4. Lost

1.7K 115 8
                                    

Ku daratkan bokongku disalah satu kursi dipojok ruang perpus ini. Area yang sudah menjadi tempat favorite ku.

Sungguh aku tak memperdulikan orang-orang disekitar ku. Aku tetap berfokus pada buku-buku yang kini telah terpampang rapi dihadapan ku. Ku usap pelan buku-buku itu sambil memandanginya dalam waktu yang cukup lama. Itu berselang nyaris 10 detik.


"Ya aku sangat menyayangi kalian. Meskipun aku hanya dapat meminjam kalian dari istana terkutuk ini tapi tetap saja aku sangat menyayangi kalian."
Ucap ku sambil membolak-balik beberapa buku pinjaman yang ada digenggaman ku saat ini.

"Ingin sekali rasanya aku membebaskan kalian dari jeratan kesengsaraan ini. Kasian sekali kalian harus berdiam diri disini. Berdempet dempetan menunggu seseorang untuk menjemput dan membawa kalian kerumahnya walaupun hanya untuk sementara." Lanjut  ku lagi khidmat bak membaca puisi dengan sedikit tarikan nafas.

"Tak ada satupun orang yang perduli dengan buku-buku seperti kalian. Kalian akan dibiarkan dalam waktu yang lama disini hingga hanya butiran-butiran debulah yang acap kali menyapa hari hari kalian." Sambung ku lagi yang kini mulai tak karuan.

Mungkin saat ini otak ku sama tak warasnya dengan penderita down sindrome.

Ku tarik napas pelan sebagai jeda antara bait-bait puisi absurd yang spontan tercipta dari mulut ku ini. "Maka dari itu teringin sekali rasanya aku memiliki kalian seutuhnya, geundae..." (tapi)

Puisi nan indah ku harus berhenti tatkala ku rasakan ada seseorang yang mengetuk keras tempurung kepala ku.

Aku seketika terperanjat setelah menerima perlakuan tersebut bersamaan dengan wajah ku yang berubah mengekerut masam. Dan aku sangat yakin dari ketukan tangan nan imut itu kepunyaan siapa.

"Yaaa Park Jimin appo." Ucap ku kesal pada namja bantet didepan ku ini sembari mengusap-usap pelan kepala ku yang terasa sedikit berdenyut olehnya.
(Sakit)

Bukannya minta maaf namja bermarga Park tersebut malah terkekeh jahat pada ku layaknya seorang siswa yang sangat bahagia usai menerima contekan dari teman sebangkunya.

Dia adalah Park Jimin. Teman seperjuangan ku dari SMA. Kami bertemu pertama kali ketika sama-sama mendaftar di SMA yang sama. Dan sekarang kami sama-sama tengah berjuang kembali meperebutkan bangku SNU.

Tapi bedanya dia diatas ku. Sedikit lebih beruntung maksudnya. Selain dikaruniai beberapa bakat dibidang seni yang mumpuni Jimin juga terlahir dari keluarga Park yang cukup terpandang. Otomatis itu adalah peluang besar baginya untuk dapat masuk ke SNU.

Seandainya saja appa ku masih ada, pasti aku tidak akan seperti ini karena appa ku dan Tn. Park juga sama-sama berteman dan termasuk orang-orang yang terpandang di kelas bisnisnya.

"Terkutuk lah kau wahai Park Jimin." Ucap ku dongkol sambil menunjuk wajah sok polosnya itu.

"Wahahaa... mian Seijin-ah mianhae." Ucap Jimin terbahak- bahak yang masih memegangi perut six pack nya itu.

"Berhentilah tertawa ini sama sekali tidak lucu." Jawab ku ketus kembali terfokus meratapi nasib setelah tadi sedikit terganggu oleh kehadiran namja tersebut.

"Nee nee kre." Ucap Jimin yang kini duduk mendekat disebuah bangku tepat disebelah ku.

"Ngomong-ngomong kenapa kau sekarang jarang datang ke perpus eoh?" Kata Jimin sembari melihat buku-buku disekelilingnya.

EpiphaniaWhere stories live. Discover now