12. I Hate You

59.6K 1.2K 2
                                    

“Bapak kamu...cukup mengesankan lho”, kata Kak Zac memecah keheningan diantara kami.

Gue mendongak, meminta kelanjutan,

“Nikah buat bisnis...mungkin itu biasa. Tapi pake jalan lain yang bisa nguntungin 2 pihak dengan keinginan berbeda...itu ga biasa. Sarah, Kakak yakin dia cuma berusaha buat mempertahankan semuanya. Dia pengen mertahanin Emak, bisnis, dan kamu. Dan dia berhasil. Kamu sekarang aman kan? Kalau dia minjem ke bank, dia bakal keteteran bunga. Lagian...semua jadi lebih baik kan?”, tanyanya tersenyum meminta persetujuan.

Bener juga sih tapi...apa tetep ga kebangetan nuker duit bulanan dengan putrinya? Sampe melabrak CEO gini?

Bapak udah gila

Belum selesai gue berpikir, Kak Zac tiba-tiba berhenti dan menurunkan gue.

Di depan kami ada villa besar 2 lantai berwarna cream yang ditutupi pagar bata, di depannya ada berbagai jenis bunga lilly. Bahkan Lily of the Valley ada.

Ini bunga yang...langka

“Ayo masuk”, ajak Papa membuka pagar besinya, lalu masuk ke pintu kayu yang besar.

Tapi Kak Zac, ia membeku mengepalkan tinjunya sambil menatap rumah itu kebencian, seakan-akan memori buruknya kembali menusuk-nusuknya.

Guepun mendekat dan menggenggam tangannya dengan lembut, membuatnya menghela nafas sambil menguatkan genggaman tangan ini. Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya dia menarikku masuk.

Ada Mere dan Kevin menunggu, duduk di sofa puff berwarna merah yang terlihat antik. Kalau dipikir-pikir...villa ini dipenuhi barang antik dan berwarna gelap. Rasanya seperti ada di villa eropa, tapi sudah tua.

“Udah saya bawa anaknya, sekarang, mana istri saya?”, tanya Papa dengan ketus ke Mere yang duduk sambil menyesap teh mawar.

Mere tersenyum miring, kemudian melambaikan tangannya seperti menyuruh Kevin.
Kembaran Kak Zac yang albino.

“Ayo”, ajak Kevin menaiki tangga, Kak Zac awalnya ga mau ikut, tapi Papa mencengkram pergelangan tangannya dan menariknya,
“Sarah tetap disini”, perintah Papa sebelum menaiki tangga. Tinggal gue sama Mere.
“Sarah...duduk dong”, ajak Mere, menepuk sofa disebelahnya. Menurut, gue duduk menghadap...neneknya Kak Zac.

Mere tiba-tiba menepuk tangannya greget, “Kamu kenapa ga bilang dari awal kalau suami kamu si Archie?!”

“Aku kan...gatau kalo Archie nama kak Zac...kiranya Kak Zac ga punya siapa-siapa...lagian juga Kevin bilangnya dia ga kenal jadi kupikir kalian ga berhubungan denganny”, jawab gue ragu-ragu.

Tiba-tiba Mere menjadi mendung,
“Dia bilang dia ga punya keluarga lagi ya?”, tanyanya, terdengar kesakitan. Buru-buru gue jawab sebelum dia salah paham,
“E-engga. Maksud aku, setiap aku tanya dimana keluarganya dia selalu jawab engga. Jadi aku kira dia udah engga punya”. Mere menghela nafas dan bersender,

“Anak itu benar-benar...bahkan mengubah namanya menjadi Zachary Vane...”, Ia mengurut batang hidungnya yang mancung, kemudian menatap  gue dengan serius,

“Sarah. Selama nikah sama kamu...apa dia ada gelagat aneh?”, tanya Mere.

Gue geleng. Kak Zac emang kadang suka aneh sendiri, kekanakan, dan suka melakukan hal out of box. Tapi hal itu ga terhitung aneh kan?

“Masa sih?”, Mere kebingungan, kemudian menyilangkan kakinya, “Dia...sedikit berbeda dari kami...mungkin setelah ayahnya-pria yang tinggi besar tadi-meninggalkannya”, Mere bercerita pendek.

Katanya dulu pas Kak Zac masih kecil, Papa dikirim keluar negeri untuk ikut berperang. Namun ia menghilang di negara perang itu dan dinyatakan tewas setelah masa pencarian habis. Yang kembali hanyalah kalung prajurit dan baju lorengnya yang dinodai darah dan penuh lubang tembakan. Hal itu menghantam keluarga kecilnya.

Gue Nikah Pas SMA & Suami Gue CEOWhere stories live. Discover now