10. Berbadan Dua

69.2K 1.4K 19
                                    

Bukan rambut berponi pendeknya aja yang putih. Bulu mata dan alisnya juga putih. Kulitnya seputih porselain dan irisnya berwarna pink kemerahan. Dia memiliki mata yang tajam namun terlihat malas, hidungnya mancung sempurna, bibirnya rapih.

Sekarang ini dia mengenakan jaket putih diatas kaus hitam, celana cokelat, dan sendal.

Dia terlihat seperti di pertengahan 20-an

“Halo”, sapa gue tersenyum.
“Umh...Hi..saya Kevin...”, sapanya malu-malu, menyodorkan tangannya, “Saya dokter di rumah sakit bawah sana. Kalau mau checkup, cari saya aja”,

“Well hello Dr. Kevin”, ledek gue menerima tangannya,

“Aku Sarah"

Dia kemudian menyodorkan sekotak makanan, “Aku disuruh kasih ini. Katanya kamu orang baru”,

“Wah, makasih lho!”, kata gue girang, walaupun gue masih suka eneg tapi kan yah first impression harus bagus.
“Sama-sama. Kamu sendiri?”, tanyanya dengan ramah, tapi mukanya datar.

“Engga, ada suami. Dia orang asli sini”

Dia menaikan satu alis, kemudian mengangguk, “Oh...begitu. Yasudah. Semoga betah ya”, senyumnya tipis, kemudian pamit pulang.

Guepun masuk dan mengunci pintunya lagi, sebelum meletakan kue itu di meja.

Kak Zac yang masih beres-beres kulkas melirik sebentar, “Apa itu~~?”, tanyanya memainkan nada.

“Ada orang, namanya Kevin”, jawab gue buka kotak

UWU! ROSE SPONGE CAKE! Wanginya seperti mawar. Kue ini berwarna kemerahan dengan cream berwarna pink, diatasnya ada tulisan ‘Welcome Home’

“Waaaah kue sponge! Wanginya enak banget! Harus makan!”, pekik gue kesenengan, langsung mau ambil piso. Kak Zac menutup kulkas, kemudian berdiri dan melihat kue itu

“Si Kevin itu...apa? Koki?”, tanya Kak Zac
“Bukan, dia dokter. Albino”, jawab gue dateng bawa-bawa piring dan piso
“Albino?”
“Iya, putih-putih gitu. Rambutnya, bulu matanya, alisnya, serba putih! Ini pertama kalinya aku liat albino tapi aku seneng! Bagiku, mereka adalah art”

Gue mulai potong kuenya dan menatanya di 2 piring, satunya gue serahin ke Kak Zac. Kami duduk bersama bersebrangan.

Gue langsung menyendokan kue itu dan melahapnya.

Wangi mawar langsung merebak di mulut, rasa manis yang lembut ini terasa pas dengan sedikit keasaman menambah cita rasa. Gila ini enak banget! Ini selevel toko kue mahal!

“Kak! Ini enak lho!”, pekik gue girang, langsung makanin lagi. Tanpa sadar Kak Zac terlihat mendung. Matanya kosong melihat kue ini. Entah apa yang diingatannya.

“Kakak ga makan?”, tanya gue dengan pipi menggembung penuh dengan kue. Ia mengerjapkan mata, tersadar dengan kenyataan.

Senyumnya bangkit lagi, “Iya, aku makan”, jawabnya, kemudian ia memakan kuenya dalam diam.

“Enak kan?”, tanya gue meminta persetujuan. Ia mengangguk sambil mengunyah, tapi tidak ada kesenangan di wajahnya.

Kemudian Kak Zac menatap gue, dengan lembut ia berkata,
“Sarah. Kakak yakin kamu bakal bikin banyak temen disini. Tapi kamu jangan pernah masuk ke villa warna cream, yang didepannya banyak bunga lilly. Orang itu kurang srek sama kakak”,

“Okei”, jawab gue polos masih makanin kuenya. Ia terkekeh, kemudian menyibak rambutku penuh kasih.

Dimulailah kehidupanku di pedesaan ini. Orangnya ramah-ramah, sehari setidaknya ada 3 orang yang dateng kasih hadiah selamat datang, kebanyakan ibu-ibu, tapi ada juga remaja yang kayaknya seumuran gue.

Gue Nikah Pas SMA & Suami Gue CEOWhere stories live. Discover now