Bab 22

439 16 0
                                    

Alan Angkasa. Seseorang itu kini tengah meyakinkan dirinya bahwa ia bisa mendapatkan kembali apa yang hampir ia miliki.

Cowok itu tengah berada di kediaman keluarga Deni.

"Jadi, kamu mau ngomong apa?." Tanya Deni, tatapannya terlihat sangat mengintimidasi Alan.

"Tentang Aurel, Om." Jawabnya singkat sebelum menjelaskan secara rinci apa maksud kedatangannya.

"Ada apa? Kamu ingin menyakitinya lagi?." Ketus Mauren.

Alan tersenyum kikuk. "Bahkan saya tak pernah berminat untuk membuatnya meringis apalagi terluka."

"Cepat katakan! Untuk apa kamu kesini!." Tegur Deni, ayahnya Aurel itu memiliki watak yang tak sabaran, Alan tau itu.

"Apa salah saya?" Tanya Alan to the point.

"Maksud kamu?" Tanya balik Deni yang tak mengerti arah pembicaraan Alan.

"Apa salah saya, sehingga kalian menjauhkan seseorang yang tulus saya cintai?" Tanya Alan Memperjelas perkataan awalnya tadi. Tanpa menaikan okfat bicaranya, pertanyaan itu cukup menusuk hati kedua orang tua Aurel.

"Lancang sekali kamu!." Bentak Mauren. Sedangkan bentakan itu tidak diindahkan sama sekali oleh Alan.

"Darimana saya bisa tau kalau kamu tulus mencintai anak saya?." Tanya Deni sukses membuat Alan mematung, tapi sesegera mungkin Alan mendapat jawabannya.

"Saya tak akan menginjakan kaki di rumah ini jika semua yang saya ucapkan hanya dusta. Untuk apa saya menginjakan kaki dirumah mantan kekasih kakak saya sekaligus rumah dari musuh keluarga saya." Jawabnya dengan yakin. Kedua orang dihadapan Alan kehabisan kata bahkan tenggorokannya serasa mengering.

"Jangan bodoh! Lo tau keluarga kita bermusuhan, dan Lo tau kalau hubungan kalian tidak mungkin bahkan tidak akan pernah di restui!. Lo pengen milikin Aurel tanpa restu?!." Cibir Robert yang tiba-tiba datang dari arah belakang, tepatnya dapur.

"Bahkan saya belum mendengar pernyataan itu langsung dari tuan dan nyonya di rumah ini." Balas Alan dengan seringainya menyeramkannya.

"Lagipula, saya tidak akan pernah menyerah kecuali keputusan keluarga ini sudah bulat untuk memisahkan saya dan Aurel." Ucapnya lagi. "Dan jika sekali saya mendapat penolakan keras, kurasa kalian tau.. penyesalan berada di akhir."

"Pernyataan mu tentang seberapa tulus dirimu pada putri saya, kurasa itu kurang." Tegas Deni dengan nada dingin miliknya.

"Mungkin perjalanan saya dan Aurel tidak panjang, dan sadar tak sadar kalian yang membuatnya seperti itu. Tapi selama saya berada di sisi Aurel, saya tak pernah melihatnya menangis." Jawabnya.

"Itu hanya didepan, Lo gatau di belakang!." Ketus Robert pada Alan.

"Jangan membual!. Bahkan Lo tau kalau Aurel lebih banyak tersenyum 1 Minggu sebelum lombanya dimulai." Ketus balik Alan. Itu memang benar adanya, Robert pun sadar perubahan sikap adik perempuannya itu.

"Apa mau mu?." Tanya Mauren dengan singkat dan jelas. Alan tersenyum mendengar perkataan Mauren.

"Jangan pisahkan kami lagi." Ucapnya tanpa beban.

"Kami tak bisa." Tolak Deni dengan keputusan final. Senyum Alan memudar sedikit, tapi dia masih tak menyerah untuk membuat dirinya bersama Aurel walaupun hanya sedetik.

"Kalau begitu. Beri saya waktu untuk menghabiskan 20 jam bersama Aurel." Tawarnya lagi.

"Hanya 20 jam?" Tanya Mauren tak percaya. Lelaki macam apa dihadapannya itu, Mauren kira Alan akan meminta waktu 2 sampai 3 hari.

Alan hanya mengangguk, Mauren semakin tak percaya dibuatnya. "Kenapa hanya 20 jam?" Tanya Mauren lagi.

"Jangankan 20 jam. 1 detik pun berharga untuk saya." Jawab Alan dengan senyum mengembang.

"Maka, berilah dia waktu hanya satu detik." Ketus Robert dengan dingin.

"Saya menghargai keputusan kalian." Ucap Alan tanpa mengindahkan kata-kata Robert.

"Baik. Hanya 20 jam bukan?" Tanya Deni, dan Alan pun menangguk.

"Apa rencana mu selanjutnya?." Tanya Mauren.

"Kalian hanya ingin kami berpisah bukan?. Maka, kembalikanlah Aurel ke negara asalnya, biar saya yang pergi jauh dari kalian." Ucap Alan, dia sudah yakin akan mengucapkan kata-kata ini agar suatu saat nanti Alan mudah mencari Aurel jika dia kembali ke negara ini.

"Apa jaminannya?." Tanya Deni.

"Saya tak akan pernah menampakkan diri saya di depan Aurel." Jawabnya.

"Ck. Keras kepala." Cibir Robert pada Alan. Tanpa mau mendengar lebih lanjut Robert langsung pergi dari tempat dia berdiri tadi.

"Bagaimana dengan hari setelah kelulusan?." Tanya Alan. Tanpa mau mendengar keputusan Deni karena keputusannya itu sudah tertebak oleh Alan.

"Oke." Jawab Deni dengan final, Alan pun tersenyum lalu pamit undur diri. Setidaknya waktu 20 jam itu bisa ia gunakan dengan baik nanti.

Mauren melirik ke arah Deni ketika Alan sudah pergi dari hadapan keduanya. "Bagaimana ini?." Tanya Mauren.

"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja." Ucap Deni meyakinkan istrinya itu.

"Pah, mah!." Panggil Robert dari lantai dua, dia berjalan ke arah tangga tanpa minat untuk turun.

"Kabar dari Aldi, katanya Aurel masih sering bermimpi buruk dan semakin hari dia semakin banyak diam, makan juga kurang teratur dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar." Sahut Robert dan dianggapi dengan anggukan dari kedua orangtuanya.

"Ada lagi?" Tanya Deni.

"Fatma bilang, Aldi lagi deket sama perempuan bernama Anna disana." Jawab Robert.

"Kau yakin?" Tanya Mauren dengan mata berbinar. Robert hanya menangguk menjawab pertanyaan mamahnya itu.

"Dan kau!. Carilah pasangan!." Ketus Deni pada putra sulungnya itu.

"Kau terlalu lama melajang bodoh!. Kau ini, jangan sampai seluruh keluarga menganggap kamu sebagai homo." Cibir Mauren yang berhasil menohok hati Robert.

ALAN [End]Where stories live. Discover now