Bab 21

410 19 0
                                    

Dua hari kemudian.

Indonesia, 10.15

"ALAN!!!!!" Teriak salah satu teman Alan yang tak lain adalah adiz.

"Apasih diz!! Berisik tau gak." Ketus Alan. Akhir-akhir ini suasana hati Alan sangat buruk ditambah Aurel yang tidak hadir dua hari kemarin.

"Aurel masih belum masuk?" Tanya Adiz.

"Belum." Jawab Alan singkat, bahkan untuk satu kabar saja Aurel tak memberitahunya.

"Gua tau dari Salma. Aurel pindah sekolah katanya." Ucap Adiz didapatinya mata Alan yang sudah terbuka lebar.

Alan berlari menuju kelasnya tanpa mempedulikan teriakan Adiz dan kawan-kawannya.

"SALMA!." Panggil Alan dengan nada panik khas miliknya. Terlihat Salma, Olla, Nissa yang sedang duduk berkumpul.

"Apaan dah lan." Kesal Salma pada Alan, perlu diketahui bukan hanya Alan yang frustasi karna perginya Aurel sahabatnya Aurel pun sama frustasinya dengan Alan.

"Sal, Aurel pindah sekolah?kemana? Kenapa gak ada yang kasih tau gua?." Tanya Alan beruntun.

"Lan. Bukan Lo doang! Gua juga panik." Ketus Salma, bukan itu jawaban yang ingin Alan dengar.

"Prancis!. Aurel pindah ke sana." Ucap Olla.

"Prancis," Ulang Alan.

"Iya.. gua harap Lo tenang dulu lan. Kita semua juga gak tau apa sebabnya." Sahut Nissa. Alan--dia sangat tau apa sebabnya Aurel pergi, Alan pun langsung keluar dari kelas dan berlari menuju halaman belakang.

Tingg.

Aurel:
Maafin gua. Maaf gua gak kasih tau keputusan gua ke kalian. Makasih juga kalian selama ini jadi yang terbaik buat gua. Tolong jaga Alan disana. Jangan buat dia kesepian apalagi sedih. Jangan ungkit tentang gua juga di depan Alan. Makasih buat semua waktu yang kalian luangin bareng gua.

"Siapa?" Tanya Olla.

"Aurel." Lirih Nissa, dengan cepat Olla dan Salma pun membaca pesan dari Aurel.

.
.

Prancis, 19.00

Aldi sudah tiba beberapa waktu lalu bersama dengan barangnya. Kini baik Aldi maupun fatma mereka pergi ke beberapa tempat karna Aldi memaksa.

Aurel sedang memandang langit hitam dari balkon apartemennya. Angin-angin kecil mengenai wajahnya dengan lembut.

Suasana malam mendukungnya untuk memainkan gitar yang dibawa Aldi dari rumah.

Kau cerahkan hidupku disini
Engkau beriku satu arti hidup ini
Kau yang terindah~~

Terimakasih tuhan
Kau hadirkan sosok dirinya
Yang membuat hidupku bahagia saat bersamanya.

Tak henti ku bersyukur atas kehadiran dirinya
Kan ku terima kekurangannya menjadi sempurna

Hanya untuknya~~

Satu lagu selesai dinyanyikan Aurel tanpa sadar lagu itu mengingatkannya pada sosok Alan.

Aurel pun melanjutkan lagu itu, setidaknya bisa mengobati kerinduannya pada Alan.

Terpejam kedua mata ini
Tak terbayangkan dalam hidup ini
Kau hadir disini~

Terimakasih Tuhan, kau hadirkan sosok dirinya
Yang membuatku bahagia saat bersamanya

Kan ku terima kekurangannya menjadi sempurna
Hanya untuknya~

Tanpa Aurel sadari adiknya-aldi tengah memperhatikannya dan menatap Aurel dengan kasihan.

Aurel berhenti bernyanyi, dia menaruh gitarnya lalu melanjutkan kegiatan awalnya--memandang bulan diatas sana.

.
.

3 bulan berlalu

"Haii dek. Pasti udah punya pacar ya?" Goda jafy pada salah satu adik kelas yang melewatinya, ini adalah tahun ajaran baru, dimana mereka semua sudah menginjak kelas 12.

"Abaikan aja dek, biasa orang gila gausah di ladenin." Celetuk Gaga pada adik kelas yang sempat kaget karena perkataan jafy yang mendadak.

"Sirik aja Lo!." Ketus jafy tak suka pada Gaga.

"Makannya jangan jomblo mulu jaf!. Muka cakep pacar gak ada!." Sindir Adiz yang di angguki oleh beberapa kawannya.

"Ehh, liat noh!." Seru jafy tiba-tiba menunjuk ke dua orang yang sedang berbincang asik.

"Kenapa?" Tanya Akmal dengan polosnya.

"Lu gak liat!. Itu Salma sama murid baru!." Sahutnya sambil menatap Adiz yang hanya diam.

"Lu lagi berantem sama Salma?" Tanya Gaga pada Adiz.

"Kepo lu!." Ketus Adiz. Tak lama Alan pun datang dengan beberapa murid baru yang memandangnya secara diam-diam.

"Boss!! Sini lah ngumpul!." Ajak Akmal sedangkan Alan hanya menurut dan duduk disamping jafy.

"Kak, boleh minta id line-nya gak?." Tanya seseorang perempuan pada Alan. Beberapa orang menatapnya tak suka.

Alan hanya menggeleng kecil, "Maaf. Sekalian bilang sama temen-temen kamu kalau saya sudah punya kekasih!." Tolaknya secara dingin dan menusuk.

Adik kelas yang notebanenya baru itu pun pergi dengan kecewa atas jawaban Alan.

Satya menarik nafasnya, "Siapa?Aurel lagi?" Tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Kalau iya, kenapa?" Tanya Alan tanpa peduli betapa lancangnya dia. Alan pun pergi dengan ucapan "Gua mau masuk, banyak yang belum gua selesain."

.
.

4 tahun berlalu.

Prancis, 22.00

"Kak, kata mamah abis kelulusan lu, kita balik?" Tanya Aldi pada kakaknya itu.

yang Aldi maksud adalah, kelulusan kuliah Aurel. Ya.. gadis itu sebentar lagi lulus, dan jangan lupakan .. sudah 4 tahun dia berpisah dari Alan.

"Iya. Kenapa? Lo betah disini?" Tanya Aurel balik.

"Bisa dibilang begitu." Ucapnya.

"Kalau gitu, tinggal aja disini sampe kelulusan lu." Sahut Aurel lalu pergi beranjak ke kamarnya.

Aurel menarik selimut miliknya dan mematikan lampu kamar, terasa bahwa dia lelah dan butuh istirahat.

Beberapa lama dari aurel tertidur,

"Hiks hiks hiks."

"Ja..ng..an.."

"Peee..rgiii!!.. hikshh"

"Tolong.."

"Maaa..afff."

Itulah yang selalu terjadi saat Aurel tertidur, lagi-lagi Aldi memasuki kamar Aurel untuk memastikan kakaknya tidur tanpa gangguan. Namun sepertinya mimpi buruk yang sama kini menimpa Aurel.

Kata-kata jangan, pergi, tolong, dan maaf seakan sudah terbiasa di dengar oleh Aldi, itu terjadi sejak Aurel pindah ke negara ini, namun Aldi hanya tau kalau itu terjadi sejak dua tahun lalu.

Aldi langsung diam memikirkan betapa sulit jadi kakaknya. Aldi pun langsung keluar kamar Aurel dan pergi untuk menonton tv sebentar di ruang tamu.

ALAN [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang