29 회

11.1K 2K 686
                                    

"Terima kasih, euisa-nim."

Taeyong membungkuk sopan kepada pria paruh baya yang selama dua bulan belakangan telah memberinya Psikoterapi dan Psikososial intensif. Meski Lisa dan Seulgi sempat menyarankan agar teman lelakinya itu mengikuti rehabilitasi, namun dokter Choi justru meyakinkan mereka bahwa Taeyong dengan ajaibnya sudah sembilan puluh persen pulih.

Sejak dinyatakan telah sembuh dari gangguan kejiwaannya, lelaki mungil itu akhirnya bisa pulang ke rumah dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Meski banyak yang telah berubah, namun Taeyong bersyukur karena saat ini ia dipertemukan dengan orang-orang yang sebelumnya ia kira sebagai musuh sehidup sematinya.

Lisa dan Seulgi, dua orang yang selalu menjadi lawan adu mulutnya sejak SMA hingga di Universitas, justru menjadi malaikat penyelamatnya. Kedua wanita itu bahkan sangat tulus membantunya ketika menjalani masa-masa sulit di rumah sakit. Ia mendengar semua cerita itu dari Dokter Choi, sebab Lisa dan Seulgi masihlah gengsi untuk mengakui.

Namun, ada beberapa hal yang membuat Taeyong kerap kali terjebak dalam lamunan panjang. Bukan karena gejala kejiwaannya kambuh, namun ucapan-ucapan dokter Siwon yang mencoba menggali ingatannya selama dirawat di rumah sakit jiwa setahun lalu terkadang mengganggu.

Seperti saat Psikoterapi tadi, Taeyong masih mengingat dengan jelas dokter paruh baya berlesung pipi itu berkata,

"Kau membuat tokoh imajinasimu sendiri, Taeyong. Selama dirawat satu tahun lalu, kau selalu berbicara dengan seseorang atau mungkin beberapa orang yang tak pernah ada dalam kehidupanmu sebelumnya."

Jujur saja Taeyong tak bisa mengingat apa-apa. Sebelum tersadar dari tidur panjangnya karena efek obat penenang, ia hanya bisa mengingat jika sosok priaㅡyang tak bisa ia ingat tampangnya dengan kejam menjatuhkan ia dari balkon gedung bertingkat.

Dokter Siwon pun menambahkan, "Satu tahun lalu kau hidup dalam imajinasimu yang sangat bertolak belakang dengan keadaanmu sekarang," Katanya, "Semua itu adalah efek dari depresi dan rasa tak terimamu atas apa yang terjadi sebelum kau masuk ke rumah sakit jiwa ini."

Menghela nafas panjang, tanpa sadar bus yang Taeyong tumpangi telah sampai di halte tujuan. Padahal rasanya baru beberapa menit yang lalu ia meninggalkan ruangan dokter Choi, pikirnya.

Taeyong berjalan tergesa menuju sebuah gedung megah yang tak jauh dari halte. Namun sebelum masuk kedalam tempat itu, ia menyempatkan diri untuk singgah di toko bunga dipinggir jalan.

"Eoh? Taeyongie?" Ucap sang pemilik toko melihat lelaki itu datang, "Tumben kau datang kesini."

"Aku ingin membeli bunga, Hyung." Ucap Taeyong pada Baekhyun, salah satu kenalannyaㅡsesama pecinta bunga, "Beri aku mawar putih delapan tangkai."

"Baiklah," jawab Baekhyun lalu mengindahkan permintaan sang pelanggan.

Tak lama berselang lelaki yang lebih tua dari Taeyong itu menyodorkan bucket bunga rangkaiannya, "Ambil lah, tak perlu membelinya."

"Wah benarkah?" Taeyong terkekeh pelan, "Apa kau tak takut rugi, Hyung?"

"Jika aku rugi, aku bisa mendatangi tempatmu dan meminta ganti."

Kedua lelaki manis itu tertawa pelan. Namun, Taeyong buru-buru membungkuk sopan ketika sadar jam pada pergelangan tangannya telah menunjuk ke angka tiga sore.

"Kalau begitu aku permisi dulu, Hyung," pamitnya sebelum melanjutkan langkah ke gedung mewah tadi.

Taeyong menyusuri koridor gedung itu, mencari-cari tempat dimana sosok yang ingin ia temui berada. Seulas senyum tipis terlukis pada bibirnya ketika mendapati wajah yang amat ia kenali terpampang dibalik kaca bening.

Loving Her Boyfriend | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now