20. Mama

30.6K 939 34
                                    

Kita keluar, berbelok dan naik tangga ke atas yang langsung ada pintu. Papa membuka pintu itu. Ruangannya memanjang, terdapat meja-meja yang diatasnya beberapa kudapan, ada dapur kecil, kamar mandi, dan kasur. Sepertinya Mama dikunci disini.

Di ujung ruangan, seorang wanita duduk di bangku kayu sambil menghadap jendela, membelakangi kami. Tampaknya ia sedang menyisir rambut panjangnya sambil bernyanyi.

Mereka bertiga menghela nafas, terutama Papa. Mereka berjalan ke bangku itu.

"Ma...", panggil Kevin. Tapi tampaknya Mama ngga merespon. Gw berjalan sedikit untuk mendekat.

Gw bisa sedikit liat wajahnya dari sudut ini. Bulu matanya panjang, matanya sayu, hidungnya mancung, dan bibirnya tampak indah. Dia mengenakan gaun putih yang mencapai mata kakinya.

Terdengar nyanyian lembut dalam bahasa asing. Kalo denger-denger, lagu itu familiar. Pas gw inget-inget, dia nyanyi La Vie en Rose salah satu lagu terkenal berbahasa prancis.
Padahal anak dan suaminya ada di depan dia tapi dia tidak menghiraukan mereka, terus bernyanyi dan menyisir rambutnya.

Matanya tidak terfokus, dia hanya termangu ke depan.
Walaupun Papa memposisikan dirinya di depan Mama, Mama hanya akan terus bernyanyi dengan tatapan kosong.

Mama stress
Itu pikiran gw. Dia sudah lama kehilangan suami yang ia pikir telah tewas, ditambah anaknya yang pergi meninggalkan rumah tanpa kabar sedikitpun.
Gw berpikir, apa dia tau soal Mere? Kalo iya, berarti keluarganya hancur.

Papa berlutut di depan Mama.
"Belle...Belle?", panggil Papa.
Tetep ga direspon.
Papa melepas sisir dari tangan Mama, kemudian menggenggam kedua tangannya erat-erat.

Papa tersenyum, air mata menggenang,
"Aku pulang".
Tapi Mama hanya terus bernyanyi sambil melamun.
Kami menunggu respon dalam keheningan.

Senyum Papa memudar, tau istrinya tidak menjawab.
Air mata bahagia tadi digantikan dengan air mata kesedihan.
Papa menunduk, menitiskan air matanya.

"Maafkan aku...", isak Papa. Walaupun dia minta maaf begitu, istrinya tidak akan menjawab.

Papa mengangkat kepalanya lagi, kemudian memohon,
"Maafkan aku. Aku tidak seharusnya pergi...aku-", ia menelan kata-katanya sendiri.
"Aku sungguh minta maaf", tunduknya lagi.

Tapi apa yang didapat hanya nyanyian yang tak putus-putus.

Papa mendekatkan wajahnya ke Mama dan menciumnya.
Tapi ciuman itu hanya sepihak,
Mama tidak balas mencium,
hanya melamun.

Saat ciuman dilepas, Papa menyatukan dahinya dan menutup mata. Setelah itu Papa berdiri dan berjalan ke belakang bangku, menghapus air matanya.

Padahal gw berharap Mama bakal berbalik badan dan memanggil Papa. Tapi...itu bukan kenyataannya.

Berikutnya Zac, dia juga berlutut di depan Mama sambil menggenggam tangan Mama.
Pelan-pelan, ia memanggil, "Ma...Mama? Zac udah nikah", katanya bangga.

Karena tau Mama gabakal respon, Zac lanjut, "Zac juga udah punya anak. Aku menang dari tantangan Mere. Kita bisa hidup pake marga Papa lagi. Papa juga udah pulang", katanya bergetar, menahan rasa sedihnya. Tapi tidak mendapat respon dari orang tersayang sangat menyiksa, Zac tidak dapat menghindari rasa sedih itu.

Air matanya mengalir tak henti-henti, ia terisak dan menutup matanya kuat-kuat, tidak dapat menahan semuanya.
Dia menunduk,
"Zac minta maaf...Zac anak yang jahat...Maaf Ma...Maaf", tangisnya.

"Za-", Kevin hendak menghentikan Zac, tapi Papa menahannya dan menggeleng. Bahu Kevin mengendur.

Untuk beberapa waktu, Zac menangis tersedu-sedu di pangkuan Mama. Tapi Mama tetap bernyanyi sambil melamun tanpa sedikitpun memperhatikan anaknya.

Zac mengangkat kepalanya, menunjukan matanya yang sembab. Dengan sekuat tenaga ia tersenyum dan bilang...

"Aku Sayang Mama"

Setelah mengatakan itu,
Zac menarik tangan Mama untuk merasakan kelembutan di pipinya. Kemudian melepas tangan itu dan berdiri, berjalan ke arah gw.

Zac tampak hancur, ia terisak di depan gw.
Gw menarik dia kedalam pelukan, membiarkan dia menangis lagi. Dengan tangan satu lagi, gw mengusap punggungnya.

Setelah puas, dia melepas pelukan dan menatap Ray, Zac mendekatkan jari telunjuknya pada Ray yang langsung menggenggamnya.

Senyum Zac sedikit bangkit. Mungkin karena melihat ayahnya, Ray sedikit bersuara, "ah".

Semua mata langsung tertuju pada Ray.

Mama menghentikan nyanyiannya, membuat kami penasaran.

Perlahan, Mama berputar melihat Ray. Tidak seperti tadi yang pandangannya kosong, dia terlihat penasaran. Gw terkesiap, Mama begitu cantik dan ga keliatan kaya wanita berusia 40-an. Dengan gaun sabrina putih itu, dia jadi terlihat seperti dewi.

Saat kita terpaku melihat Mama, dia berdiri dan perlahan berjalan ke arah kami

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Saat kita terpaku melihat Mama, dia berdiri dan perlahan berjalan ke arah kami.
Dia terus melihat Ray dan ragu-ragu menyodorkan kedua tangannya, seperti ingin menggendong Ray.

Setelah mendongak ke Zac, gw menyerahkan Ray ke Mama, membiarkannya menggendong.

Mama memperhatikan Ray, mengobservasi wajahnya. Setelah beberapa saat, ia membulatkan matanya terkejut kemudian melihat ke arah kami. Seakan baru disadarkan.

"...Zac?", pekiknya.
Zac membulatkan matanya, kemudian menangis sambil senyum. "Iya, Ma. Aku pulang", isak Zac. Kemudian mereka berpelukan sambil tetap menggendong Ray.

Dibelakang situ, mertua sama ipar somplak :
"Papa menang. Mama manggil Zac duluan, sini 500ribunya", kata Papa menjulurkan tangannya ke Kevin. Kevin berdecak kemudian menyerahkan 500ribu. "...disaat begini kalian masih bisa taruhan?", tanya gw pelan. Udah gila nih keluarga.

"Ma, ini istriku. Namanya Sarah", Zac memperkenalkan gw.
Mama tersenyum lembut dan menggenggam tangan gw. "Cantik ya", kata Mama.
Kemudian memeluk gw dan mencium pipi gw.
Tercium bau yang manis darinya...kaya...bolu?

Gw laper

"Walaupun telat, selamat datang di keluarga", katanya kemayu sambil menyerahkan kembali Ray.

Wow...

Papa yang ganteng, Mama yang cantik, pantesan Zac sama Kevin ikutan. Seandainya mereka bertiga ga somplak, mereka sempurna.

Mama mengedarkan pandangannya dan terpaku begitu melihat Papa. Papa diam tersenyum.
Mata Mama tergenang air mata.
Papa mendekati Mama, meletakan tangannya dipipi Mama.
Mama menangis bahagia dan langsung menarik Papa ke dalam pelukan.
Suaminya yang hilang itu. Yang dia kira sudah meninggal dan tak akan kembali. Sekarang berada di dekapannya.

Setelah puas menangis, Mama melihat ke arah Kevin yang daritadi diam. "Lho Kevin? Kenapa kamu pura-pura jadi Zac?", tanya Mama mendekati Kevin.
Kevin tersenyum kecil, "Ceritanya panjang", kemudian memeluk Mama.

Ga kaya Papa atau Zac, Kevin lumayan sering ketemu jadinya ga nangis. Walaupun dia sedih Mama melamun selama bertahun-tahun karena ditinggal anak dan suaminya, dia sedikit bersyukur bisa ketemu Mama lagi.

Gw seneng akhirnya keluarga Zac bisa bersatu lagi, waktu itu dia kesepian dan pasti sedih keluarganya ga bisa nyaksiin pernikahannya.

Tapi

Tetep aja

Mereka bahagia bisa kumpul lagi

Gue Nikah Pas SMA & Suami Gue CEOUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum