-Negeri Impian-

67 11 0
                                    


Tak disangka Pipit dan Hanifan menjadi pasangan beradu. Mereka saling menatap. Satu tatapan penuh harap dan tatapan lainnya penuh kebencian.

"Saya tidak sudi berkelompok dengan wanita egois seperti dia, pak." Hanifan tak tahan untuk menahan kebenciannya. Tanpa basa-basi Hanifan berkata seperti demikian.

"Loh kenapa, Nif?" Tanya pak silat amat keheranan.

"Biar aku yang keluar dari tempat latihan ini, jika Hanifan keberatan dengan kehadiran saya." Pipit mengalah duluan.

"Oh tak usah repot-repot saya akan meninggalkan tempat ini sekarang juga. Soalnya lagi ada urusan penting." Hanifan memang masuk ke tempat latihan hanya untuk meminta izin kepada pak silat. Ia tak bisa mengikuti latihan lagi hari ini sebab dia ada urusan penting. Hanifan berjanji akan latihan silat di rumahnya walaupun di sekolah ia tak sempat mengikuti latihan. Maksudnya, berkata tak meng-enakkan pada Pipit hanyalah untuk memancing emosi Pipit.

"Apa yang terjadi dengan budak-budak ni? Terkadang saya heran tong." Kata pak silat.

###

"Kita hidup punya sebab entah untuk sesaat atau selamanya, untuk diajar atau mengajarkan, menjadi bagian penting atau hanya sekadarnya. Buatlah yang terbaik untuk setiap waktu walau akhirnya yang terjadi tak sesuai harapan. Tak usah menyesali karena selalu ada alasan untuk bahagia"

SAFA'S POV

Pagi ini akan kucoba memulai masa-masa sekolahku, lagi dan lagi dengan banyak harapan. Aku berjalan menuju ke ruang kelas dengan menggandeng tas luguku. Tetapi Hanifan datang menyapa dan bertanya keadaanku sambil berjalan.

"Dengar-dengar kemarin kamu sakit?" Hanifan bertanya.

"Iya." Kataku.

"Kok kamu sekolah hari ini? Kenapa nggak istirahat di rumah saja." Hanifan menyarankanku atas sakitku. Namun aku kembali mengingatkan Hanifan atas perkataannya. Terus-terusan berada di rumah hanya membuat kita semakin pusing. Diapun terkekeh pelan. Seolah lupa dengan ucapannya sendiri. Ia mampu memotivasiku bahkan ia lupa untuk memotivasi hidupnya.

"Yakin sekarang sudah baikan?" Hanifan ingin meyakinkan dirinya bahwa aku baik-baik saja sebab dia khawatir dengan keadaanku.

"Yakin kok." Aku menjawab dengan menghilangkan rasa kekhawatiran dari Hanifan. Ketika di perjalanan menuju kelas aku berkata.

Dibelakangku ada Pipit yang mengikuti langkah kami. Namun, Hanifan tidak tahu akan hal ini dan akupun belum mengenal siapa itu Pipit.

Siapa dia? Wanita yang tidak pernah kau sebut dalam ceritamu. Kamu pernah bercerita kepadaku. Bahkan kamu lupa dengan ceritamu sendiri. Namun entah kenapa aku sangat terlena dengan ceritamu. Isi hati seorang Pipit menatap diriku dan Hanifan. Ingin bersuara tapi Pipit tak mampu melakukan. Pipit lalu beranjak meninggalkan langkah kami.

"Tunggu!" Kata Hanifan menghentikan langkahku pas di depan kelas.

"Ini buat kamu." Hanifan memberiku sebatang coklat. Baru kali ini ada yang mau memberiku coklat tanpa kuminta. Tetapi belum kuangkat jari-jemariku, coklat telah dirampas oleh wanita lain yaitu Clara. Kedatangan Clara selalu membuat suasana menjadi berubah dalam setiap keadaan.

"Ini buat gue aja ya." Kata Clara dengan PDnya.

"Eitch..itu buat Safa. Kembaliin gak?" Hanifan berusaha mengambil kembali coklat itu dari tangan clara. Namun aku sudah mengikhlaskannya.

"Gak papa kok, itu buat dia aja." Aku langsung masuk ke dalam kelas. Padahal, jauh di lubuk hati yang paling dalam aku sangat menginginkan coklat itu. Sementara Hanifan kesal dengan Clara, percuma ia mengambil coklat itu pada Clara, coklat telah diambil duluan dan akupun telah menolak coklat itu. Bagi Hanifan untuk apa? Memaksa Clara mengembalikannya.

AUTHOR'S POV

"Keterlaluan loe!" Semua meninggalkan Clara sementara Clara tersenyum puas. Namun coklat itu hanya diberikan untuk Wilda saja. Wilda berada di samping Clara.

"Nih buat loe." Clara memberi Wilda sebuah coklat.

"Serius loe?" Wilda belum yakin dengan pemberian Clara. Jadi, dia bertanya tentang keseriusan Clara.

"Loe mau buat gue jadi gendut gara-gara makan coklat?" Jawabnya sinis.

"Ya sudah makasih." Wilda sudah yakin bahwa Clara sedang tidak mencandainya.

TBC

Negeri Impian Where stories live. Discover now