-Negeri Impian--

29 3 0
                                    


SAFA'S POV

Dia menarik tanganku menuju ke arah mobilnya. Aku tak tahu dia akan membawa kemana diriku. Dia menyuruhku diam saat aku bertanya demikian. Saat aku telah berada di dalam mobilnya barulah ia mengatakan alasannya. Dia benci dengan basa-basi dan menyuruhku untuk paham tanpa dia memberi tahu.

Menurutmu, akankah orang lain bisa paham tanpa diberi tahu? Tidakkan? Memang dia manusia ter-aneh di dunia. Ah, sudahlah manusia seperti dia, jangan sampai membuat kita pusing. Memangnya hanya dia yang mau dimengerti. Akupun juga ingin dimengerti.

"Ingat nggak? Kejadian waktu aku menabrak sepedamu?" Tanya Agata.

"Ingat banget lah." Jawabku. "Terus?" Aku melanjutkan

"Ya itu."

Aku malas berbicara pada orang yang berbicara hanya sepotong/sebagian. Rasanya tidak jelas, tidak nyambung, buang waktu, habis tenaga. Tanganku ini sudah sangat gatal untuk mengeroyok wajahnya.

Dia mengantarku pada sebuah tempat bengkel. Aku melihat setiap kendaraan yang sedang diperbaiki di sana dan aku melihat di dekat gerbong, Sepedaku ternyata telah pulih kembali. Senangku bukan main.

Terbayang, mulai besok aku ke sekolah dengan sepeda itu lagi. Bukan naik angkot ataupun di antar/jemput oleh Hanifan. Kurang nyaman jika Hanifan terus-terusan menjadi supirku ke sekolah. Tidak enak juga kalau berangkat ke sekolah berpisah dengan kembaranku, Sifa.

Aku tersenyum puas. Senyumku selebar jalan tol Ciamis. Aku tak tahu harus berkata apa pada cowok nyebelin itu. Dalam diam senyumku, di arah depan mataku, aku melihat bayangan manusia di sampingku sedang menatap diriku.

Senyumku pun mulai tak percaya diri. Aku membalas tatapan itu. Tatapan kosong namun mengapa janung ini berdegup kencang? Aku tak suka situasi seperti ini. Terus terang aku gak nyaman. Lalu, mengapa dia masih melihatku seperti itu? Seperti mau menantang diriku saja.

"Kenapa sih liatin aku?" Tanyaku terpaksa dengan suara gemetaran.

Dia langsung mengalihkan pandangannya dan memperlihatkan wajah yang heran seolah apa yang kukatakan tadi tidak benar.

"Nggak kok. Kamu tuh yang kayak orang gila senyum-senyum sendiri." Jawabnya salah tingkah.

"Ah, terserah loe deh. Sepedaku..Akhirnya...

Aku mengabaikan perkataannya. Aku langsung menghampiri sepedaku, mengelus-elusnya, dan menaikinya. Amazing! Sepedaku kelihatan seperti sepeda baru. Warnanya cerah kembali.

Bagian yang patah kemarin sudah utuh kembali. Aku akui semua ini karena cowok nyebelin itu. Jika sepeda ini tidak ia tabrak mungkin saja aku tak akan pernah melihat sepedaku seperti ini.

"Ada gak yang akan kamu katakan kepada sang penyelamat sepedamu?"

Nampaknya dia sangat berharap dan menunggu aku untuk mengucapkan terima kasih padanya. Okelah kali ini aku akui kehebatannya. Tak salah jika aku mengucapkan sesuatu kepadanya karena sesuatu yang menjadi bagian dalam hidupku telah ia jaga.

"Makasih pria baik hati. Aku sangat senang." Ucapku padanya dengan kecentilan yang dibuat-buat.

"Ikhlas gak sih ucapin itu ke aku? Karna aku telah berbuat baik kepadamu maka kamu harus membalas kebaikanku. Segala permintaanku akan kamu turuti kan, nona manis." Pinta Agata kepadaku.

Aku setuju dengan pepatah bahwa kebaikan harus dibalas dengan kebaikan pula. Bukannya dia telah berbuat jahat kepadaku? Sering menjengkelkan aku. Seharusnya aku balas dia dengan kejahatan pula. Dasar pria bodoh!

"Bukannya kamu berbuat jahat sama aku. Jadi, aku harus balas kejahatan kamu juga dong." Kataku.

Katanya kejahatannya padaku sudah tak dapat dihitung lagi/dihilangkan karena telah ia selesaikan. Semudah itu katanya.

"Kalau begitu setelah aku berbuat jahat kepadamu, aku akan menyelesaikannya juga. Dengan senang hati." Kataku dengan polos.

"Aku kelihatan bercanda, ya?" Tanyanya dengan memperlihatkan wajahnya dekat-dekat.

Dia kira aku sangat gemar melihatnya. Nyatanya walaupun dia termasuk cowok cool di SMA Pelita, dia tetap manusia biasa yang tak luput dari yang namanya kege-eran.

"Minggirin muka loe. Kalau nggak aku injak kaki loe. Kamu pikir aku nggak takut melihat muka loe yang menakutkan?" Kataku sambil menutupi sebuah buku di wajahku.

"Perasaan wajahku Fine-fine aja deh." Kata Agata berbisik.

Kulihat dia mengangkat sepedaku dan memasukkannya ke dalam bagasi mobilnya.

TBC,

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang