13. Im Hurt

44.9K 1.1K 10
                                    

Hari ini, adalah pertama kalinya gue ngeliat dia nangis, melihatnya sedih, menunjukan kelemahannya,

Tapi yang membuatku ikut sedih adalah..

Dia masih berusaha bersembunyi dibalik senyumnya yang lemah, malah menunjukan rasa sakitnya yang mendalam, yang ia pendam sendiri selama ini.

“Kakak bener-bener gamau pergi ke tempat ini kalau buat bukan kamu Sarah...ini bukan rumah bagi Kakak...Kakak benci tempat ini...”, ungkapnya dengan ekspresi yang terluka, air matanya terus mengalir tidak terkendali.

Ia terisak sambil menggeleng menatap gue,

“Mereka bilang Kakak aneh...apanya? Apanya yang aneh? Sampe hari ini pun mereka gamau jawab. Mereka ga ada alasan buat bilang aku aneh. Kamu tau rasanya kayak apa? Digantung”, lanjutnya mengeluhkan masa lalunya,

“Ngga cuma pulau sialan ini! Mereka yang disebut ‘keluarga’ juga! Papa pergi 18 tahun, tau-tau balik marah-marah nyalahin gue Mama jadi gila! Ya!? Mama kan gila gara-gara Papa pergi, kalo iya ngilang di negara perang kenapa baliknya lama banget?! Itu dianya aja kan yang gamau pulang?! Kembaran sialan itu! Kevin ga pernah bantu gue dia selalu ngerendahin gue, ikut-ikutan mereka ngejelekin gue. Bahkan pas di injek-injek dia cuma diem! Mere...! Setiap hari ada aja ngatain gue ga guna lah, ga penting lah, gagal lah, SEMUA SALAH! Bahkan sekarangpun mereka masih bisa ngerendahin gue. MEREKA BENCI GUE KAN?!”, jeritnya mencengkram kepala dan menjambak rambutnya sendiri frustasi.

Sesekali dia berteriak, terdengar sangat menyakitkan dan terlepas dari pendamannya, tapi ia telah mencapai puncak,

“KEMANA GUE HARUS PERGI?! KE SIAPA GUE HARUS PULANG?! TEMPAT MANA YANG BISA LIAT GUE ITU ORANG NORMAL?! KENAPA SI-AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!”, jeritnya mencapai batas kewarasannya, berteriak sejadi-jadinya di hadapanku, suaranya menggema ke seluruh bukit.

Berkali-kali lebih kuat daripada gue tadi.

Gue harus apa....gimana cara ngehiburnya?
Sebagai istrinya...gue harus apa?
Apa yang bisa gue lakuin buat bales kebaikannya...gue terdiam, tau harus apa,
“Zac”

Ia langsung menoleh ke panggilan gue, masih terisak-isak dengan menyedihkan.

Gue membuka tangan sambil tersenyum lembut, mengajaknya untuk mendekat kepadaku yang duduk di ujung undakan hanya untuk memanggilnya.

Matanya membulat melihat senyuman gue yang menenangkan. Air matanya kembali menggenang sembari ia menahan nafasnya.

Seperti anak kecil yang telah lama kehilangan ibunya, ia berlari kepadaku, memeluk erat-erat seakan-akan gue bisa hilang kapan aja, hal yang dia takuti.

Ga peduli dia basah
Ga peduli ini hujan
Ga peduli berapa sakitnya

Aku ada disini...Zac. Karena aku telah bersumpah untuk menjadi istrimu yang selalu ada di sampingmu saat kau sedih maupun senang, sumpah tidak akan pernah bisa dihapus.

“Makasih...makasih...”, isaknya menangis tersedu-sedu di dadaku, seakan-akan tadi ia mendengar isi hatiku.

Setelah puas ia menangis, kamipun masuk ke rumah dan mengeringkan diri lagi,

“Maaf..kamu jadi basah lagi”, katanya masih sesekali terisak.

Dengan lembut, gue mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sosoknya yang diam saat dikeringkan ini terlihat...menggemaskan. Seperti anak kecil. Apa nanti anak kita mirip dia?

“Aku cuma...takut kalo mereka omongin aku ke kamu..terus kamu ninggalin aku...”, gumamnya menitiskan setetes air mata dari mata kanannya. Dengan ibu jari, gue menghapusnya.

“Ngga kok..aku janji bakal terus bareng kamu”

TING TONG

Siapa di hujan-hujan begini? Gue beranjak ke pintu dan membukanya. Kevin dan Papa, datang sambil memayungi diri, menghindari air. Ga ada pilihan, gue ngebiarin mereka masuk.

Canggung banget...

Di meja makan, Kak Zac buang muka dari mereka, terlihat sangat benci. Kevin gugup, lirik-lirikan antara gue dan kembarannya. Sedangkan Papa hanya diam memperhatikan kami,

“Kamu gamau ngomong apa-apa?”, tanya Papa
“Apa yang perlu diomongin lagi?”, bales Zac ketus
“Cara lu ketemu Sarah mungkin? Kayaknya dulu lu bilang ga mau nikah deh...”, respon Kevin tersenyum kaku, membuatnya semakin mirip Zac.

“Ntah. Coba pikirin jalan paling absurd. Bisa jadi umh...gue sama dia tabrakan di jalan terus gue langsung tertarik ama anak 17 tahun terus gue bawa ke tempat nikah. Gimana? Kedengeran kaya gue kan?”, tanyanya penuh sarkasme, bikin Kevin makin ga nyaman.

Papa yang ngilang lama jelas ga tau apa-apa, “Apa maksudnya aneh?”

“Ceritanya panjang...”, Kevin jawab Papa

“Simple Pa~Aku kehilangan bapakku tercinta dan ibuku jadi gila~tapi aku tetap tersenyum karena kata mereka aku gila! Mere juga bilang aku anak setan. Papa setannya kali?”. Buset jadi ketus amat. Sebenci itukah?

Papa menghela nafas dan mengusap wajahnya sendiri,
“Ini salah Papa...seandainya Papa berusaha pulang lebih dulu mungkin...mungkin Papa bisa hentiin mereka, bahkan Mere”, katanya sungguh-sungguh, tapi Kak Zac masih buang muka, menolak permintaan maaf secara tidak langsung itu.

“Bro...ayolah...lu ga kangen sama kembaran lu?”, bujuk Kevin
“Hmph”
“...gue tau dulu gue pasif tapi sekar-“,
BRAK.

Zac gebrak meja dan melototin Kevin,

“Sekarangpun gabakal ada yang bisa ngubah cap gue! Udah aneh ya aneh, titik! Permanen ini! Lu mau sampe nyungsep ke sawah pun yang diliat aneh tetep gue!”, marahnya membentak kembaran sendiri.

Kevin tidak tau harus apa, kemudian ia menunduk, “...seandainya waktu itu gue berani...mungkin lu gabakal begini”, kata Kevin penuh penyesalan.

“Inget, gue pulang bukan buat kalian. Gue pulang biar bini gue bisa lahiran dengan tenang, GA ada lagi!”, balas Zac tegas melipat tangannya

“Hamil?”, tanya Papa bingung

“I-iya...aku hamil...6 bulan”, jawab gue ragu-ragu, ngelirik-lirik Zac disebelah gue, dia masih buang muka.

“WHAT?! 6 bulan?! Kok ga keliatan? Apa karena badan lu kecil?”, balas Kevin melirik kembarannya, berharap Zac mau bales.

OIT! Ini keluarga lu!
Jangan dikacangin mulu dong!!!
Kasian!

“Ngidam apa kamu waktu itu?”, tanya Papa tertarik dengan kehamilan gue, mungkin dia jadi teringat dengan kehamilan istrinya dulu.

“Waktu itu aku mau seblak dan...nendang Zac”

“BAHAHAHAHAHAHAHAHA!”, si Kevin ngakak sejadi-jadinya sebelum kakinya ditendang Zac. Kevin langsung meringis kesakitan,

“OY! SAKIT TAU!”
“TERUS?!”
“LU BENER-BENER!”, Kevin beranjak dari kursi dan hendak memukul Zac, tapi Zac tangkis pukulan itu dan malah kena bapaknya

“Ah”, pekik sepasang kembar ini ngeliatin Papa. Pria itu mengusap-usap batang hidungnya yang ketabok, lalu menajamkan mata ke kedua anaknya

“WOAAAAAAAA!”, Mereka lari dari bapaknya sendiri, mau gebuk mereka pake batang kayu. Hujan-hujanan lagi!

Heuhhh nak
Bapak kamu rada-rada
Tapi percayalah kalo dia masih bisa ngebanggain kamu. Sebenernya kita berasal dari keluarga yang...kurang normal, tapi kami yakin kami bisa mencintaimu sedalam mungkin.

Gue Nikah Pas SMA & Suami Gue CEOKde žijí příběhy. Začni objevovat