-Negeri Impian-

79 10 2
                                    


(Perhatian kepada siswa-siswi SMA Pelita bahwa waktu belajar telah selesai. Di mohon agar keluar kelas dengan tertib. Terima kasih)

Dengan wajah yang bersemangat aku dan Sifa meninggalkan kelas. Semua murid berlomba-lomba menuju parkiran untuk menghindari kemacetan. Setidaknya mereka tidak menunggu terlalu lama kala mengantri.

Hey. Kudengar seseorang memanggil di belakang kami. Aku dan Sifa menoleh. Aku rasa dia seperti orang yang kebingungan. Ia menggarut kepalanya dan matanya mengarah pada gelang yang kupakai. Mungkin dia mencariku tetapi dia belum bisa membedakan antara aku dan Sifa
"Safa, Kita pulang bareng, oke?"

Dia itu sok kenal banget atau terlalu ramah sih orangnya. Gaje bener dia. Apakah dia tidak melihat? Aku bersama dengan kembaranku. Lalu dia hanya mengajakku saja. Mungkin dia pikir jika rasa kesalku telah hilang kepadanya. "Nggak." Jawabku singkat.

"Oh iya. Kebetulan kursinya cuma untuk 2 orang jadi aku cuma ngajak Safa. Nggak papa kan Sifa?"

"Nggak papa kok" Sahut kembaranku nyantai.

SIFA'S POV

Hebat banget sih kembaranku. Dalam sehari banyak yang ngajak dia pulbar dengan pria yang berbeda. Wkwkwk. Ya udah aku mesti cari alasan agar Safa mau pulbar dengan pria tersebut. Aku sudah tahu dia menolak karena baginya ini tak adil bagiku. Kebetulan Hanifan lewat dihadapanku dan aku cukup mengatakan aku pulbar with Hanifan. Ya kan, Nif? Aku mengangkat kedua alisku menghadap ke Hanifan sebagai kode agar dia menyahut. I-ya. Katanya. Singkat banget sih jawabnya. Jawaban yang kurang meyakinkan orang-orang. Safa bareng dia aja. Aku kan sama Hanifan. Aku duluan yah. Bye.

Sifa meninggalkan aku. Gimana? Dia pasti telah berbesar hati sebab dia tahu aku sudah tak punya pilihan lagi. Tanpa mengatakan sesuatupun aku beralih dari tempatku berdiri tadi. Dia mungkin tahu apa yang akan kukatakan.

Awan hitam sedang menyelimuti langit. Kamu perlu tahu bahwa yang gelap tak selamanya suram karena yang gelap akan kembali menerang. Sepercik air jatuh di batang hidungku. Kuusap dengan telapak tanganku. Tentu ini bukan air keringatku yang jatuh ini benar-benar air asli dari langit. Air hujankah? Sudah jelas mengenaiku. Secara mobilnya tak beratap. Canggih. Atap mobil ini bisa saja tertutup ketika hujan turun. Grrr dingin sekali. Woii. Cuaca hari ini kan dingin kenapa harus ditambah dengan AC, yang ada aku cari penyakit. Atau dia sengaja melakukan ini supaya aku sakit.

"Bisa nggak? ACnya di mati-in dulu!" Aku berkata mengarah ke depan.

Cause if you like the way you look that much oh baby you should go love your self

"Bi-sa ngg...." Astaghfirullah ternyata dia sedang memasangkan headset di kedua telinganya. Pantas saja dia tak mendengarku. Emang bisa? Seseorang fokus menyetir dengan kedua telinga di kunci dengan musik. Kulepas headset yang ada di telinganya. Eit. Sahutnya.

"Apa-apaan sih!" Dia memarahiku.

"Nggak sopan banget jadi cewek." Kan daritadi aku bilang mati-in AC mati-in AC tapi tidak didengar- dengar juga oleh dia.

"Mati-in aja sendiri." Dia tidak peduli dengan ucapanku. Lucu juga ini orang. Dia menyuruhku mematikan ACnya sendirian. Padahal aku tak tahu semua hal yang berkaitan dengan mobil. Ha..cimna. Nampaknya aku mulai masuk angin tersebab suhu udara yang sangat dingin. Cowok di sebelahku belum mengerti juga. Dia sungguh egois. Dia memang baik, suka menolong tapi.. setelahnya dia akan berlaku cuek kepadaku. Akhirnya aku tiba di rumah tanpa pernah mematikan AC.

Semuanya diam di dalam mobil. Aku melihat hujan di luaran sangat lebat. Jika sekarang aku turun dari mobil pasti aku akan basah keluyupan. Dia mengambil sesuatu yang terselip di atap mobilnya kemudian memekarkan payung yang telah ia ambil. Apa yang akan ia lakukan? Dia turun dari mobil sambil berlari-lari kecil menuju ke pintu mobil sebelah penyetir. Dia membukakan ku pintu mobil. Aku menatap heran dirinya seolah tak tahu apa yang sedang ia lakukan.

"Bengong aja. Cepetan keluar!" Dia berteriak di dekat pintu.

Aku segera keluar dari mobil dan tidak sengaja kami saling menatap selama 5 detik. Ada apa ini? Tak biasanya rasa ku seperti ini. Dia mengalihkan payung yang ia pakai ke atas kepalaku. Tanpa ia sadari, ia bahkan rela hujan-hujanan demi diriku. Dengan begitu Aku berlari menuju ke teras rumah.

TBC,

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang