pertanyaan kami kepada ayah membuatku paham bahwa masalah itu adalah bagian dari proses. Olehnya itu kita mesti pandai dalam menyikapi setiap masalah. Aku semakin menyadari ucapan mama tadi sore hanyalah sebagai bentuk kekecewaannya kepada kami setelah kejadian di sekolah. Maafin, Safa mah. Safa berjanji tidak akan melakukan hal yang sama.

" Father can play a role in anything in life. He can be a friend so that he is usually invited to confide in, even can provide solutions to every problem. Can be a guide when we feel confused and lost. Being a teacher can teach many things about life. Can be a hero ready to help his child who almost fell into a pit of adversity by giving motivation. There are also children who admire their father's figure so they want to be like him "

###

Kejadian 3 hari yang lalu berakhir juga. Waktunya begitu cepat terasa namun menyisakan pelajaran baru yang perlu kupahami dalam-dalam tidak lain melalui sekolah sebagai alat belajarku. Aku dan Sifa akhirnya kembali masuk sekolah. Hidup kami Cuma sederhana hanya dengan naik sepedapun kami bisa sampai di sekolah tanpa harus memaksa diri memakai kendaraan mewah supaya dibilang trend. Dengan naik sepeda, kita akan hemat waktu dan uang. Sepeda itu merupakan peninggalan nenek kesayangan kami. Sampai kapanpun akan kami rawat.

"Safa cepetan dong! Udah mau jam 7 nih." Di belakangku, Sifa mendesak.

"Iya, Sifa. Ini juga udah cepet-cepet,kok!"

SAFA'S POV

Aku mengayuh sepeda dengan cepat. Sementara di belakang kami terdengar bunyi klakson mobil. Kemungkinan mobil tersebut akan mendahului kami. Mobil itu melambung dengan kecepatan tinggi. Karena aku tidak melihat mobil tersebut aku tidak meminggirkan sepedaku. Ban depan mobil menyenggol ban belakang sepeda. Akibatnya aku tak bisa menjaga keseimbangan sepeda dan akhirnya aku terjatuh. Kepalaku tersungkur di batu. Untungnya, Sifa jatuh dengan posisi badan yang baik.

"Safa, Kamu tidak apa-apakan?"

Kepalaku pusing. Penglihatanku sedikit goyang ketika melihat jalan itu. Sekilas aku mendengar suara kepanikan Sifa. Sepertinya kembaranku amat khawatir dengan kondisiku. Aku mencoba meng-enakkan perasaanku dan meyakinkan diri bahwa aku masih kuat menuju sekolah.

"Gak papa kok!"

Hey kamu!
Soal perasaan gue kalah ya :((

🔜

Negeri Impian Where stories live. Discover now