Bab 23

466 19 0
                                    

Beberapa bulan setelah percakapan antara Alan dan kedua orangtua Aurel.

Alan memfokuskan diri untuk mendapat nilai bagus di masa-masa terakhirnya. Dia selalu giat belajar ketika pulang kuliah dan juga dirumah, waktunya dia habiskan dengan Satya ataupun bukunya.

Alan yang dulu kini telah tiada, Alan kini menjadi Alan yang berhati dingin dan selalu sibuk dengan pikirannya sendiri.

Idola sekolah, itulah julukan Alan saat ini. Banyak yang mengidolakannya dan banyak mahasiswa baru yang memberanikan diri menyatakan cintanya, namun tak ada satupun yang Alan respon maupun terima.

"Lan, udahlah.. lupain Aurel! Liat tuh, banyak banget yang mau sama lu." Tegur adiz ketika mengetahui lagi-lagi Alan yang suka diam tanpa mau berbagi.

Kini mereka satu kampus lagi. Ya.. walaupun berbeda jurusan, mereka masih sering mengobrol.

"Gua tau ini sulit, tapi ini juga keputusan Aurel, Lo gak boleh nyiksa diri lu sendiri kayak gini." Timpal Nissa. Yap, setelah Aurel pergi, ketiga sahabat Aurel berteman baik dengan Alan dan juga kawannya.

"Lan, Lo bukan Alan yang gua kenal." Cibir jafy. Entah sudah berapa kali jafy bilang begini, namun Alan sama sekali tidak memperdulikan nya.

"Apasih lo semua!, Jangan bujuk gua buat cari yang lain! Atau–" sahut Alan terpotong.

"Atau?" Tanya Salma.

"Gua gak bakal pacaran lagi." Ucap Alan membuat orang yang mendengarnya bergidik ngeri.

"Itu pilihan?" Tanya gaga, awalnya Alan ragu untuk menjawab, karna tau akhirnya adalah ceramahan dari Gaga.

"Bukan. Itu keputusan." Tegas Alan.

"Alan, Alan, Lo mau sampe kapan Kayak gini terus?" Tegur gaga.

"Sampe lo semua punya pacar," gurau Alan, dia tersenyum puas melihat muka orang disekitarnya, apalagi jafy.

"Shit!! Ampe gua lulus kuliah gek lu gak bakal pacaran!" Ketus jafy. Orangtuanya menyuruh jafy untuk melajang sampai dia selesai kuliah dan bisa menggantikan papahnya sebagai CEO.

Alan tertawa, "kecuali sama Aurel."

"Aurel lagi, Aurel lagi, terserah lo deh ya. Sampe bangkotan juga lu ngarep aja Aurel terus!." Sindir adiz.

"Bodo amat." Ketus Alan.

.
.

"Lan, kamu udah pulang?" Tegur laudia pada anaknya yang kini sedang menaiki anak tangga.

"Iya ma," jawab Alan singkat.

"Mau makan?" Tanya laudia.

"Engga, tadi Alan udah makan di kampus." Jawab Alan. Akhir-akhir ini memang begitu, Alan selalu menghindar dari kedua orangtuanya, bahkan ketika hari libur Alan lebih memilih pergi ke toko buku atau rumah satya atau mengerjakan skripsinya.

"Lan," panggil laudia, Alan pun berhenti melangkah, sedangkan laudia menyusulnya ke tengah tangga.

"Mamah tau ini pasti berat, tapi jangan bunuh diri perlahan gini dong!kamu mau kayak fisilz juga?!" Gretak laudia.

"Mah, Alan bisa jaga diri. Alan udah gede, gak perlu mama atur." Jawab Alan, dia langsung melanjutkan langkahnya dan meninggalkan mamahnya.

Laudia menarik nafasnya panjang, lalu menelphone suaminya.

"Iya, mah?" Sahut Reno.

"Pa, kayaknya kita cepetin aja deh perjodohannya." Ucap laudia.

"Kenapa ma?" Tanya Reno.

ALAN [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora