Page 20

15.3K 1.1K 27
                                    

Hinata menundukan kepalanya dalam, ia remas jemari lentiknya gemas. Perasaan gelisa menyelimuti hatinya sekarang. Ia tidak berani menatap wajah penuh gurat luka itu, harusnya Hinata tidak menuruti perkataan laki-laki sialan itu. Harusnya ia tidak mengikuti suara hati kecilnya, jika saja ia tidak egois hanya untuk mempertahankan perasaan yang masih sebiji kecambah ini, mungkin semua ini tidak akan terjadi.


"Gomen, Tou-san. Aku memilih bersamanya." Jujur perasaan ini sangat rumit, ia benar-benar ingin gila! Ia sadar perasaannya pada pria Uchiha itu masih terlalu dini jika dikataan cinta tapi ini juga terlalu mendalam jika dikatakan suka. Hinata mengerjapkan matanya, ia tau kesekuensi jika memilih pria bajingan ini tapi hati kecilnya menjerit menginginkannya. Perasaan ini jauh lebih rumit dibanding perasaannya dengan Naruto dulu.

Ia menginginkannya hanya untuk dirinya saja, ia haya ingin pria ini yang mengganggu hidupnya, hanya pria ini yang ia harapkan bisa mengobati perasaan kecewanya dan hanya pria ini yang ia mau walau sejuta rasa benci menyelimuti hatinya. Bagaimana bisa hanya dengan interaksi gila itu tumbuh benih cinta yang tidak disangka akan bersangkar di relung hatinya.

"Kau tentu tau bagaimana sifatnya, Hinata!" Hinata menganggukan kepalanya, jelas ia tau sifat pria itu. Segala sifat buruk pria itu ia tau. Banyak orang akan dengan mudah menjabarkan segala keburukannya tapi tidak banyak orang yang tau segala kebaikan yang ia punya. Mungkin dia salah satu yang mengetahui sifat manja, tolol, kekanakan yang ada di balik sifat pemaksa, arogan, keras kepalanya.

"Maaf jika Hinata mengecewakan, Tou-san." Hinata berucap lirih, ternyata menjadi egois tidak selamanya menyenangkan. Karena menjadi egois selalu menggoreskan banyak luka.

"Tou-san, hanya ingin yang terbaik untukmu. Gomen jika selama ini, Tou-san terlalu memaksamu." Ujar Hiashi lirih, hati kecilnya menjerit luka. Ini adalah pertama kali putrinya mementingkan dirinya sendiri. Pertama kali untuk sang sulung menyuarakan perasaannya. Hiashi kecewa tapi juga bangga.

Ia rengkuh tubuh yang selama ini ia jaga, ia memang bukan seorang ayah yang baik tapi Hiashi selalu mencoba menjadi yang terbaik dengan caranya sendiri.

"Aku menyayangimu, Tou-san." Perasaan bahagia menyebar ke seluruh hatinya, ia bangga pada Hinata meski tidak pernah menyuarakannya, ia menyayanginya meski tidak pernah terucap.

..


Pria bersurai blonde itu menatap gugusan tanah itu tanpa bicara, pikirannya masih berputar-putar bagaikan bianglala.

"Jaga dia untukku, Teme." Meski pait ia sesap, meski panas ia teguk. Naruto tau jika menyadari perasaan yang terlambat bagaikan meminum kopi tanpa gula, hanya terasa pahit dan panas yang menjalar di relung hatinya.

"Hn."

Naruto berdecak keras, ia pukul kepala raven itu keras. Siapa yang tidak dongkol jika lawan bicaramu hanya menjawab dengan kosa kata sialan itu? Naruto sudah melapangkan dadanya hingga selebar samudra untuk memberikan bongkahan berlian untuk sahabatnya lalu apa yang ia dapat dari itu? Hanya gumaman ambigu menyebalkan miliknya.

Jujur saja Naruto sebenarnya heran pada pria yang berada di sampingnya. Bagaimana bisa pria ini mencintai gadis seperti Hinata? Sebelumnya ia tidak pernah melihat mereka berinteraksi.

Come Back Home [[END]]✔ Where stories live. Discover now