Page 13

16K 1.3K 59
                                    


HAPPY READING

Ujung jingga sudah berada di tempatnya, tapi tidak ada niatan untuk beranjak pergi ke dalam gedung sepi nan dingin itu. Pikiran pria itu masih melayang entah kemana, sejak tamparan keras itu mendarat dengan indah di pipinya, sejak itu pula ia tidak ingin beranjak kemana-mana.

Ego yang selama ini menyelimutinya ia lenyapkan, gengsi yang selama ini menemaninya ia singkirkan. Ya, hanya untuk gadis sialan itu. Dan apa yang ia terima setelah semua sifat itu ia buang ke neraka? Apa, Hanya sebuah penolakan yang sangat menyakitkan.

Ia Uchiha dengan segala harga dirinya. Di tolak seorang wanita sepertinya? 'Hell, mati saja kau Hyuga! Ya, mati di hatiku mungkin akan menyenangkan' Sasuke mengerjapkan lagi mata berbeda warna itu. Ia benar-benar gila, setelah mengenal dan menjamah tubuh wanita itu ia semakin dibuat gila.

"Kau hanya milikku, Hyuga. Suka atau tidak kau akan tetap menjadi milikku."

Rasa tertarik membuat sesorang ingin dekat, rasa sayang membuat seseorang ingin menjadi bagian dari hidupnya dan rasa cinta membuat seseorang ingin memilikinya dan obsesi membutakan segalanya.

Ini bukan hanya rasa cinta, ini lebih dari kata itu. Sasuke membutuhkannya lebih dari orang lain, ia menginginkannya lebih dari siapapun, dan ia mendambahnya lebih dari apapun. Ini bukan rasa ingin memiliki yang menggebu, perasaan ini lebih rumit dari rasa itu. Perasan seseorang yang sakau karena Hinata adalah heroinnya. Sumber dari rasa yang timbul yang terus menggrogoti relung hatinya. Maka cara apapun akan ia lakukan untuk mendapat penawar dari rasa gila ini.

Apapun akan ia lakukan!

..

Hinata membisu, rasa kesal dan amarah yang beberapa jam ia dapatkan lenyap tidak bersisa berganti rasa kecewa yang mendalam. Ia tau ia lemah, ia tau ia tidak berguna, ia tau itu semua. Tapi kenapa masih terasa sakit? Kenapa masih terasa kecewa meski ia sudah tau semua itu. Kenapa masih berdarah jika ia tau semua itu, Kenapa?

Hinata terus mengulang perasaan itu. Perasaan yang tidak pernah berarti, perasaan tidak pernah dihargai. Jika ia harus dilahirkan dengan hati yang rapuh kenapa kau tempatkan ia di tebing yang curam, jika hatinya bagaikan balon yang tipis kenapa kau tempatkan ia di ribuan jarum? Kenapa ia harus berada di hamparan permata ketika ia hanya sebutir mutiara usang?

Ia hanya rembulan yang akan kalah jika bersanding dengan sang surya, ia hanya kunang-kunang yang tak bersinar jikalau siang hari. Ia hanya musim salju yang tidak bisa menabur kehangatan. Tapi apa salah jika ia ingin semua orang menganggapnya ada, apa salah jika kunang-kunang berada di bawah sinar mentari? Salah jika musim dingin ingin menyentuh sang surya? Salah jika rembulan ingin bersanding dengan mentari?

Ya, semua memang tidak pernah salah, hanya saja ia yang salah telah berada di sini. Ia salah jika terus memaksa orang lain agar menatapnya. Salah jika berusaha untuk membuat semua orang bangga akan hal yang tidak pernah bisa dibanggakan. Semua itu salah, karena selamanya rembulan akan ada di kegelapan, kunang-kunang akan bersinar di malam hari dan musim dingin akan semakin kuat jika berjauhan dengan panas. Maka tepat jika ia harus pergi dari tempat yang memang tidak pernah pantas untuk ia tapaki.

"Apapun keputusan, Tou-san aku terima." Suara tercekat itu bagaikan nyanyian pilu. Hinata menarik sudut bibirnya tipis, ya, selamanya ia hanya akan menjadi gadis yang tidak berguna.

Hiashi menatap putri sulungnya dengan datar, tidak ada satupun yang tau jika ia lebih terluka melihat semua ini. Ia tidak ingin melakukan hal menyakitkan lagi untuk putri pertamanya. Hanya saja semua sudah menjadi peraturan. Semua sudah tertulis sejak dulu. 'Kau tidak perlu sedih. Tou-san akan menyelamatkanmu.' Ujar Hiashi dalam hati. Sekeras apapun ia mendidik anak-anaknya ia tetaplah ayah dari mereka, rasa sayang dan cinta sudah tumbuh bahkan sebelum mereka lahir. Ia akan melindungi putrinya apapaun yang akan terjadi. Ia akan tetap melindunginya tanpa orang lain tau. Ia boleh saja menjadi ketua klan tapi ia tetap seorang ayah yang menyayangi putrinya.

Come Back Home [[END]]✔ Where stories live. Discover now